c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

EKONOMI

13 November 2018

18:51 WIB

USAID-KKI Teken Kerja Sama Hadapi Perubahan Iklim

Perubahan iklim ekstrem mengancam produksi kakao secara signifikan

Editor: Agung Muhammad Fatwa

USAID-KKI Teken Kerja Sama Hadapi Perubahan Iklim
USAID-KKI Teken Kerja Sama Hadapi Perubahan Iklim
Ilustrasi biji kakao. Antara Foto/Basri Marzuki.

KENDARI – Perubahan iklim yang makin ekstrem sekarang ini membuat para petani, termasuk petani kakao, kesulitan mengantisipasi. Akibatnya, panen kerap tak sesuai dengan yang diharapkan.

Untuk mengatasi hal itu, USAID Adaptasi Perubahan Iklim dan Ketangguhan (USAID APIK) dan PT Kalla Kakao Industri (KKI) menandatangani kerja sama untuk meningkatkan ketangguhan petani kakao di Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara.

Enggar Paramita dari USAID APIK di Kendari menyebutkan, penandatanganan kerja sama tersebut dilaksanakan di Desa Puurema Subur, Kabupaten Konawe Selatan, Selasa (13/11).

Sulawesi Tenggara sejak dulu dikenal sebagai sentra utama kakao nusantara. Data Badan Pusat Statistik (BPS) yang terangkum dalam Sulawesi Tenggara dalam Angka 2018 menyebutkan produksi kakao pada 2017 dari provinsi ini mencapai 125,05 ribu ton. Produksi ini turun 12,22% dari produksi tahun sebelumnya sebanyak 142,46 ribu ton.

Adapun luas tanamnya mencapai 255,38 ribu hektare.

Salah satu kabupaten penghasil kakao adalah Konawe Selatan. Masih dari data yang sama, produksi kakao Konawe Selatan mencapai 9.035 ton. Sumbangsihnya berada di urutan kelima dari 15 kabupaten di Sulawesi Tenggara.

Di urutan pertama adalah Kolaka Utara dengan produksi 57.198 ton, disusul oleh Kolaka Timur dengan produksi 22.640 ton. Lalu, Konawe dan Kolaka dengan produksi masing-masing 9.839 ton dan 9.454 ton.

Akan tetapi, produktivitas kakao di Konawe Selatan terancam menurun, salah satunya karena fenomena perubahan iklim dan cuaca ekstrem.

Melihat kondisi tersebut, USAID APIK bekerja sama dengan PT KKI dalam bentuk penguatan kapasitas petani kakao, yang diselaraskan dengan Program Kakao Lestari. Kolaborasi ini akan melatih 10 orang anggota tim Program Kakao Lestari, serta 100 petani binaan di dua desa di Kecamatan Lalembu, Konawe Selatan yang dijadikan lokasi percontohan yaitu Puurema Subur dan Puunangga.

Tenaga ahli dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Badan Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP), dan Dinas Pertanian turut dilibatkan dalam kegiatan.

Dwi Dharmadayana, Program Manager Kakao Lestari mengatakan, di lapangan, terlihat sekali bahwa perubahan iklim ekstrem mengancam produksi secara signifikan.

Misalnya saja di tahun ini, pertumbuhan buah cukup bagus. Namun, kemudian di bulan kelima dan enam terjadi hujan dengan intensitas tinggi yang mengakibatkan busuk buah.

Penurunan kualitas buah bahkan sampai tak bisa dijual. Kondisi busuk buah ini sangat mengguncang petani.

Oleh karena itu, Dwi berharap bekal pengetahuan cuaca dan iklim dari USAID APIK dapat disinergikan dengan pengetahuan cara bercocok tanam yang baik (good agricultural practice) sehingga membantu petani dalam mengelola kebunnya.

Sustainability Supervisor PT KKI Achmad AS menambahkan aspek iklim seringkali dianggap sepele, padahal implikasinya sangat besar terhadap kakao. Karenanya, PT. KKI senang dapat bermitra dengan USAID APIK, karena kerja sama ini tak hanya memberdayakan masyarakat dan meningkatkan produksi, tapi juga mendukung perekonomian daerah.

"Yang pasti, kita tak ingin kakao hanya tinggal kenangan akibat produksinya terus menurun," tutur Achmad.

PT KKI memiliki kapasitas 35.000 ton dan menghasilkan produk kakao intermediate berupa bubuk, mentega (butter), cake, dan liquor yang diekspor ke negara Eropa seperti Jerman dan Belanda. Selama ini suplai didapat dari berbagai daerah termasuk Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara.

Manajer Regional Sulawesi Tenggara USAID APIK, Buttu Madika mengungkapkan, pihak swasta seperti PT KKI memiliki peran penting untuk meningkatkan ketangguhan masyarakat. Dan dengan komitmennya yang tinggi, maka kolaborasi ini akan membawa hasil yang menggembirakan untuk petani kakao di Konawe Selatan.

"Selain itu kami juga berharap rangkaian penguatan kapasitas ini dapat diadopsi oleh KKI dan aspek iklim akan diperhitungkan dan terintegrasi dalam perencanaan bisnis KKI," katanya.

APIK merupakan program lima tahun yang dimiliki oleh United States Agency for International Development (USAID) yang berupaya meningkatkan ketangguhan menghadapi perubahan iklim dan bencana. Program ini mendukung pemerintah Indonesia untuk mengintegrasikan adaptasi menghadapi perubahan iklim dan mitigasi risiko bencana dari level lokal hingga nasional.

Secara nasional, produksi kakao nusantara pada 2017 diprediksi mencapai 688.345 ton dengan luas areal tanam 1,7 juta hektare. Produksi ini meningkat dibandingkan 2016 (656.817 ton) dan 2015 (593.331 ton).

Namun, angka tersebut lebih rendah dibandingkan produksi pada 2014 (728.414 ton) dan 2013 (720.862 ton).

Ditilik dari tingkat produktivitasnya pun tergolong rendah, yakni hanya 50% dari potensi yang ada. Kementrian Pertanian menyebutkan, seharusnya tingkat produktivitas kakao bisa mencapai di atas 1 juta ton per hektare. (Fin Harini)


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar