08 Agustus 2019
09:05 WIB
Editor: Agung Muhammad Fatwa
AMBON – Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) akan mengoordinasikan pemanfaatan tenaga kerja lokal untuk diperkerjakan di megaproyek tersebut Ladang Gas Abadi Blok Masela. Koordinasi akan dilakukan bersama Inpex Corporation (Inpex) sebagai kontraktor pengembang dan pemerintah daerah di Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Maluku.
"Kami akan tetap berkoordinasi dengan Pemprov Maluku maupun Pemkab KKT terkait rekrutmen tenaga kerja lokal untuk menunjang operasional dan pekerjaan proyek Ladang Gas Abadi Blok Masela," kata Kepala Divisi Formalitas SKK Migas, Didik S. Setyadi di Ambon, melansir Antara, Rabu (7/8).
Menurutnya, masalah tenaga kerja lokal telah dibicarakan lebih jauh dengan Gubernur Maluku, Murad Ismail dan Bupati KKT, Petrus Fatlolon. Pembicaraan telah dilakukan dalam pertemuan di Jakarta beberapa waktu lalu.
Nantinya ada dua skema tenaga kerja yang akan dibutuhkan, yakni bersifat temporer dan tetap. Tenaga kerja temporer atau sementara diperlukan selama proyek fasilitas proyek strategis nasional itu mulai dikerjakan. Sementara itu, tenaga kerja permanen diperlukan saat memasuki kegiatan operasi.
"Untuk temporer akan disesuaikan dengan jadwal proyek. Tahap awalnya yakni pembukaan lahan. Berarti tenaga kerja yang direkrut sesuai dengan kebutuhan di lapangan," ujarnya.
Tentang jumlah yang dibutuhkan, pihaknya saat ini belum bisa mengalkulasi secara terperinci. Pasalnya, kebutuhan harus disesuaikan dengan jenis pekerjaan yang dilakukan. Saat tahapan konstruksi sejumlah pekerjaan akan oleh beberapa kontraktor secara terpisah, seperti mengurus kendaraan, makanan maupun konstruksi sejumlah fasilitas.
Namun ia memastikan, tahap konstruksi ini akan menyerap tenaga kerja sangat besar. Sebagiaan besar warga di Maluku akan terserap sebagai tenaga kerja untuk jangka waktu hingga 5 tahun.
Untuk itu, ia meminta Pemprov Maluku dan Pemkab Kepulauan Tanimbar supaya membantu penyiapan tenaga kerja lokal. Di mana kompetensi yang diperlukan adalah mereka yang siap berkompetisi sesuai kualifikasi yang dibutuhkan saat megaproyek ini dimulai.
"Jadi, berbagai hal menyangkut penyerapan tenaga kerja ini masih terus kami bahas dan diharapkan Pemprov Maluku dan Pemkab Kepulauan Tanimbar. Sebanyak mungkin kami akan gunakan tenaga kerja lokal," tegasnya.
Terpisah, Inpex memperkirakan memerlukan waktu selama 2 tahun untuk menyosialisasikan berbagai kebijakan dan program pengembangan ladang Gas Abadi Blok Masela. Selain kepada pemerintah provinsi dan Pemkab Kepulauan Tanimbar, sosialisasi juga dilakukan kepada berbagai kelompok kepentingan. Termasuk juga pada masyarakat di sejumlah desa yang terdampak dengan pengembangan megaproyek tersebut.
Tujuannya agar masyarakat luas dapat mengetahui dan memahami dengan jelas dan pasti tentang rencana kerja pengembangan Ladang Gas Blok Masela.
"Sosialisasi kegiatan pengembangan Ladang Gas Blok Masela kepada masyarakat akan dilakukan selama dua tahun hingga memasuki waktu konstruksi pada 2022," kata Vice President Corporate Services Inpex Masela, Ltd, Nico Muhyiddin di Ambon, Rabu (7/8).
Pihaknya juga, tandas Nico, sudah mempertimbangkan untuk melakukan sosialisasi kepada pemerintah dan masyarakat pada beberapa desa di kabupaten Maluku Barat Daya (MBD). Pasalnya, wilayah tersebut merupakan daerah terdekat dan terdampak proyek strategis nasional ini.
"Banyak masukan termasuk dari Bupati MBD, Benjamin Noah yang menginginkan sosialisasi dilakukan di kabupaten tersebut. Hal ini akan dibicarakan dengan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) untuk diputuskan bersama," katanya.

Sosialisasi di Kepulauan Tanimbar yang merupakan lokasi utama pembangunan kilang darat gas alam cair (liquefied natural gas-LNG) akan dilakukan di Saumlaki, pada Kamis (8/8). Dilanjutkan dengan konsultasi publik ke masyarakat di sejumlah desa di kabupaten tersebut hingga 16 Agustus 2019.
Rencana pengembangan proyek LNG Abadi, jelas dia terdiri dari beberapa fasilitas utama beserta potensi dampaknya yakni pembangunan dan pengoperasian fasilitas sumur gas bawah laut (Subsea Umbilicals, Risers and Flowlines-SURF) di Lepas Pantai Arafura.
Fasilitas Pengolahan (Floating Production, Storage and Offloading Facilities - FPSO) di lepas pantai Arafura atau, pipa gas bawah laut (Gas Export Pipeline-GEP) dari FPSO ke fasilitas penerima gas di darat (Gas Receiving Facility-GRF) serta fasilitas Kilang OLNG (Onshore Liquefied Natural Gas) di darat.
Nico juga menjelaskan gambaran umum skema proyek LNG Abadi Blok Masela. Pertama-tama, pengembangan dilakukan dengan membuat fasilitas sumur pengeboran bawah laut dan fasilitas SURF. Yaitu mengumpulkan gas dari sumur-sumur produksi gas alam di dasar laut pada kedalaman kira-kira 600 meter dari permukaan laut.
Dari sumur pengeboran bawah laut, gas alam tersebut akan disalurkan melewati fasilitas SURF ke fasilitas Pengolahan Lepas Pantai (FPSO). Di mana dalam fasilitas ini, gas dan kandungan kondensat akan dipisahkan.
Selanjutnya gas kering sebagai hasil pemisahan tersebut akan dialirkan ke Kilang LNG darat melalui pipa sepanjang kira-kira 175 kilometer dan melewati palung sedalam 1.600 meter di bawah laut.
Sebelumnya Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan menegaskan, proyek tersebut akan menyerap ribuan tenaga kerja baik saat konstruksi maupun produksi onstream.
Diperkirakan saat pembangunan fasilitas Blok Masela dapat menyerap 30.000 tenaga kerja langsung maupun pendukung. Sementara saat beroperasi, tenaga kerja yang akan diserap antara 4.000—7.000 orang, termasuk pembangunan industri petrokimia.
Pengembangan Ladang Abadi Blok Masela merupakan investasi asing terbesar sejak 1968 dan simbol pembangunan di Indonesia Timur yang berskala global setelah Freeport Indonesia. Tahapan konstruksi pengembangan Ladang gas Abadi Blok Masela akan dimulai pada 2022 dan diharapkan rampung pada 2027.
Pengembangan Blok Masela menelan total biaya pengembangan lapangan mencapai US$18,5—19,8 miliar.
Jumlah output gas alam di Lapangan Abadi sebesar 10,5 juta ton per tahun. Produksi itu mencakup sekitar 9,5 juta ton gas alam cair/LNG per tahun dan memasok penyediaan gas untuk lokal melalui jalur pipa.
Untuk kondensatnya, mencapai sekitar 35.000 barel kondensat per hari. SKK sendiri menargetkan blok Masela akan mulai produksi pada 2027.
Inpex saat ini terlibat kurang lebih di 70 proyek migas di lebih dari 20 negara termasuk Indonesia, Australia, Kazakstan, dan Uni Emirat Arab. Di Indonesia, Inpex telah hadir sejak 1966 melalui Kontrak Kerja Sama (KKS) dengan Pemerintah Indonesia dibawah supervisi SKK SKK Migas.
Saat ini, Inpex berpartisipasi dalam 5 blok Migas yang mencakup kegiatan eksplorasi, pengembangan dan produksi, termasuk menjadi operator di Blok Masela yang terletak di lepas pantai, yaitu Laut Arafura arah barat daya Kota Saumlaki, KKT. (Bernadette Aderi)