c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

EKONOMI

30 November 2018

16:25 WIB

Produksi Leisure Indonesia Dinilai Perlu Digenjot

Sepanjang 2012-2016, rata-rata peningkatan jumlah perjalanan wisnas mencapai 41 ribu

Editor: Agung Muhammad Fatwa

Produksi Leisure Indonesia Dinilai Perlu Digenjot
Produksi Leisure Indonesia Dinilai Perlu Digenjot
Seorang wisatawan melakukan selam permukaan (snorkeling) di taman laut Olele, Kabupaten Bone Bolango, Gorontalo, Minggu (17/9).

JAKARTA – Bonus demografi yang dinikmati Indonesia mendorong negara ini menjadi pasar leisure yang potensial. Pemerintah dan pelaku usaha diimbau meningkatkan produksi leisure dalam negeri agar kecenderungan konsumsi leisure yang semakin meningkat bisa menjadi penggerak ekonomi nasional. Salah satunya dengan menggenjot sektor pariwisata.

Kepala Ekonom BCA, David Sumual menuturkan, potensi besar pasar leisure Indonesia berasal dari pertumbuhan penduduk milenial yang saat ini mencapai 90 juta jiwa. Ditambah lagi ada transisi masyarakat menengah bawah ke menengah atas yang semakin besar.

“Kebutuhan leisure saya pikir makin lama makin besar ya karena tren global kan sekarang semuanya serba otomatisasi, yang mempermudah produksi. Jadi, waktu luang itu semakin lama semakin banyak,” ungkap David kepada Validnews, Selasa (27/11).

Tidak sejalan dengan pertumbuhan dan segmen pasar yang beragam, ia melihat sejauh ini penawaran produk dalam negeri masih sangat terbatas. Padahal, produksi leisure yang beragam di dalam negeri berpotensi menggerakkan ekonomi nasional.

“Sebenarnya yang lokal pun jarang ya. Wisatawan domestik yang menginginkan entertainment di bidang musik maupun seni itu kan banyak sebenarnya. Kalau kita nett 4 tahun belakangan ini lebih banyak wisatawan kita yang keluar. Ini kan memboroskan devisa juga sebetulnya,” ujar David.

Sementara jika merujuk data Kementerian Pariwisata (Kemenpar), neraca pariwisata Indonesia masih mencatatkan nilai surplus. Bahkan terjadi rata-rata peningkatan kedatangan wisatawan mancanegara (wisman) ke Indonesia masih lebih tinggi dibandingkan perjalanan wisatawan Indonesia ke luar negeri atau yang kerap disebut dengan istilah wisatawan nasional (wisnas).

Data Kemenpar menunjukkan, rata-rata peningkatan jumlah perjalanan wisnas sebanyak 41 ribu perjalanan setiap tahun sepanjang periode 2012-2016. Pada tahun 2016 sendiri, jumlah perjalanan wisatawan Indonesia ke luar negeri bahkan mencapai 8,3 juta perjalanan.

Meskipun terlihat besar, jumlah ini masih kalah dibandingkan kedatangan wisman ke Indonesia, baik secara pertumbuhan maupun jumlah. Dalam periode yang sama, tercatat rata-rata peningkatan kedatangan wisma ke Tanah Air mencapai 868 ribu kedatangan setiap tahun. Adapun pada tahun 2016, kedatangan wisman ke Indonesia sudah mencapai 11,5 juta kunjungan.

David menekankan pentingnya menggiring konsumsi leisure masyarakat Indonesia ke arah pasar domestik, pun menggaet konsumen leisure dari luar negeri. Dalam hal ini, konsumsi masyarakat Indonesia terhadap produk leisure yang semakin tinggi harus segera dikolaborasikan dengan peningkatan upaya produksi.  

“Kalau makin banyak produksi dan apalagi produksi bisa digunakan bukan hanya wisatawan lokal, tapi juga luar, itu menjadi sumber devisa malah,” pungkasnya.

Adapun peningkatan produksi leisure Tanah Air, menurut David, dapat dilakukan di berbagai sektor mulai dari wisata budaya, seni, hingga olahraga. Ia mencontohkan kasus Korea Selatan yang mampu mengemas budaya popnya menjadi suguhan show yang menarik ribuan wisatawan.

“Misalnya kita ke Korea, mereka itu panci dipukul-pukul (Nanta Cooking Show-red) saja jadi wisata tuh. Di daerah Myeongdong situ tuh. Itu bisa mendatangkan wisatawan ribuan,” sebut dia.

Tak hanya itu, Negeri Gingseng tersebut juga menunjukkan komitmen serius dalam merevitalisasi situs-situs budaya yang potensial menjadi destinasi wisata mancanegara.

“Itu istana di Korea Selatan tidak ada satu pun yang asli. Semua itu rata dengan tanah. Tapi mereka kerja sama dengan swasta dibangun kembali, sekarang jadi objek wisata yang bisa menarik jutaan orang,” terangnya lagi.

Ia juga mengungkapkan, Indonesia perlu memperbanyak gelaran perhelatan berskala internasional, seperti konser musik dan kegiatan maraton. Gelaran acara tersebut bisa menarik wisatawan sampai dengan puluhan ribu orang, termasuk wisatawan mancanegara.

“Kayak maraton yang terkenal di dunia itu kan ya ada beberapa kota di dunia, Chicago, New York, Tokyo. Kenapa Indonesia tidak masuk dalam jalur itu?” tutur David.

Sementara di bidang seni, ujar David, Indonesia bisa meningkatkan kolaborasi dengan seniman-seniman global dalam penyelenggaraan festival agar bisa menarik lebih banyak pengunjung. Ia mencontohkan bagaimana festival sastra bertajuk writer and readers festival di Ubud, Bali yang sudah berjalan baik.

Lebih lanjut, David menilai, keberadaan taman hiburan dengan merek global bisa menjadi alternatif untuk mendongkrak angka wisatawan mancanegara dari kawasan sekitar nusantara. Seperti halnya Hong Kong yang memiliki Disneyland dan Singapura yang memiliki Universal Studio telah terbukti menjadi salah satu destinasi wisata favorit wisatawan dari Asia, termasuk Indonesia. (Monica Balqis)


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar