19 November 2020
11:49 WIB
Editor: Agung Muhammad Fatwa
JAKARTA – Pemerintah Indonesia dan Amerika Serikat menandatangani Nota Kesepahaman atau Memorandum of Understanding/MoU mengenai pendanaan infrastruktur dan perdagangan senilai US$750 juta.
Nota Kesepahaman tersebut ditandatangani oleh Duta Besar Indonesia untuk AS, Muhammad Lutfi, mewakili Pemerintah Indonesia. Dan, Presiden Exim Bank AS Kimberly Reed. Disaksikan oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Indonesia Luhut Binsar Pandjaitan di KBRI Washington DC, Rabu (18/11) waktu setempat.
Dubes Lutfi menjelaskan hubungan bilateral RI-AS didasarkan atas kesamaan nilai dalam mewujudkan kesejahteraan bagi rakyat kedua negara, memajukan demokrasi, dan stabilitas kawasan.
"MoU ini akan semakin perkuat kemitraan ekonomi RI-AS dalam upaya memperluas bidang kerja sama investasi serta pengadaan barang dan jasa," kata Dubes Lutfi dalam siaran pers KBRI Washington DC Kamis (19/11), dilansir dari Antara.
Lutfi menyebutkan, MoU tersebut menegaskan komitmen kedua negara untuk memperkuat kerja sama ekonomi. Khususnya, di bidang pendanaan pembangunan investasi dan perdagangan.
Angka yang disepakati dalam MoU kali ini, lanjutnya, meningkat dari nilai kesepakatan pada tahun 2017-2018 sebesar US$500 juta.
Menko Luhut Pandjaitan yang menyaksikan penandatanganan MoU tersebut menyampaikan optimisme terhadap peningkatan hubungan bilateral kedua negara. Hal ini berkaca dari dari berbagai capaian yang telah berhasil diraih dalam kurun waktu terakhir. Antara lain perpanjangan fasilitas Generalized System of Preferences atau GSP dari AS untuk Indonesia. Serta, komitmen partisipasi AS dalam pembangunan infrastruktur di Indonesia.
Sementara Presiden Exim Bank AS Kimberly Reed menegaskan perjanjian tersebut merupakan capaian yang signifikan guna memperkuat partisipasi Negeri Paman Sam dalam pembangunan di Indonesia. Terutama pada sektor energi, infrastruktur, transportasi, teknologi informasi dan komunikasi, pelayanan kesehatan, dan lingkungan.
"MoU ini mencerminkan betapa pentingnya Indonesia bagi Pemerintah AS," kata Kimberly.
MoU juga dinilai akan memperluas peluang bagi RI dan AS untuk bekerja sama dalam pengadaan barang dan jasa untuk proyek-proyek pemerintah.
Selain itu juga diharapkan mendorong peluang pengembangan usaha, antara lain di sektor infrastruktur, transportasi, energi, infrastruktur rantai pasokan pertambangan, lingkungan hidup, teknologi komunikasi dan informasi, keselamatan dan keamanan, layanan kesehatan, dan informasi geospasial.
Sepanjang Januari-Oktober 2020, Badan Pusat Statistik atau BPS mencatat ekspor Indonesia ke AS mencapai US$15,14 miliar, tumbuh 3,34% dibandingkan tahun lalu di periode yang sama sebesar US$14,65 miliar.
Dengan capaian ini, AS menjadi pasar kedua terbesar bagi produk Indonesia setelah China. Ekspor ke China pada periode tersebut sebesar US$21,17 miliar.
Di sisi impor, Indonesia mendatangkan produk AS senilai US$6,19 miliar, turun 8,97% dibandingkan Januari-Oktober 2019 US$6,8 miliar. Dengan demikian, Indonesia membukukan surplus US$8,95 miliar.
Masih di sisi impor, AS menjadi sumber impor terbesar keempat setelah China di urutan pertama dengan nilai US$31,02 miliar. Jepang di urutan kedua, senilai US$8,8 miliar dan Singapura di urutan ketiga dengan nilai impor US$6,73 miliar.
Perdagangan kedua negara terus bertumbuh, dengan tren pertumbuhan sepanjang 2015-2019 sebesar 4,67%. Pada periode ini, ekspor Indonesia tumbuh 3,27% sedangkan impor tubuh 7,57%. Seiring pertumbuhan impor yang lebih besar, surplus yang dikantongi Indonesia menyusut 0,82%.
Sementara, Amerika Serikat masuk dalam 10 besar negara asal Penanaman Modal Asing atau PMA pada Januari-September 2020. Tepatnya pada peringkat 8. Pada periode tersebut, total investasi asal Negeri Paman Sam mencapai US$480,1 juta,m mencakup 1.024 proyek. (Fin Harini)