06 September 2018
19:12 WIB
JAKARTA- Maskapai Garuda Indonesia memutuskan menutup penerbangan rute Jakarta-London nonstop mulai 28 Oktober 2018. Keputusan ini diambil karena sepinya penumpang dengan tingkat keterisian hanya sampai 75%.
"Tentunya karena jumlah penumpang yang bisa diangkut untuk bisa terbang langsung Jakarta-London itu ada batasan maksimum, kita hanya bisa sampai 75%," kata Direktur Utama Garuda Indonesia Pahala N Mansury, usai penandatangan kerja sama perjanjian komprehensif dengan Japan Airlines di Tangerang, Kamis (6/9) seperti dilansir Antara.
Pahala mengatakan untuk saat ini penerbangan ke London diantisiaspi dengan penerbangan ke Amsterdam terlebih dahulu, karena Garuda masih mengoperasikan rute Jakarta-Amsterdam. Selanjutnya, kata dia, pihaknya masih mencari kemungkinan kerja sama code share dengan maskapai lain dari Amsterdam ke London.
"Salah satunya, kami terbang Jakarta-Amsterdam sambil lihat juga apakah memungkinkan dilacak code share dari Amsterdam ke London," ujarnya.
Namun, Pahala tetap berharap ke depan, bisa kembali mengoperasikan rute Jakarta-London, apabila perusahaan telah siap, baik dari sisi keuangan maupun operasional.
"Kami akan lihat kemungkinan untuk bisa membuka code share ke London. Tapi kami harapkan suatu waktu kami bisa mengoperasikan kembali rute tersebut dengan adanya kesiapan lebih baik," urainya.
Sementara itu, bertepatan dengan mulai ditutupnya rute Jakarta-London nonstop, Garuda memulai kerja sama code share dengan maskapai asal Jepang Japan Airlines. Melalui kerja sama tersebut, Garuda Indonesia akan menjadi marketing carrier.
Garuda akan menempatkan nomor penerbangannya (flight number) pada penerbangan Japan Airlines pada rute Narita Jakarta, Narita-New York dan Narita-Los Angeles untuk rute internasional. Kemudian rute Haneda-New Chitose, Haneda-Nagoya-Chubu dan Haneda Fukuoka untuk rute intra Jepang.
Sebaliknya Japan Airlines akan menjadi marketing carrier atau menempatkan nomor penerbangannya (flight number) pada penerbangan Garuda Indonesia untuk rute Jakarta-Haneda (pp), Denpasar-Narita pp dan juga Jakarta-Yogyakarta, serta Jakarta-Surabaya pp.
Untuk diketahui, code share merupakan sebuah perjanjian dalam bisnis penerbangan di mana dua maskapai saling berbagi penerbangan yang sama. Melalui code share, satu maskapai dapat menjual dan mengeluarkan tiket untuk jaringan tertentu maskapai lainnya dari sistem mereka sendiri.
“Kerja sama strategis ini akan memperluas jaringan penerbangan GIA ke dua kota besar di Amerika yaitu New York dan Los Angeles, serta kota-kota lainnya di Jepang seperti New Chitose, Nagoya, Chubu dan Fukuoka,” ujar Pahala.
Hal tersebut disampaikan oleh Pahala setelah menandatangani perjanjian kerja sama strategis dengan Executive Vice President Japal Airlines Tadashi Fujita di Tangerang, Kamis (6/9).
Banyak Pilihan
Lebih lanjut, kerja sama ini merupakan upaya untuk memberikan lebih banyak pilihan bagi pengguna jasa kedua maskapai, khususnya pilihan layanan penerbangan dari Indonesia ke Jepang dan sebaliknya.
“Kerja sama ini sekaligus memberikan nilai tambah bagi seluruh penumpang Garuda Indonesia dan JAL, khususnya dalam mempermudah penumpang untuk melakukan perjalanan dari Indonesia ke Jepang dan Amerika Serikamaupun sebaliknya,” tambah Pahala.
Pahala menargetkan, kerja sama ini bisa menaikkan pangsa pasar sebesar 37% dari pasar di Jepang, baik untuk penerbangan dari dan ke Jepang maupun dari dan ke Amerika Serikat. Tidak hanya itu, tingkat keterisian pesawat juga diprediksi bisa bertambah 5%.
Sementara itu, Tadashi mengatakan, dengan adanya code share saluran penjualan untuk kedua maskapai juga dapat bertambah.
“Kami akan membantu Garuda untuk memperluas saluran penjualan, begitu pun dengan Garuda, ditambah pengunjung Asia ke Amerika itu meningkat setiap tahunnya, jadi kita ingin cari mitra yang bagus," kata Tadashi.
Dalam kesempatan sama, Executive Officer International Relations and Alliances JAL Hideki Oshima mengatakan, melalui kerjasama dengan GIA ini, JAL dapat meraup pasar dari Bandara Internasional Tokyo Haneda. Pasalnya, sejauh ini JAV tidak terbang dari Bandara Internasional Tokyo Narita.
“Kami tidak menerbangkan Haneda-Jakarta, sementara Haneda itu sangat strategis letakmya dekat dengan kota metropolitan, kami punya sekitar 3,5 juta penumpang, dan dengan adanya rute-rute Jakarta-Surabaya kami yakin bisa menambah keuntungan bagi keduanya," kata Hideki.
Ilustrasi Garuda Indonesia airbus 330-200. youtube
Asia Pasifik
Sekadar info, berdasakan data statistik dari International Air Transport Association (IATA), kawasan Asia Pasifik pada tahun 2016 menguasai sebanyak 35% pangsa pasar penerbangan dengan total 1,3 miliar penumpang. Total penumpang tersebut meningkat 11,3% dibanding tahun 2015.
Dalam dunia penerbangan, Asia Pasifik bersaing ketat dengan Eropa yang mampu meraih pasar hingga 26%, dengan total penumpang sebanyak 992,4 juta pada tahun 2016. Selanjutnya, disusul oleh Amerika Utara (24%), Amerika Latin (7%) serta Timur Tengah yang menguasai pangsa pasar sebanyak 5% dengan penumpang mencapai 206,1 juta pada 2016.
Jika dilihat dari total revenue, Statista mencatat Emirates Group memimpin penerbangan Asia Pasific dengan total revenue mencapai US$25,78 miliar pada tahun 2016. Disusul oleh Air China (US$17,3 miliar) dan China Southern Air (US$17,27 miliar).
Sementara, JAL ada diperingkat ke-7 dengan revenue sebesar US$11,9 miliar. Capaian tersebut membuat JAL memiliki peringkat yang lebih tinggi dibanding Qantas Group yang revenue nya hanya sebanyak US$11,78 miliar, serta Qatar Airways Group dan Singapore Airlines dengan revenue masing-masing sebanyak US$10,82 miliar dan US$10,74 miliar
Meskipun menempati urutan terakhir dalam peringkat revenue terbesar di Asia Pasific, Singapore Airlines memimpin revenue tertinggi dengan capaian revenue sebanyak US$11,69 miliar pada 2017.
Thai Airways Internasional ada di urutan kedua yang revenuenya mencapai US$5,64 miliar. Sementara itu, GIA menyusul dengan total revenue sebanyak US$4,18 miliar pada tahun 2017. (Shanies Tri Pinasthi, Faisal Rachman)