26 Desember 2020
14:15 WIB
JAKARTA - Lembaga kajian ekonomi Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia UU No. 11/2020 tentang Cipta Kerja memberikan kepastian dan jaminan dalam pemberian pesangon bagi pekerja.
“Kenapa soal pesangon pekerja yang terdampak PHK pasti akan dibayar? Itu pasti, karena klausulnya tidak lagi menjadi perdata, tapi pidana. Kalau perusahaan tidak bersedia membayar hak pekerja sebagaimana tercantum dalam UU, maka bisa terkena pidana dan bisa dipidanakan,” kata Direktur Riset CORE Indonesia Piter Abdullah Redjalam, dikutip dari Antara, Sabtu (26/12).
Klemahan dari beleid sebelumnya, yakni UU 13/2003, adalah perusahaan yang tidak membayarkan pesangon pekerja hanya bisa dituntut secara perdata. Sedangkan kasus perdata memakan proses yang panjang dan beban yang timbul dari persoalan tersebut terletak di pekerja.
Ironisnya, kalau perusahaan tetap tidak membayar maka akan dilakukan penuntutan secara perdata dan biayanya dibebankan ke pihak penuntut atau pekerja.
Sementara dalam UU Cipta Kerja, pengusaha yang tidak bersedia membayar pesangon bisa dikenakan tuntutan pidana dan pengusaha akan berhadapan dengan negara. Artinya, negara ada di depan para pekerja, melindungi pekerja, berhadapan dengan para pengusaha.
Pemerintah memberikan perhatian khusus kepada para pekerja yang terkena dampak PHK agar mendapatkan hak-haknya berupa pesangon dari perusahaan dan lembaga terkait.
Piter memastikan, UU Cipta Kerja memberikan solusi dari persoalan pesangon bagi pekerja yang terdampak PHK, sehingga menjamin kepastian pembayaran pesangon bagi pekerja di sektor apapun yang terdampak PHK.
Meskipun jumlah pengkalian pesangonnya lebih kecil, dari 32 kali gaji menjadi 25 kali gaji, tapi aturan tersebut lebih pasti dalam melindungi hak pekerja.
“Saya pastikan tidak ada yang merugikan pekerja. Kenapa tidak merugikan, karena dibalik penurunan dari 32 kali gaji menjadi 25 kali gaji, ada kepastiann bahwa itu akan terbayarkan. Mana yang lebih menguntungkan, di kasih iming-iming pesangon 32 kali tapi tidak dibayar, atau pesangon 25 kali gaji tapi pasti terbayar. Saya pasti milih yang 25 kali gaji,” kata Piter.
Mengutip data Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) pada 2019 menyebutkan hanya 27% pengusaha yang memenuhi pembayaran kompensasi sesuai dengan ketentuan UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan.
Sisanya tidak melakukan pembayaran kompensasi PHK sesuai dengan UU Ketenagakerjaan. Alasan yang diberikan perusahaan beragam, mulai dari pailit sehingga tak sanggup membayar pesangon sampai pekerja mengundurkan diri.
Bahkan, laporan World Bank yang mengutip data Survei Angkatan Kerja Nasional BPS 2018 menyatakan 66% pekerja sama sekali tidak mendapat pesangon sesuai aturan, 27% pekerja menerima pesangon kurang dari yang seharusnya diterima, dan 7% pekerja yang menerima pesangon sesuai dengan ketentuan. (Nadia Kurnia)