17 Desember 2018
23:25 WIB
Editor: Agung Muhammad Fatwa
JAKARTA – Lalu lintas jalan yang padat bukan hal baru bagi masyarakat Indonesia, khususnya yang tinggal di kota-kota besar. Di Jakarta saja, jalan tol seakan tak bisa berfungsi sebagaimana rancangan awal pembuatannya. Sarana yang dirancang sebagai jalur mobil melaju kencang tanpa hambatan itu kian padat isinya. Alhasil, tak jarang pemandangan mobil bergerak mengular di lintasan itu lebih sering terlihat.
Bagaimana tidak, rata-rata pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor di Indonesia menurut Badan Pusat Statistik (BPS) mencapai 7,4%. Padahal pada periode 2016 hingga 2017, ruas jalan di Indonesia hanya bertumbuh sebesar 0,28% saja.
Meski demikian keinginan masyarakat untuk memiliki kendaraan pribadi nyatanya tak kunjung surut. Pasar kendaraan pribadi terus berkembang saat kebutuhan sarana transportasi publik belum mampu mencukupi kebutuhan masyarakat.
Menurut data BPS, setidaknya dalam lima tahun terakhir, motor masih merajai jalan-jalan di Indonesia. Dominasinya tahun 2017 mencapai 81,57% dari total kendaraan bermotor yang mencapai 138,56 juta unit. Tercatat periode 2013-2017, rata-rata pertumbuhan jumlah motor di Indonesia mencapai 7,49% tiap tahunnya.
Sementara itu, meski dijual dengan harga 100 kali lipat lebih mahal, jumlah mobil penumpang tumbuh lebih cepat ketimbang motor. Pada periode yang sama, jumlah mobil tercatat rata-rata bertumbuh sekitar 7,7%.
Tahun 2017 lalu, jumlah mobil mencapai 15,49 juta atau 11,18% dari total kendaraan di Indonesia. Jumlah ini meningkat 6,24% dari tahun 2016.
Menariknya, data IPSOS tahun 2016 menunjukkan 60% lebih penjualan mobil di Indonesia nyatanya lebih dikuasai oleh pasar mobil bekas ketimbang mobil baru. Proporsi penjualan mobil bekas terbesar ada di daerah tingkat dua (tier II) yang mencapai 78%. Sementara untuk daerah tingkat satu dan Ibu kota Jakarta berturut-turut proporsinya sebesar 69% dan 61%.
Dari penelusuran Validnews nyatanya ada beberapa alasan mengapa meski bekas, mobil-mobil second hand masih diburu di pasar. Urusan kantong, kebutuhan, hingga kesenangan kerap jadi perhitungan konsumen saat lebih memilih mobil yang bekas ketimbang yang baru.
Preferensi Konsumen
Salah satunya seperti diungkapkan pasangan Mustakim dan Dian Maharani. Pasangan yang tinggal di pinggiran Jakarta Selatan, berbatasan dengan Depok, Jawa Barat ini mengaku harga murah jadi pertimbangan utama. Pasalnya, dengan dua anak, pasangan ini memerlukan lebih dari satu kendaraan.
“Kan harus antar jemput anak sekolah, belum lagi urusan kerja, enggak mungkin hanya punya satu kendaraan. Jadi dua-duanya mobil kami beli second,” kata Dian kepada Validnews, Senin (17/12).
Satu mobil Honda Jazz tahun 2015 dikendarai Dian menuju tempat kerja, sedangkan Mustakim memilih Avanza keluaran 2014 untuk mobilitasnya.
Senada, Aldy M Noer (30 tahun) yang enam bulan lalu baru membeli mobil Honda Jazz keluaran tahun 2010 sebagai mobil pertamanya. Kepada Validnews, pria yang bekerja sebagai karyawan swasta ini mengatakan harga murah jelas jadi alasannya lebih memilih mobil bekas.
“Memang, ada beberapa mobil yang harganya lebih murah dari Honda Jazz. Tapi saya tetap memilih Honda Jazz karena pertimbangan kualitas. Onderdil Honda Jazz tidak ada yang KW (palsu.red),” ujar Aldy kepada Validnews, Minggu (16/12).
Masalah ‘dalaman’ mobil ini memang mau tak mau diacuhkan pembeli mobil bekas. Menurut Managing Editor dan Head of Media Mobil123.com, Indra Prabowo ketersediaan suku cadang wajib jadi pertimbangan karena rata-rata ‘dalaman’ mobil bekas perlu diganti sana-sini.
“Misalkan saja bengkel, tersedia di mana-mana. Suku cadang juga bisa langsung didapat enggak perlu inden,” kata Indra.
Dengan kebutuhan ini, tidak heran jika kemudian mobil bekas merek Jepang lebih banyak dicari di pasaran. Contohnya mobil Toyota, Daihatsu, hingga Mitsubishi.
Namun, demikian mobil bekas keluaran Eropa pun punya pasarnya sendiri. Bagaimana tidak, dengan dana yang sama, fasilitas yang bisa didapat konsumen dari mobil bekas keluaran Eropa jauh lebih unggul ketimbang mobil baru merek Jepang kelas menengah.
Indra mencontohkan, dengan uang Rp200–250 juta saat ini konsumen mungkin hanya dapat membeli mobil baru jenis Avanza. Sedangkan, dengan jumlah uang yang sama, konsumen bisa memiliki mobil bekas kelas atas seperti BMW atau Mercedes.
Mobil kelas atas ini jelas menawarkan berbagai fasilitas mewah ala mobil Eropa dari desain hingga teknologi di dalamnya. Salah satu yang terfavorit misalnya fitur yang memampukan pengemudi berkomunikasi lewat sambungan telepon melalui jaringan audio di mobilnya. Kecanggihan teknologi ini hanya tersedia di mobil-mobil Jepang kelas atas yang dibandrol dengan harga Rp300–400 jutaan ke atas.
“Keluarga-keluarga muda sekarang itu lebih senang ke teknologinya. Mobilnya bisa tersambung dengan telepon genggamnya. Bluethooth itu kan fiturnya sendiri macam-macam, bisa sekalian untuk telepon langsung dari situ,” jelas dia.
Artinya dengan harga yang relatif sama, ada nilai lebih yang bisa didapatkan konsumen dengan membeli mobil bekas. Apalagi kata dia harga jual kembali (resale) mobil bekas tidak akan serendah mobil baru yang harga resale-nya bisa jeblok hingga 20-30% dari harga awalnya.
Bukan hanya keuntungan yang didapat dari segi perbandingan nilai tukar. Menurut Indra, ada faktor psikologis yang kemudian memengaruhi variasi permintaan dalam pasar ini, yaitu dari segi gengsi. Pasalnya, walaupun berumur 10–15 tahun, merek mobil sekelas BMW atau Mercedes jelas punya nilai tambah tersendiri di mata masyarakat.
Meski demikian pasar mobil bekas Eropa ini diakui Indra masih kalah dengan pasar mobil Jepang. Peminat mobil-mobil bekas mewah ini umumnya memang terdorong membeli karena kesenangan saja. Sementara umumnya, pembelian mobil bekas murah saat ini lebih banyak dilakukan karena faktor kebutuhan.
Dari pengamatan mobil123.com, mobil dengan kapasitas tampung yang besar, seperti MPV dan SUV jadi jenis mobil dengan ceruk pasar yang paling besar. Setidaknya mobil jenis ini menguasai 70% permintaan pasar mobil bekas di Indonesia.
“Yang pasti keperluan keluarga dulu. Misalkan kalau liburan butuh berapa orang diangkut plus barang-barang itu masih seperti itu. Padahal ya dipakainya paling setahun dua-tiga kali. Jadi bisa mengangkut banyak orang banyak barang itu masih menjadi perhatian,” ujarnya.
Popularitas mobil jenis MPV di pasar mobil bekas pun turut diakui oleh Direktur Utama Mobil88, Halomoan Fischer. Hingga kini setidaknya 45% konsumen dari pihaknya memang mencari mobil keluarga berkapasitas besar 5–7 penumpang ini.
Dinamika Pasar
Penjualan Mobil88 sendiri tiga tahun belakangan ini menurut Halomoan cukup stagnan pergerakannya. Meski bertumbuh, peningkatannya kurang lebih hanya 5% dari tahun-tahun sebelumnya.
Dari catatannya tahun 2017, Mobil88 hanya mampu menjual 21 ribu mobil bekas. Rata-rata penjualan per bulannya berada di kisaran 1,7 ribuan saja. Walaupun begitu pihaknya optimis penjualan tahun 2019 nanti target pertumbuhan penjualan 15% bisa mereka capai.
Banyak hal yang mempengaruhi permintaan mobil bekas ini. Salah satunya menurut dia adalah masalah bunga kredit. Ketika kredit naik otomatis pasar mobil bekas akan terhambat penjualannya. Belum lagi jika pada periode tertentu ada pemberian diskon harga untuk pembelian mobil baru. Jika hal itu terjadi mau tak mau pihaknya harus menyesuaikan harga produk yang dijualnya.
“Karena kita kan sudah pegang stok dengan angka tertentu dan nilai tertentu. Jangankan dengan harga mobil baru yang dijual di bawah mobil bekas (harga.red), deket saja (selisih harganya.red) kita udah susah menjualnya,” ujar Halomoan saat dihubungi Validnews, Senin (17/12).
Ia mengakui kehadiran mobil murah (low cost green car – LCGC.red) memang jadi kompetitor pasar tersendiri bagi pasar mobil bekas. Namun menurutnya, merek mobil lama seperti Toyota misalnya punya kekuatan sendiri di pasar mobil. Dengan demikian meski harganya lebih mahal mobil bekas merek ini akan tetap dicari oleh pembeli.
Kemapanan merek tertentu di pasar otomotif ini juga diamini oleh Pengamat Otomotif, Johnny Darmawan. Konsumen menurutnya memiliki kecenderungan untuk tetap membeli mobil yang mapan, seperti Corola dan Toyota. Terlebih saat ini, LCGC pun sudah tak tergolong murah lagi harganya. Alhasil pilihan konsumen pun cenderung mengerucut ke mobil baru atau mobil bekas saja.
“Jadi memang naik turunnya tergantung dari mobil baru. Nanti mobil bekas penjualannya bisa turun lagi karena mobil baru misalkan diskonnya besar,” kata dia.
Selain faktor harga, hari raya mampu menjadi pendorong penjualan mobil bekas. Hal ini terlihat dari perbandingan penjualan mobil bekas maupun baru pada periode Mei hingga Juni 2018. Berdasarkan analisis Bank Mandiri, jelang lebaran kebutuhan mobil bekas meningkat sebanyak 40% dibandingkan periode normal.
Mengamini data tersebut, Halomoan dari mobil88 pun menyatakan tahun ini penjualan terbesar yang dilakukan pihaknya terjadi sebelum musim lebaran, yaitu sekitar bulan Mei hingga Juni. Pada bulan itu, penjualan pihaknya bisa mencapai lebih dari 1,9 ribu unit mobil.
“Setiap tahun tren-nya memang begitu. Menjelang lebaran memang orang banyak yang beli mobil. Ya karena kan kebanyakan pada saat bulan puasa itu kan banyak orang yang mobilitasnya meningkat ya. Jadi ya butuh mobil,” ujar dia Halomoan.
Pada periode yang sama ternyata menurut data tradingeconomics, penjualan mobil Indonesia mengalami penurunan drastis. Penurunannya kurang lebih sebesar 66,67% pada bulan Juni 2018.
Faktor daya beli masyarakat dan harga mobil, menurut Johnny, menjadi faktor utama dinamika pasar mobil baru maupun bekas. Ia menilai, kebijakan ganjil genap yang diterapkan di Jakarta saat ini tak signifikan pengaruhnya untuk penjualan mobil bekas.
“Kalau ditanya adakah orang yang karena ganjil genap beli baru lagi, ya ada. Tapi tidak kayak dulu lah, kalau dulu kan tidak ada pilihan lain. Sekarang kan ada pilihan lain, ada MRT, ada grab, ada macam-macam lah,” kata dia.
Sependapat dengan Johnny, Halomoan pun melihat tidak mudah itu bagi pihak leasing memberikan kredit untuk mobil kedua pada seseorang. Belum lagi jika ternyata orang tersebut belum selesai melunasi kredit mobil pertamanya. Ditambah lagi melihat kecenderungan pasarnya kemampuan masyarakat peminat mobil bekas ini pun tergolong dari kalangan ekonomi menengah ke bawah. Sedangkan masyarakat menengah ke atas tentunya akan lebih memilih membeli mobil baru ketimbang mobil bekas.
“Nah, mobil keduanya kalau dia mau ambil kredit lagi ya akan lebih sulit untuk di approve oleh leasing company. Jadi enggak mudah juga gitu. Kecuali memang orang-orang yang dengan level income tertentu yang tinggi gitu ya,” ujar Direktur Utama Mobil88 itu.
Kanal Penjualan
Perkembangan pasar mobil bekas saat ini juga tidak terlepas dari dukungan berbagai platform digital yang menyediakan beragam akses informasi kepada masyarakat. Dari pengamatan Johnny, keberadaan platform digital ini semakin mempermudah masyarakat membandingkan harga mobil bekas di pasar. Selain itu, riwayat mobil bekas juga semakin mudah dilacak melalui jaringan ini.
Terkait riwayat mobil bekas sendiri menurut Johnny jadi hal yang sangat penting diperiksa oleh pembeli. Sebab menurutnya gonta-ganti mobil sudah jadi pola yang umum dilakukan masyarakat saat ini.
Dari pengamatannya, setidaknya 60-80% konsumen di Indonesia akan menukar mobilnya setelah tiga tahun pemakaian. Jangka waktu penggunaan mobil itu menurutnya memang cukup riskan. Pasalnya jika lewat tahun ke-4 atau ke-5 umumnya mobil sudah memerlukan banyak pemeliharaan.
“Siklusnya begitu. Sekarang dilihat saja, yang namanya dijamin free maintenance itu sampai 3 tahun. Kalau sudah 4-5 tahun, ganti oli segala macam. Jadi, pada umumnya sekarang orang ini tukarnya di 3-4 tahun karena harganya juga masih bagus, kreditnya juga bisa lebih mudah,” kata dia.
Senada, Indra dari mobil123.com pun melihat mobil dengan usia 5 tahunan masih terhitung ‘segar’ dalam standar pasar mobil bekas. Hal ini pun turut diakui Halomoan yang bahkan menyatakan ada pula mobil pihaknya pun masih menjual mobil di tahun ke-7 nya.
Hal ini menurutnya tak menjadi soal. Sebab pada dasarnya dalam pembelian mobil bekas ada hal-hal yang lebih penting untuk diperhatikan pembeli. Yang paling utama menurutnya yaitu masalah legalitas kendaraan, surat-surat yang sah harus dimiliki penjual mobil. Baru selanjutnya kilometer mobil, dan kondisi mobil itu sendiri.
Namun menurut Halomoan, informasi yang disediakan dalam dunia digital sebenarnya hanyalah pintu gerbang saja bagi konsumen. Dengan harga mobil yang hingga tiga digit, ia mendorong konsumen untuk tidak semerta-merta percaya dengan berbagai informasi yang disediakan di dunia maya.
Konsumen menurutnya perlu jeli memeriksa apakah mobil tersebut pernah mengalami kecelakaan atau bahkan terendam banjir.
Keputusan untuk membeli mobil atau tidak pada akhirnya baru akan ditentukan setelah pembeli melihat kondisi mobil secara langsung. Dari perkiraannya, persentase pembeli yang benar-benar datang ke showroom mobil88 setelah mengakses websitenya pun hanya sekitar 10-15% saja.
“Kalau bicara mobil yang barang harga Rp150 juta – 200 juta enggak semudah itu juga orang. Artinya internet itu mungkin jadi salah satu sarana untuk orang lebih mudah membanding-bandingkan antara satu dealer dengan dealer yang lain. Tapi untuk memutuskan rasanya tidak bisa berhenti dari mereka buka internet aja sih,” ujar Halomoan.
Sementara itu, diakui oleh Indra dari mobil123.com, sebagai portal yang menampung penjual mobil bekas mulai dari dealer hingga individu, pihaknya tidak dapat memperkirakan berapa besar mobil bekas yang terjual menggunakan jasanya.
Semua kembali lagi kepada dealer penjual mobil bekas yang mengiklankan mobilnya melalui portalnya. Hal ini berbeda dengan mobil88 yang langsung menghubungkan pembeli dengan produk (mobil.red) yang ingin dibelinya.
Meski demikian, menurutnya keberhasilan mobil123.com sebagai penghubung antara penjual dan pembeli dapat diukur dari banyaknya jumlah dealer yang menggunakan platform miliknya. Indra mengatakan sejak 6 tahun beroperasi setidaknya sudah 2.000 dealer yang bergabung di mobil123.com. (Bernadette Aderi, Zsasya Senorita, Monica Balqis, Sanya Dinda)