05 April 2018
17:50 WIB
Editor: Agung Muhammad Fatwa
JAKARTA- Proyek smelter grade alumina (SGA) ditargetkan mulai beroperasi pada tahun 2020. Proyek kolaborasi antara PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum), PT Aneka Tambang dan China Aluminium Company (Chinalco) yang berlokasi di Mempawah, Kalimantan Barat ini memiliki kapasitas produksi hingga 1 juta ton alumina per tahun.
"Pembangunan proyek SGA ini diharapkan meningkatkan nilai tambah produk tambang bauksit yang dihasilkan dari perut bumi Indonesia, sekaligus meningkatkan kemampuan SDM Indonesia," kata Menteri BUMN Rini Soemarno seperti dilansir Antara, Kamis (5/4)
Indonesia sejauh ini belum memiliki pabrik pengolahan bauksit menjadi alumina sehingga seluruh bijih bauksit di ekspor ke luar negeri yaitu ke Jepang dan China, sedangkan alumina sebagai bahan baku untuk pembuatan aluminium harus diimpor oleh Inalum dari negara lain, seperti Australia, Cina, dan India.
Pembangunan proyek smelter grade alumina (SGA) diharapkan bisa meningkatkan nilai tambah produk tambang Indonesia, mengurangi impor alumina, menciptakan lapangan kerja baru, serta berdampak besar bagi pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat di daerah.
Asal tahu saja, peningkatan nilai tambah mineral dan batubara (minerba) merupakan kewajiban bagi setiap perusahaan tambang minerba sesuai amanat yang tertuang di dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Hal ini juga dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
Ketentuan ini membawa konsekuensi bagi pengusaha agar produk pertambangan yang masih bentuk mentah, harus diolah menjadi barang jadi atau setengah jadi sebelum diekspor. Tujuannya, ada nilai tambah yang bisa didapatkan serta dapat memenuhi kebutuhan industri dalam negeri.
Kebutuhan bahan baku untuk Pabrik SGA ini dipasok dari tambang bauksit di Sanggau dengan total cadangan yang dimiliki oleh PT. Antam Tbk berjumlah sebesar 188,30 juta ton, yang luasnya 36.410 ha. Dengan asumsi tingkat produksi tetap, umur tambang perusahaan ini sekitar 75,62 tahun.
Demi mendukung realisasi proyek ini, Rini menjelaskan bahwa PT Inalum dan PT Aneka Tambang Tbk (Persero) serta Chinalco akan membentuk perusahaan patungan (joint venture).
"Diharapkan potensi kerjasama dengan berbagai mitra global dapat mengakselerasi hilirisasi produk tambang serta dapat meningkatkan kapabilitas SDM Indonesia untuk membangun smelter alumina dalam jangka waktu yang singkat," ujarnya.
Pekerja melakukan proses penyedotan "hard pitch", salah satu bahan baku untuk proses reduksi aluminium ingot di Pelabuhan PT Inalum Kuala Tanjung, Batubara, Sumatra Utara. ANTARA FOTO/Irsan Mulyadi
Sebelumnya di tahun 2016, tanpa melibatkan mitra asing, PT Inalum dan PT Aneka Tambang juga sudah pernah menandatangani joint venture agreement (JVA) proyek pembangunan pabrik SGA refinery dengan membentuk usaha bersama dengan nama PT Inalum Antam Alumina.
Pemerintah sejak beberapa tahun ini memang sedang gencar-gencarnya memperhatikan proyek smelter. Direktoral Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM pun mengucurkan dana investasi bagi smelter sebanyak US$ 2,169.90 juta di tahun 2015, dan pada 2016 sebesar US$ 1,245.57 juta.
“Tak hanya ikut membangun proyek smelter, Chinalco juga bersedia memberikan akses pasar internasional untuk 500.000 ton alumina per tahun dari hasil produksi pabrik tersebut,” tambah Rini.
Chinalco saat ini total asetnya telah tumbuh hingga 530 miliar yuan dan pendapatan penjualannya pada tahun 2016 berjumlah 310 miliar yuan. Perusahaan ini mengontrol 5 cabang perusahaan di dalam dan luar China. Cabang Chinalco di Shangdong, Henan, Guizhou, Shanxi, Guangxi, dan Zhongzhou menghasilkan alumina dengan kapasitas total 9 juta ton per tahun.
Secara nasional, China menempati posisi pertama dalam jumlah produksi aluminium global dengan sebanyak 31 juta metrik ton di tahun 2016.
Sementara itu, Direktur Utama Inalum Budi Gunadi Sadikin mengatakan, smelter alumina adalah salah satu dari sejumlah proyek strategis yang akan digarap Holding BUMN Tambang sebagai percepatan hilirisasi tambang.
"Guna meningkatkan nilai tambah produk tambang Indonesia dan memaksimalkan penyerapan tenaga kerja di berbagai lokasi proyek," ujar Budi.
Sekadar informasi, saat ini cadangan bauksit Indonesia adalah terbesar ke-8 dunia sedangkan nilai ekspornya peringkat kedua terbesar. Untuk hasil olahan dalam bentuk aluminium, ekspor aluminium sendiri pada tahun 2017 mencapai US$555,1 juta, naik sebanyak 40,17% dari sebelumnya. (Shanies Tri Pinasthi)