13 Juli 2019
13:23 WIB
Editor: Agung Muhammad Fatwa
JAKARTA – Pembangunan kawasan industri Teluk Bintuni terus diakselerasi untuk bisa membuat pembangunan ekonomi di kawasan paling timur Indonesia lebih progresif. Kementerian Perindustrian (Kemenperin) sendiri berharap bisa terjaring investasi senilai Rp1,76 triliun dalam pembangunan kawasan industri yang berlokasi di Papua Barat ini.
Direktur Jenderal (Dirjen) Ketahanan, Perwilayahan dan Akses Industri Internasional (KPAII) Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Doddy Rahadi mengungkapkan, nantinya Teluk Bintuni akan menjadi kawasan industri petrokimia. Untuk itu, diharapkan mengalirkan investasi sebesar Rp1,76 triliun untuk pengembangan pembangunannya. Itu belum termasuk dibutuhkan investasi sekitar US$800 juta guna pembangunan pabrik metanol.
“Mengingat pengembangan kawasan industri Teluk Bintuni telah berlangsung selama lima tahun, saat ini merupakan waktu yang tepat bagi kawasan industri Teluk Bintuni melangkah pada tahapan pembangunan kawasannya,” tuturnya seperti dalam rilis yang diterima di Jakarta, Sabtu (13/7).
Nantinya pabrik metanol yang hendak dibangun berkapasitas 800 kilo ton per anum (KTPA) selama 20 tahun. Pabrik ini sendiri akan memanfaatkan lahan seluas 20 hektare.
Doddy menuturkan, Kawasan Industri Teluk Bintuni merupakan salah satu dari Kawasan Industri Prioritas yang telah dicanangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional(RPJMN) 2015-2019, serta masuk ke dalam Proyek Strategis Nasional (PSN).
Dengan adanya Kawasan Industri Teluk Bintuni diharapkan pendapatan masyarakat akan meningkat dan akan berdampak pada peningkatan ekonomi wilayahnya. Kawasan ini ditargetkan menyerap 3.500 tenaga kerja.
“Tentunya akan meningkatkan produktivitas bagi perusahaan yang berlokasi di dalam kawasan industri sehingga mampu menciptakan nilai tambah yang lebih tinggi,” ungkapnya.
Kemenperin pun dinyatakan telah menyusun masterplan atau rencana induk pengembangan industri di Kawasan Indutri Teluk Bintuni. Rencana terse but termasuk standar terhadap pengendalian dampak lingkungan. Dengan adanya standar tersebut, diharapkan peningkatan jumlah industri tidak akan langsung mengurangi kualitas lingkungan di sekitarnya.
“Semua peran strategis tersebut mengerucut pada tujuan akhir, yaitu mewujudkan penyebaran dan pemerataan industri ke seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia,” tegasnya.
Bukan hanya Teluk Bintuni, Kemenperin menargetkan 18 kawasan industri di luar Jawa sudah dapat beroperasi pada tahun 2019. Dari jumlah sebanyak itu, diharapkan investasi senilai Rp250 triliun dapat terjaring.
“Mencakup pembangunan infrastruktur pendukung, seperti pembangkit listrik, water treatment, instalasi pengolahan air limbah (IPAL), lahan, dan jalan,” papar Direktur Perwilayahan Industri Direktorat Jenderal Ketahanan Perwilayahan Akses Industri Internasional (KPAII) Kemenperin, Ignatius Warsito, beberapa waktu lalu.
Tidak hanya untuk Sebanyak 18 kawasan industri tersebut berpotensi menyerap investasi sampai sebesar Rp250 triliun dan 900 ribu orang tenaga kerja.
Ke-18 kawasan industri luar Jawa yang dimaksud berlokasi di Lhoukseumawe, Ladong, Medan, Tanjung Buton, Landak, Maloy, Tanah Kuning, dan Bitung. Ada pula kawasan industri yang terletak di Kuala Tanjung, Kemingking, Tanjung Api-api, Gandus, Tanjung Jabung, Tanggamus, Batulicin, Jorong, Buli, dan Teluk Bintuni.
Untuk diketahui, dari 18 kawasan industri yan ditargetkan, sebanyak 10 kawasan sudah mulai beroperasi pada November 2018. Sebanyak 10 kawasan industri yang termasuk Proyek Strategis Nasional (PSN) tersebut berlokasi di Morowali, Bantaeng, Konawe, Palu, Sei Mangkei, Dumai, Ketapang, Gresik, Kendal, dan Banten.

Warsito mengatakan, akselerasi pembangunan kawasan industri di luar Jawa bertujuan mendorong pemerataan infrastruktur dan ekonomi di seluruh Indonesia. Nantinya kawasan industri luar Jawa dikembangkan ke sektor berbasis sumber daya alam dan pengolahan mineral.
Upaya itu sejalan dengan kebijakan pemerintah yang mendorong hilirisasi industri guna meningkatkan nilai tambah bahan baku dalam negeri, penyerapan tenaga kerja lokal, dan penerimaan devisa dari ekspor.
Warsito menambahkan, dalam masterplan Kawasan Industri Teluk Bintuni yang telah disusun, dibutuhkan lahan untuk kegiatan operasi seluas 200 hektare. Untuk itu, pemerintah daerah diharapkan dapat segera mengupayakan pembebasan lahan untuk mengawali pengembangan Industri ini.
“Setidaknya 50 hektare dulu, sehingga pengembangan tahap pertama bisa kita mulai secepatnya,” ujarnya dalam rilis yang sama.
Bupati Teluk Bintuni, Petrus Kasihiw mengatakan, Pemerintah Kabupaten Teluk Bintuni telah melakukan perencanaan yang panjang dalam rangka menyiapkan diri untuk ikut berkontribusi dalam program percepatan Kawasan Industri Teluk Bintuni.
Salah satunya, pemerintah daerah dan pusat sudah menandatangani kesepakatan pengalokasian 50 hektare lahan pertama yang dibutuhkan dari 200 lebih hektare yang akan menjadi zona inti kawasan industri.
“Setelah ini masih ada pertemuan-pertemuan dengan masyarakat adat di sekitar kawasan yang harus dibicarakan dengan baik,” terangnya.
Sebelumnya, Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto menyebut, percepatan Kawasan Industri Teluk Bintuni merupakan bagian dari program strategis pemerintah untuk membangun kawasan industri di luar Pulau Jawa. Tujuannya agar dapat mendorong pemerataan infrastruktur dan ekonomi di seluruh Indonesia. “Pengembangan kawasan industri menjadi perhatian utama pemerintah karena mampu mewujudkan perekonomian yang inklusif,” ungkap Menperin.
Airlangga menegaskan, pengembangan kawasan industri baru di luar Jawa diarahkan pada sektor manufaktur berbasis sumber daya alam. Upaya ini sebagai wujud konkret dari penerapan kebijakan hilirisasi untuk meningkatkan nilai tambah bahan baku di dalam negeri.
“Kami memproyeksi akan terjadi peningkatan kontribusi sektor industri pengolahan non migas di luar Jawa sebesar 60% dibanding di Jawa,” tandasnya. (Teodora Nirmala Fau, Zsazya Senorita)