c

Selamat

Sabtu, 15 November 2025

EKONOMI

27 Juli 2020

16:29 WIB

Proteksionisme Global Jadi Tantangan Perdagangan Internasional

Kendati ada kecenderungan proteksionisme, Indonesia dinilai berpeluang lebih karena proporsi ekspor dan impor yang minimal

Editor: Nadya Kurnia

Proteksionisme Global Jadi Tantangan Perdagangan Internasional
Proteksionisme Global Jadi Tantangan Perdagangan Internasional
Alat berat beroperasi di kawasan penambangan batu bara Desa Sumber Batu, Kecamatan Meureubo, Aceh Barat, Aceh, Rabu (8/7/2020). Kementerian ESDM menetapkan Harga Batu bara Acuan (HBA) Juli 2020 sebesar US$52,16 per ton turun sebesar US$0,82 per ton atau 1,54 persen dibandingkan Juni 2020 sebesar US$52,98 per ton, penurunan tersebut disebabkan minimnya permintaan ekspor batu bara untuk pasar global khusunya China dan India. ANTARAFOTO/Syifa Yulinnas

JAKARTA – Pandemi berpotensi memunculkan tren proteksionisme antarnegara, khususnya pasca berakhirnya Covid-19. Indonesia mesti memanfaatkan peluang yang muncul dari keadaan ini. 

Peneliti Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet mengatakan, proteksionisme akan mempersulit proses konsolidasi pemulihan ekonomi global. Namun ia menilai, Indonesia memiliki peluang lebih di tengah kondisi ketidakpastian global. 

"Karena proporsi ekspor dan impor dalam PDB Indonesia masih minimal," katanya kepada Validnews, Jakarta, Senin (27/7).

Sejauh ini, eskalasi tensi perdagangan global hanya akan sedikit memengaruhi kinerja perdagangan pada kuartal III dan IV tahun ini. Pihaknya, memperkirakan keadaan net ekspor atau ekspor dikurangi impor masih akan mencatatkan pertumbuhan. 

Namun, pertumbuhan tersebut terdorong ekspor yang meningkat dan impor yang melambat. Padahal, proporsi impor tersebut cukup besar untuk mendukung aktivitas industri domestik. 

"Sehingga hal ini mesti diantisipasi pemerintah," ujarnya. 

Selain itu, kontraksi pertumbuhan impor bisa menyebabkan perlambatan proses pemulihan ekonomi. Apalagi, industri manufaktur merupakan sektor yang berkontribusi besar pada perekonomian Indonesia.

Sebelumnya, CORE mencatat impor bahan baku dan barang modal pada lima bulan pertama tahun ini masing-masing terkontraksi 13% dan 19%. Namun, surplus tersebut diperkirakan akan menurun sejalan dengan peningkatan permintaan domestik secara gradual pasca pemberlakuan New Normal.

Tekanan ekspor terjadi karena beberapa negara mitra utama ekspor, seperti China, Uni Eropa, dan negara-negara ASEAN. Namun, sejalan dengan masih rendahnya pertumbuhan konsumsi dan ekspor mereka, permintaan ekspor dari negara-negara tersebut masih relatif rendah dibandingkan dengan tahun lalu. 

Selain itu, turunnya pertumbuhan ekspor juga dipengaruhi oleh harga komoditas yang masih rendah dibandingkan tahun lalu. Periode Januari-Juni, beberapa harga produk ekspor andalan masih cenderung melemah dibandingkan harga pada akhir tahun lalu (ytd), seperti minyak sawit (-21%) dan batubara (-15%). 

Ke depan, ia menyarankan, pemerintah bisa membidik peluang relokasi investasi dari beberapa negara kala ketidakpastian kondisi geopolitik. Misalnya, peluang beberapa perusahaan dari Negeri Paman Sam yang berniat relokasi akibat sentimen perang dagang serta covid-19. 

"Hanya saja tentu perlu upaya ekstra untuk mewujudkan agar investasi bisa terealisasi dengan beragam kebijakan yang dibutuhkan investor, seperti kepastian hukum, ongkos logistik yang rendah dan lainnya," katanya. 

Dalam hal perdagangan, pemerintah juga perlu memastikan eskalasi tensi geopolitik tidak mengganggu rantai pasok, khususnya bahan baku industri domestik.

Selain itu, meningkatnya tensi geopolitik justru akan menyebabkan tantangan baru dalam negosiasi dagang. 

"Karena pandangan negara akan lebih mengutamakan dalam negerinya (inward looking) daripada dengan negara lain (outward looking)," ujarnya.

Maksimalkan Jalur Perdagangan 

Direktur Program Institute for Development of Economics (INDEF) Esther Sri Astuti mengatakan, pandemi sudah pasti menganggu kinerja perdagangan. Saat ini, memulihkan kinerja perdagangan perlu dilakukan untuk memacu ekspor dan nilai perdagangan internasional, 

Pemerintah dapat menyelenggarakan pameran dagang seraca online serta proaktif dengan perwakilan dagang di luar negeri. Selain itu, menjalin kerjasama dengan asosiasi setempat dan menjamin kualitas serta pengiriman barang dapat dilakukan oleh pihak bisnis. 

"Berkolaborasi dengan diaspora untuk mendongkrak perdagangan Indonesia hingga fokus kepada negara yang relatif telah aman dari pandemi bisa juga dimaksimalkan," katanya. 

Berdasarkan penelitian INDEF, perekonomian nasional akan tumbuh negatif pada kuartal II dan memasuki zona resesi pada kuartal III/2020. Pada kuartal II, ekonomi
diproyeksi tumbuh negatif kisaran -3,26% hingga -3,88%. 

Sementara, pada triwulan III, ancaman pertumbuhan ekonomi negatif juga masih membayangi perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang susut di kisaran -1,3% hingga -1,75%.(Khairul Kahfi)


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar