13 Maret 2018
10:43 WIB
Editor: Agung Muhammad Fatwa
JAKARTA- PT Pertamina (persero) menyatakan serius untuk menggarap bisnis petrochemical sebagai usaha lain di luar usaha inti minyak dan gas bumi (migas). Pertamina yakin, sekarang saat yang tepat untuk menggarap melakukan diversifikasi usaha.
"Gas dan Petrochemical harus direalisasikan karena inilah yang nanti akan menjadi keberlangsungan bisnis Pertamina," kata Direktur Utama PT Pertamina Elia Massa Manik di Jakarta, Senin.
Ia mengatakan sudah waktunya Pertamina melihat keluar jalur bisnis utama, sebab hampir 90% bisnis utama Pertamina masih bergerak untuk pemenuhan Bahan Bakar Minyak (BBM). Sedangkan Petrochemical adalah suatu produk atau bahan kimia yang diperoleh dari hasil pengolahan bahan bakar fosil (crude oil atau condensate).
Ia pun meminta jajaran direksi untuk terus berpikir dan tidak bermalas-malasan untuk merealisasikan keinginan tersebut. "Jangan sedikit-sedikit sewa konsultan, itu memang penting, tapi ketika bisa berinovasi sendiri maka harus direalisasikan, agar tidak membuang waktu," tuturnya.
Menurutnya, jika hanya mengandalkan bisnis migas, hanya soal waktu Pertamina akan jauh dilampaui negara-negara tetangga dan penghasil migas lainnya. Teknologi, lanjutnya, harus menjadi patokan utama dalam berinovasi, dan inovasi diyakininya tak melulu terkait hal-hal besar. Hal yang lebih penting adalah mampu merealisasikan inovasi tersebut dalam waktu yang relatif mudah.
Ia mencontohkan negara lain dapat berinvestasi sebesar US$80 miliar dalam jangka waktu lima tahun. Sedangkan Indonesia masih berkutat di angka US$20 miliar dolar dalam rentang waktu yang sama.
"Tahun depan, saya harapkan semua inovasi dapat berkutat dalam hal Petrochemical, sehingga program-program kita bisa berfokus pada pengembangan Petrochemical," katanya.
Penghematan dari Inovasi
Dikataan Elia, Pertamina sejauh ini mampu menghemat atau menciptakan nilai sebesar Rp39,79 triliun pada 2017 dari program inovasi internal perusahaan. Ia menjelaskan, secara berkelanjutan program Annual Pertamina Quality (APQ) Awards terus menghasilkan pencipataan nilai yang signifikan bagi perusahaan. Dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan, pada tahun 2016 penciptaan nilai tercatat Rp26 triliun, sementara di tahun 2017 mencapai Rp39,79 triliun.
Tahun ini APQ Awards mengusung tema "Insan Mutu Bersinergi Mendukung Pelaksanaan 8 Prioritas World Class Pertamina dalam Mencapai Visi Perusahaan". Sebanyak 3.051 risalah inovasi berhasil diselesaikan sepanjang tahun 2017, di mana 140 CIP (Continuous Improvement Program atau Program Perbaikan Berkelanjutan) lolos di tingkat korporat, yang diikuti Unit Bisnis/Unit Operasi/Region dan Anak Perusahaan Pertamina.
Ia pun menyatakan pentingnya budaya berbagi pengetahuan di perusahaan energi yang terintegrasi seperti Pertamina. Pengetahuan yang berbasis pada pengalaman di lingkungan kerja menurutnya merupakan asset perusahaan yang memiliki nilai penting dan harus didokumentasikan serta diterapkan di unit bisnis lainnya.
"Sinergi ini terbukti mampu menciptakan value creation dan aset pengetahuan sebagai competitive advantage perusahaan," jelasnya.
Pabrik Kalsiner
Sebelum menggarap bisnis petrochemical, sebenarnya Pertamina juga sudah merambah bisnis lain. Baru-baru ini saja perusahaan minyak pelat merah ini bersama dengan PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) sepakat bekerja sama membangun pabrik kalsiner (Calcined Petroleum Cokes/CPC), bahan baku pembuatan blok anoda yang digunakan untuk peleburan aluminium.
Sekretaris Perusahaan PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) Ricky Gunawan di Jakarta, Kamis, (8/3) mengatakan, penandatanganan kerja sama dilakukan antara Direktur Operasi merangkap Plt Direktur Pengembangan & Bisnis Inalum S S Sijabat dan Direktur Pengolahan Pertamina Toharso di Kuala Tanjung, Rabu (7/3).
Sijabat mengatakan, hadirnya Pertamina pada proyek kalsiner tersebut diharapkan lebih memberi pengertian akan pentingnya kokas bagi industri peleburan aluminium. "Kalsiner tidak hanya memberikan manfaat bagi Inalum, namun juga untuk negara," ungkapnya.
Sejatinya, Inalum pernah mendapatkan pasokan kokas dari Pertamina RU II Dumai pada 1988 sampai dengan 1992, namun pasokan terhenti akibat satu dan lain hal pada masa itu. "Saat ini Inalum dan Pertamina dengan semangat sinergi antar BUMN membangun pabrik kokas untuk meningkatkan nilai tambah bagi masing-masing perusahaan," ujarnya.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Pengolahan Pertamina Toharso mengatakan proyek kalsiner ini sudah lama digagas namun sampai saat ini belum terealisasikan sehingga harus segera dieksekusi bersama-sama.
"Proyek ini adalah salah satu prioritas Pertamina dari ratusan proyek lain. Ground breaking proyek ini akan dilakukan pada kuartal IV tahun 2018 dan ditargetkan beroperasi pada April 2020," kata Toharso.
Setelah penandatanganan kerja sama, rombongan Pertamina melakukan kunjungan lapangan melihat pabrik peleburan aluminium milik Inalum yang beroperasi sejak tahun 1982 dan saat ini telah menghasilkan produk berupa aluminium ingot, billet dan foundry alloy.
Progress pengembangan proyek Inalum sendiri terus menunjukkan tren yang positif dan sudah pada jalurnya sebagaimana yang digariskan di dalam road map bisnis korporasi dan salah satunya adalah proyek kalsiner ini melalui Sinergi antar BUMN. (Faisal Rachman)