22 September 2017
15:00 WIB
Editor: Nofanolo Zagoto
JAKARTA – Hubungan dua produsen ponsel terkemuka di dunia, Samsung dan Apple, layaknya teman dan musuh sekaligus. Kedua produsen ini digambarkan tak akur karena sampai berulang kali saling gugat di pengadilan karena masalah hak paten. Namun, di sisi lainnya, mereka selama ini ternyata juga menjalin kerja sama dalam hal penyediaan suku cadang ponsel.
Paling tidak ‘pertemanan’ bisnis ini terjadi ketika Apple coba beralih dari penggunaan teknologi layar Organic Light-Emitting Diode (OLED) untuk produk iPhone 8 miliknya. Pada kenyataannya, bila sebelumnya pasokan untuk layar Liquid Crystal Display (LCD) ini mereka peroleh dari LG Electronics, tapi untuk penyediaan layar OLED ini mereka tak sungkan bekerja sama dengan pesaing utamanya, produsen asal Korea Selatan, Samsung.
"Pasokan panel OLED untuk iPhone dikendalikan sepenuhnya oleh Samsung, bukan Apple," begitulah kira-kira ucap seorang analis KGI Securities, Ming-Chi Kuo, seperti yang dikutip Business Insider.
Kerja sama di antara keduanya, tak hanya terjadi sekali waktu ini saja. Terkait produk-produk flagship (produk unggulan) terdahulu yang diluncurkan produsen asal Amerika Serikat itu, Samsung sebetulnya juga merupakan pemasok utama sejumlah komponennya sejak awal. Bantuan pasokan mereka itu terutama untuk pemenuhan prosesor A-series dan chip flash NAND Flash. Terakhir mereka juga memasok chip DRAM untuk iPhone 7.
Rival Sejati
Namun di luar kebutuhan komponen itu, Apple dan Samsung sesungguhnya merupakan rival sejati. Bahkan sejak tahun 2011 keduanya tercatat saling gugat lewat pengadilan karena persoalan hak paten. Apple pernah melayangkan gugatan kepada Samsung ke Pengadilan Distrik California dengan tuduhan pelanggaran paten. Apple waktu itu mempermasalahkan desain dan tampilan antarmuka pengguna pada Nexus S, Epic 4G, Galaxy S 4G, dan Galaxy Tab.
Tentunya Samsung tak terima tuduhan itu. Sehingga Samsung juga sempat menuntut balik Apple. Alhasil, pada tanggal 24 Agustus 2012 pengadilan di San Jose, California yang dipimpin hakim Lucy Koh pada 24 Agustus 2012 memutuskan Samsung bersalah karena melanggar paten milik Apple.
Samsung tak puas dan kembali bertarung dengan Apple ke tingkat peradilan yang lebih tinggi. Hasilnya, pada bulan Desember 2016, Mahkamah Agung Amerika Serikat memenangkan Samsung dan putusan itu sekaligus membatalkan pengadilan tingkat sebelumnya yang memutus dan menyatakan Samsung harus mengganti rugi sebesar $399 juta atau sekitar Rp5,3 triliun untuk Apple karena mencuri elemen rancangan ikonik dari iPhone itu.
Persaingan antara Apple dan Samsung dalam memperebutkan kursi penguasa ponsel dunia memang tak ada habisnya. Persaingan kedua merek kenamaan ini malah sudah terjadi semenjak Samsung merilis ponsel pintar pertamanya, Samsung Galaxy S.
Awalnya, Apple menjadi primadona melalui produk iPhone pertamanya sejak tahun 2007. Ketertarikan masyarakat yang besar itu berkat layar besar, kemampuan multi-touch dan layar keyboard sempurna yang dimiliki IPhone.
Di tahun-tahun selanjutnya, Apple pun tak berhenti berinovasi. Mereka merilis iPhone 3G pada tahun 2008, serta App Store sebagai layanan pendukung dari produk-produknya. Kemudian pada tahun 2009 Apple juga kembali merilis produk baru yaitu iPhone 3GS yang merupakan upgrade dari produk sebelumnya.
Barulah persaingan dengan Samsung mulai memanas ketika Samsung merilis smartphone pertama miliknya, Samsung Galaxy S pada tahun 2010. Tipe ini memang dibuat Samsung buat berhadapan langsung dengan flagship Apple kala itu, yakni iPhone 4.

Kehadiran Samsung Galaxy S ini membuat dominasi Apple mulai goyah. Bagaimana tidak, spesifikasi produk smartphone pertama Samsung ini sangat mumpuni. Mereka hanya membutuhkan waktu sebentar untuk mengubah pilihan banyak konsumen berkat kemampuan resolusi 480 X 800, desain tipis yang elegan dan sistem operasi Android 2.1 dalam Samsung Galaxy.
Selain itu, Galaxy S juga dilengkapi teknologi layar baru, Super AMOLED, dan kamera 5 megapixel yang mampu merekam video secara high-definiition (HD).
Satu tahun setelahnya, Apple dan Samsung lagi-lagi bersaing dengan produk terbaru masing-masingnya. Apple merilis iPhone 4S, sedangkan Samsung merilis Galaxy S II dan Samsung Galaxy Note. Kala itu, Samsung melakukan promosi besar-besaran yang secara terang terangan menyerang Apple dengan tag line “Next Big Thing”.
Setelah sukses dengan produk terbarunya, Samsung yakin bahwa ponsel dengan layar besar diminati oleh konsumen dan pada 2012, tepatnya di bulan Mei, Galaxy S III dirilis kepasaran. Galaxy S III sendiri merupakan sebuah ponsel dengan layar 4,8 inci dan resolusi 720 X 1280 piksel. Selain tampilan, Galaxy S III juga memiliki perangkat lunak yang mengesankan, dengan menggunakan prosesor quad-core.
Kemunculan Galaxy S III ini lah yang kemudian membuat orang-orang mulai berpikir bahwa Apple kini terlalu lambat memberikan inovasi pada produknya. Anggapan itu ada walau di akhir tahun yang sama, Apple merilis iPhone 5 dengan layar yang lebih besar dan kemampuan processing yang lebih mumpuni.
Bagaimana pun pandangan pelbagai pihak, sejak saat itulah dua produsen raksasa ini telah menguasai industri ponsel pintar di dunia. Terutama untuk pasar ponsel premium.
Geliat keduanya merajai pasar ponsel pintar setidaknya sudah mulai tampak sejak tahun 2012. Tercatat pada tahun itu, marketshare dari Samsung meningkat pesat dari tahun 2011 yang hanya sebesar 19,0% menjadi 39,6%. Sedangkan marketshare Apple berada pada angka 25,1%. Sedangkan raja industri ponsel terdahulu, Nokia, berada di posisi ketiga dengan hanya 6,4%.
Persaingan keduanya terus berlanjut. Setiap tahunnya, baik Samsung dan Apple merilis produk andalan baru mereka. Namun hingga awal tahun 2017, Samsung masih menguasai pasar smartphone secara global. Meski terus berhasil mengalahkan Apple, market share samsung di tahun 2016 perlahan menurun.
Pada quartel pertama 2016, marketshare Samsung sebesar 23,8% menurun pada kuartel keduamenjadi 22,7%, pada kuartel ketiga menjadi 20,9% dan menjadi 18,0% pada kuartel ke empat, namun kembali meningkat pada kuartel pertertama 2017 menjadi 23,3%.
Sama seperti Samsung, market share Apple juga menurun pada 2016. Pada kuartel pertama sebesar 15,4%, menjadi 11,7% di kuartel kedua, kemudian kembali meningkat di kuartel ketiga menjadi 12,5% dan menjadi 18,2% di kuartel keempat. Tahun ini, Apple masih tertinggal jauh dari Samsung dan hanya memegang 14,7% dari pasar global.
Ancaman Produk China
Walaupun Samsung dan Apple berada di puncak industri ponsel pintar, bukan berarti hanya mereka berdua yang mengendalikan pasar dunia. Belakangan ini, Samsung dan Apple dibuat ketar-ketir oleh kehadiran sejumlah pesaing baru asal China, seperti Huawei, Oppo, dan Vivo.
Pada saat ini Huawei masih mencatatkan namanya sebagai merek smartphone yang mendominasi pasar ponsel di China dan menempati urutan tertinggi ke 3 dalam pasar global. Tercatat, pengiriman produk Huawei di Cina naik sebesar 23%, dari 28,1 juta unit pada tahun 2016 menjadi 34,6 juta unit hanya pada kuartal pertama tahun ini.
Di sektor produk premium, Huawei masih memimpin dengan seri P dan Mate, sedangkan untuk pasar menengah produk andalannya seri Y dan Honor masih menjadi primadona. Walaupun begitu, penjualan produk Huawei masih kurang laku di pasar Amerika Serikat. Sehingga banyak pihak yang meragukan mereka untuk bisa menyusul kedigdayaan Samsung dan Apple.
Pada urutan keempat, Oppo dengan produk andalannya R9s mampu menguasai 5,5% pasar ponsel pintar global pada kuartal pertama 2017. Berbeda dengan pesaingnya Huawei, perkembangan penjualan Oppo justru lebih tinggi di luar wilayah China. Dengan mengandalkan kemampuan kamera pada setiap produknya, Oppo terbukti berhasil menarik perhatian di Asia, Timur Tengah hingga Afrika. Ekspansinya juga tercatat cukup pesat di India dan Indonesia.
Pemegang marketshare terbesar kelima dalam industri ponsel pintar dipegang Vivo. Sama seperti Oppo, sejumlah produk Vivo juga mengandalkan fitur kamera yang mumpuni. Sebutlah produk andalannya yang diberi nama x9, hingga kini masih kuat kehadirannya di wilayah Cina.
Sayangnya, secara global, marketshare Vivo terbilang tidak stabil. Mereka sempat menguasai 5,9% pasar ponsel pintar global pada kuartal ketiga tahun 2016, namun malah turun menjadi 5,5% pada kuartal pertama 2017.
Menghadapi kenyataan ini mereka tak tinggal diam. Buat meningkatkan pengaruh dan penjualan, Vivo memperkuat promosinya. Mereka ikut serta menjadi sponsor di Indian Premier League 2017. Vivo juga melakukan promosi besar di Indonesia dengan menyediakan layanan single-day phone repairs atau perbaikan ponsel dalam waktu satu hari saja. (Berbagai sumber, Muhammad Fauzi)