c

Selamat

Selasa, 4 November 2025

EKONOMI

08 Juli 2017

03:53 WIB

Risau Dengan Harga Karet Dunia

Tren penurunan harga berimbas ke sejumlah negara. Kondisi ekonomi negara konsumen sangat memengaruhi

Editor: Agung Muhammad Fatwa

Risau Dengan Harga Karet Dunia
Risau Dengan Harga Karet Dunia
Petani menoreh pohon karet di kawasan perkebunan kebun karet Jawi jawi, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan, Rabu (5/7). Pada tahun ini produksi karet akan meningkat sekitar 2,98 persen dimana pada tahun 2016 memproduksi sebesar 3.182 juta ton dan pada tahun 2017 diperkirakan mencapai 3,277 juta ton. Hal tersebut disebabkan naiknya harga karet yang membuat petani lebih meningkatkan penyadapan karet. ANTARA FOTO/Abriawan Abhe

LEBAK – Harga karet dunia tengah turun. Imbasnya langsung dirasakan oleh lima besar produsen karet dunia. Indonesia, sebagai negara kedua produsen terbesar setelah Thailand, pasti merasakan ini.

Salah satu daerah penghasil karet yang dekat dengan Jakarta; Lebak, sudah mengalami imbas ini. Harga yang semula mencapai Rp25.000 per kilogram beringsut menjadi Rp8.000. Kini menyusut lagi menjadi Rp4.000. Akibatnya, ribuan buruh sadap karet di Kabupaten Lebak, Banten, terancam menganggur sejak dua pekan terakhir.

"Kami bingung saat ini harga karet berupa getah ditampung Rp4.000 dari sebelumnya Rp8.000 per kilogram dan karet berupa shite Rp8.000, padahal sebelumnya Rp25.000 per kilogram," kata Kosim, seorang pekerja Perkebunan Besar Swasta (PBS) di Lebak, Jumat (7/7), sebagaimana dilansir Antara.

Perusahaan swasta yang mengembangkan komoditas perkebunan karet terpukul dengan harga anjlok di pasaran. Salah satu perusahaan yang mempunyai luas lahan 400-an hektare untuk perkebunan karet merasakan kesulitan akibat menciutnya harga. Pembayaran gaji buruh sadap tersendat-sendat dan tidak lancar. Pendapatan pun menurun sampai 70%-nya.

Bahkan ada kekhawatiran jika krisis berlanjut akan terjadi pemutusan hubungan kerja. Yang paling terimbas adalah buruh penyadap dan di bagian proses produksi lainnya.

“Jika harga karet terus anjlok kemungkinan akan terjadi pemutusan hubungan kerja terhadap buruh sadap," katanya.

Terhadap hal ini, Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Lebak Dede Supriatna memperkirakan, krisis harga akan berakibat jelas terhadap 32.000 buruh karet yang tersebar di 28 kecamatan di wilayahnya. Adapun upah yang mereka dapatkan biasanya Rp50.000 per hari untuk menyadap dan kegiatan lainnya dari pagi hingga petang.

Sarip, pengelola PT Pasir Cilaki Kecamatan Cimarga, Kabupaten Lebak mengaku selama ini produksi harga karet di pasaran domestik maupun mancanegara anjlok. Penurunan harga disebabkan produksi karet sintesis yang dinilai lebih berkualitas dibandingkan produk yang menggunakan bahan baku karet alam.

Pengalaman Negara Lain
Di dalam negeri, efek ini akan makin terasa ke depan jika harga tak kunjung membaik. Banten bukanlah provinsi pemasok karet terbesar di Tanah Air. Ada daerah lain yang kondang sebagai penghasil karet. Sumatra Selatan, Sumatra Utara, Riau, Jambi, dan Kalimantan Barat adalah  lima provinsi andalan RI untuk produksi karetnya.

Pukulan keras juga tengah dirasa Myanmar. Meski tak duduk sebagai lima besar pemasok karet dunia, negara ini merasakan dampak yang juga tak menyenangkan dari melorotnya harga karet.

Menurut U Khaing Myint, Sekjen Asosiasi Petani dan Produsen Karet Myanmar dalam wawancara dengan Global Newlight of Myanmar, pekan lalu, penurunan harga disebabkan ekonomi dunia tak stabil kini. Sejak Mei lalu, imbas penurunan dirasakan karena terjadi penurunan produksi mobil dan kegiatan pertambangan, baik minyak, ataupun gas.

Nah, yang terjadi pada Thailand agak berbeda. Produsen karet terbesar dunia ini kini tak begitu terpengaruh kondisi ekonomi dunia.

Yang juga membedakan dari kondisi ketiga produsen karet dunia ternyata adalah profil pembeli karet. Konsumen dominan dari karet Myanmar, menurut U Khaing Mynt, adalah China. Sebanyak 70% produksi Myanmar dikirimkan ke China. Sisanya dikirimkan juga ke Singapura, Malaysia, Vietnam, India, Korea, dan Jepang. Nah, karena di China tengah terjadi penurunan produksi barang-barang yang memerlukan karet, imbasnya dirasakan Myanmar.

Sejak Mei lalu, karet Myanmar jatuh di harga US$ 1400 per ton, di saat harga produksi negara lainnya mencapai US$1800—2000 per tonnya. Persaingan di kalangan produsen juga makin kuat. Myanmar mengaku kalah dari negara-negara tetangganya.

Sebaliknya, Thailand tak begitu merasakan penurunan harga. Ekspor negara ini ke Jepang dan Australia masih tetap baik. Apalagi, nilai tukar yen cenderung stabil belakangan ini.  

Indonesia, di sisi lain, memang mengalami dampak penurunan harga karet. Apalagi, Argentina, beberapa waktu lalu, menegaskan tetap mengandalkan Indonesia sebagai pemasok utama karet untuk beragam industri.

Hampir 90% bahan baku perusahaan penghasil ban kendaraan bermotor di Argentina, Fate S.A.I.C.I (Fate), adalah karet dari Indonesia.

"Indonesia memiliki produk karet dengan kualitas yang sangat baik, utamanya dalam hal kadar viskositas yang sangat sesuai dengan yang kami butuhkan," kata Jorge del Priore saat menerima staf KBRI Buenos Aires di Kantor Fate S.A.I.C.I dan Fate-Aluar Group di Provinsi Buenos Aires, Argentina, sebagaimana dilansir Antara, Kamis (6/7).

Sebagai informasi, Argentina adalah negara kedua terbesar di Amerika Selatan. Sementara itu, pabrikan Fate merupakan salah satu dari lima besar perusahaan penghasil ban kendaraan bermotor di Argentina. Pabrik ban Fate mengimpor sekitar 18.000 ton karet per tahun yang 90%-nya dari Indonesia. Impor bahan baku karet dari Indonesia tersebut diperkirakan mencapai US$18 juta pada 2016.

Euromonitor, entitas bisnis eropa yang mengkaji berbagai komoditas dunia, menilai krisis bukan ancaman serius bagi produksi karet RI. Dalam laporannya beberapa waktu lalu, lembaga ini malah memprediksi negeri ini, akan menjadi produsen nomor wahid dunia untuk berbagai bahan dari karet. Pertumbuhan ekonomi RI dinilai bisa menempatkan negeri ini menjadi di posisi puncak itu pada 2020. Apalagi, kini pemerintah tengah menggenjot pembangunan infrastruktur.

Jika ini sesuai prediksi, selayaknya kita tak perlu khawatir berlebihan. Semoga saja demikian. (Rikando Somba)


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar