27 Desember 2018
13:13 WIB
Editor: Agung Muhammad Fatwa
JAKARTA – Promosi menjadi faktor vital dalam pengembangan pariwisata, tidak terkecuali bagi Indonesia. Memiliki garis pantai terpanjang di Indonesia, memasarkan kecantikan pantai nusantara pun kerap menjadi strategi promosi kementerian terkait. Hanya saja dengan kondisi bencana yang terus data pada tahun 2018 ini, pemerintah disarankan mengalihkan promosi pariwisatanya ke jenis lain.
Wakil Ketua Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (Asita), Ophan Lamara menjelaskan, runtutan bencana di tahun ini memang banyak yang mengarah ke konsep wisata bahari. Mulai dari letusan Gunung Agung di Bali, gempa di Lombok, sampai tsunami di Selat Sunda. Ketakutan wisatawan untuk berpelancong ke wilayah pantai pun diakuinya akan lebih besar.
Agar kunjungan wisatawan baik mancanegara maupun nusantara tidak makin tergerus karena ketakutan itu, baiknya ditawarkan penawaran lain terkait pilihan destinasi wisata. Setidaknya dengan demikian, jumlah wisman maupun wisnus bisa dijaga agak tidak ke titik terendah.
“Perlu promo atau penawaran alternatif. Mungkin kita sekarang tidak bisa menggalakkan destinasi pantai. Kan Indonesia sangat luas, destinasi budaya, gunung, dan lainnya sangat menarik,” tuturnya kepada Validnews, Senin (28/12).
Di Indonesia wisata bahari, tidak terkecuali kawasan pantai, memang memegang porsi cukup penting dalam geliat pariwisata nusantara. Mengutip publikasi Kementerian Pariwisata (Kemenpar) bertajuk Pembangunan Destinasi Pariwisata Prioritas 2016—2019, sebanyak 45% wisatawan memang lebih memilih destinasi yang bersifat alam. Di mana 35% dari kelompok tersebut menyasar wisata bahari sebagai pilihannya.
Besarnya potensi wisata bahari nusantara pun telah ditangkap oleh pemerintah. Terlihat dari penggarapan 10 Bali Baru di mana 70%-nya merupakan kawasan wisata bari. Sementara sisanya berupa kawasan wisata budaya.
Walaupun memegang peranan cukup besar, porsi pilihan wisatawan untuk berpelancong keliling nusantara lebih banyak yang mengarah ke wisata budaya. Kontribusinya mencapai 60% dari total perjalanan di Indonesia.
Hal ini pulalah yang disadari Asita. Ophan menyebutkan, baiknya pemerintah mengarahkan promosi ke sektor budaya dan belanja guna menarik wisatawan.
“Saya pribadi memang sedang giat-giatnya menyarankan kepada teman-teman konsumen untuk sementara memang jangan berwisata bahari dulu. Karena memang situasinya sedang tidak mendukung,” ujarnya lagi.
Meninjau data Kemenpar, pentingnya promosi terlihat dari besarnya dana yang digelontorkan terkait hal ini. Pada tahun 2017 kemarin, alokasi anggaran Kemenpar untuk promosi bahkan mencapai kisaran 50% dari total anggaran Rp3,82 triliun. Itu berarti setidaknya digelontorkan sekitar Rp1,91 triliun guna memasarkan berbagai destinasi wisata nusantara.
Alokasi yang lebih besar bahkan sempat terjadi pada 2016. Dari dana Rp 4,24 triliun yang dianggarkan ke kementerian tersebut di APBN Perubahan, sebanyak Rp2,95 triliun diserahkan untuk kegiatan promosi. Persentasenya mencapai 70%.
Kenaikan alokasi di bidang promosi juga mulai tampak dari 2015. Kala itu, pemerintah mematok 55% dari total anggaran Kemenpar dilempar untuk pemasaran. Nilainya mencapai Rp1,38 triliun. Melonjak drastis dibandingkan alokasi promosi Kemenpar pada 2014 yang hanya 25% dari total anggaran, yakni sebesar Rp373 miliar.
Antisipasi
Selain mengalihkan promosi ke destinasi non-pantai, Ophan juga meminta pemerintah segera memberikan penjelasan yang detail mengenai keamanan pariwisata di Indonesia. Pasalnya pasca tsunami Selat Sunda minggu lalu, beredar di media sosial bahwa bencana yang sama akan menimpa Pulau Dewata.
“Padahal, sebetulnya Bali sangat jauh dari Krakatau. Wilayah lain seperti Bali itu hanya akan terancam jika ada gempa bumi. Beda dengan Banten dan Lampung, itu longsoran kaki gunung Krakatau,” keluh pelaku dunia usaha pariwisata ini.
Tak ayal, pemerintah dimintanya menjadi corong untuk memberikan penjelasan yang benar. Bukan hanya ke masyarakat domestik, melainkan juga pernyataan secara global. Tugas ini pun tidak hanya dilimpahkan ke Kemenpar, melainkan juga ke berbagai kementerian maupun lembaga terkait lainnya. Contohnya, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat serta Badan Nasional Penanggulangan Bencana.
“Kalau isu ini tidak dikelola dengan baik, makin minus kunjungan wisatawan kita, khususnya wisman,” ungkapnya.
Asal tahu saja, pada tahun ini pemerintah menargetkan wisman bisa mencapai 17 juta kunjungan. Dengan adanya banyak bencana, jumlah tersebut diyakini tidak akan tercapai sampai akhir tahun. Ancaman memenuhi target serupa menanti di tahun depan di mana target wisman bahkan mencapai 20 juta kunjungan. (Teodora Nirmala Fau)