c

Selamat

Sabtu, 15 November 2025

EKONOMI

16 Januari 2018

19:05 WIB

Perilaku Jajan Di Luar Masyarakat Makin Meningkat

Survei Kantar Worldpanel Indonesia menunjukkan, komposisi konsumsi masyarakat di luar rumah (out of home) 61%, sedangkan konsumsi barang untuk dibawa pulang (in home) 39%

Editor: Rikando Somba

Perilaku Jajan Di Luar Masyarakat Makin Meningkat
Perilaku Jajan Di Luar Masyarakat Makin Meningkat
Konsumen membeli makanan dan minuman di sebuah gerai. Validnews/Agung Natanael

JAKARTA- Ada kabar gembira buat para pelaku industri fast moving consumer goods (FMCG). Hasil survei yang dilakukan perusahaan riset pasar Kantar Worldpanel Indonesia mengungkapkan, konsumsi masyarakat di luar rumah (out of home) terus mengalami kenaikan seiring dengan perubahan prilaku masyarakat.

"Survei kami menunjukkan komposisi konsumsi masyarakat di luar rumah 61%, sedangkan konsumsi barang untuk dibawa pulang (in home) 39%," kata New Business Development Director Kantar Worldpanel Indonesia Fanny Murhayati di Jakarta, Selasa (16/1) seperti dilansir Antara.

Fanny mengatakan, survei yang ditujukan kepada produsen/ distributor dilakukan untuk mengetahui sejauh mana prilaku belanja masyarakat sesuai dengan penghasilan, usia, status sosial serta kategori lainnya. Hal-hal tersebut dianggap sangat menentukan dalam memilih produk sesuai harga, ukuran kemasan, rasa, dan lain sebagainya.

Fanny mengatakan, untuk survei ini, Kantar Worldpanel Indonesia melakukan tracking pada lebih dari 20 kategori, melibatkan lebih dari 30.000 panelis dan mencakup 98% populasi perkotaan di Indonesia. Survei ini, menurut Fanny, memberikan manfaat kepada para pelaku/ pemain fast moving consumer goods (FMCG) terutama makanan dan minuman dalam menyusun strategi pasar agar sesuai dengan prilaku konsumen.

"Kami melibatkan ibu rumah tangga sebagai panelis untuk mencatat pengeluaran in home dan out of home. Karena mereka yang tahu persis berapa pengeluaran per bulan serta diperuntukan buat apa saja," ujar Fanny.

Account Director Kantar World Panel Indonesia Andi Siswanto mengatakan, terdapat dua prilaku yang berbeda untuk konsumsi di luar rumah dan di rumah. Konsumsi di luar rumah tidak direncanakan dalam artian kalau sedang haus tentunya akan segera mencari warung atau mini market terdekat untuk membeli minuman. Berbeda dengan konsumsi di rumah yang penuh dengan perencanaan sesuai dengan kemampuan keuangan, kebutuhan, termasuk lokasi belanja.

Menurutnya, dalam bersaing memenangkan pilihan konsumen, para pemain FMCG tidak hanya berkompetisi di dalam satu kategori, tetapi juga antar kategori yang berbeda. Misalnya untuk produk siap minum, air mineral, teh siap saji, minuman isotonik dan lainya akan saling bersaing untuk produk pelepas dahaga.

Demikian pula untuk kategori makanan, biskuit, coklat atau kategori siap makan lainnya, juga akan saling bersaing untuk produk pemenuh rasa lapar. Ia menilai, hampir semua konsumen di perkotaan besar di Indonesia pernah mengkonsumsi produk siap saji. Sehingga para pemain FMCG harus berlomba untuk meningkatkan frekuensi belanja, dengan memenangkan momen dan kesempatan, kata Andi.

Andi mengungkapkan terdapat empat hal yang harus diperhatikan pelaku FMCG untuk menarik pasar out of home yakni ketersediaan barang/ produk, tipe dan keragaman produk, harga, dan inovasi.

Terkait ketersediaan barang/ produk, Andi menjelaskan pentingnya pelaku FMCG melihat momentum ketika konsumen memilih produk yang dikonsumsi di luar rumah untuk melepaskan dahaga atau mengisi rasa lapar.Dengan bayaknya pilihan produk yang ditawarkan, dan banyaknya alternatif distribusi, para pemain FMCG perlu memastikan bahwa produk mereka terpilih, tersedia dan dapat dijangkau dengan mudah.

“Mini market merupakan salah satu distribusi yang berkontribusi terhadap pertumbuhan pasar secara keseluruhan. Meski demikian, pasar tradisionil masih vital karena 80% pembelian konsumsi di luar rumah dikontribusi dari distribusi ini," kata Andi.

 

 

Variasi dan Inovasi
Andi juga mengungkapkan, variasi produk merupakan salah satu kunci untuk bertumbuh, memperluas portfolio agar lebih relevan dengan berbagai kesempatan adalah kunci yang penting. Ia mencontohkan strategi yang dilakukan pemain di produk siap minum. Dalam menawarkan botol yang kecil dan mudah untuk dihabiskan dalam satu momen atau kesempatan, harga yang ditawarkan pun lebih murah dibandingkan dengan produk yang dibeli untuk konsumsi di dalam rumah.

“Meski demikian, dalam mengembangkan produk, tetap tidak boleh meninggalkan ciri khas dari merek," ucapnya.

Dari sisi harga yang menjadi kunci esensial, Andi mengatakan, kelompok usia yang berbeda memiliki rentang pengeluaran uang yang berbeda. Dalam survey didapatkan, pelajar biasanya sekali belanja menghabiskan sekitar atau di bawah Rp4.000. Sementara orang-orang yang kerja menghabiskan sekitar atau di bawah Rp6.000.

Ia melanjutkan, minat konsumen berdasarkan usia, terhadap produk yang dibeli pun juga berbeda. Konsumen yang lebih muda memiliki kecenderungan untuk membeli makanan, sedangkan orang dewasa lebih menyukai minuman.

“Pemahaman yang lebih mendalam tentang perilaku belanja masing-masing target demografi dari produk kita sangat penting untuk memastikan strategi penetapan harga yang optimal,” tuturya.

Kemudian pentingnya inovasi untuk mengembalikan gairah pasar dan memastikan relevansi dari merek. Ia menyebut, inovasi tidak perlu selalu dikaitkan dengan pengembangan produk baru. Karena nyatanya, hanya dengan mengarahkan ulang posisi produk pada setiap kesempatan yang unik, juga bisa menjadi contoh inovasi yang baik dalam komunikasi.

Pabrik susu dan biskuit menunjukkan contoh yang baik tentang hal ini. Selain mengkomunikasikan manfaat produk, kampanye pemasaran semakin diarahkan pada sarapan pagi yang sehat, relevan bagi orang-orang di daerah perkotaan yang selalu bepergian dan sering sarapan pagi dalam perjalanan.

Andi juga menegaskan karena sifatnya yang impulsif, pembelian di luar rumah biasanya tidak terlalu melibatkan loyalitas konsumen. Karena sedikit komitmen yang terlibat terhadap anggota rumah tangga lainnya, jadi tidak ada hambatan untuk mencoba hal baru.

“Hal ini dapat menciptakan kesempatan untuk meningkatkan konsumen untuk mencoba. Jika berhasil bisa menjadi pintu masuk bagi sebuah merek untuk memasuki rutinitas belanja rumah tangga yang lebih teratur,” tandasnya.

 

Ilustrasi suasana belanja di gerai ritel modern. ANTARA FOTO/Adeng Bustomi 

 

Kembali Pulih
Sebelumnya, DBS Group Research memprediksi, konsumsi rumah tangga diperkirakan akan kembali pulih pada tahun ini. Sejumlah indikator menunjukkan adanya peningkatan optimisme konsumen yang terlihat dari kenaikan Indeks Kepercayaan Konsumen (IKK) Desember 2017 ke 126,4 poin. Hal ini didukung oleh adanya perbaikan makro ekonomi serta kebijakan pemerintah memberikan stimulus kepada masyarakat.

Riset yang dilakukan menyebutkan, konsumsi rumah tangga merupakan faktor penting yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi pada 2017. Bisa terlihat pada kuartal III, pertumbuhan PDB sebesar 5,06% lebih rendah dari target Bank Indonesia sebesar 5,18 %.

Rendahnya pertumbuhan tercermin dari tingkat konsumsi rumah tangga yang turun menjadi 4,93%, dibandingkan 4,95% pada kuartal II-2017. Apalagi kenaikan tarif listrik pada Januari dan Mei turut mempengaruhi tingkat konsumsi masyarakat.

Namun kondisi ini diperkirakan membaik pada 2018. DBS Group Research memprediksi ekonomi Indonesia akan tumbuh sebesar 5,3% pada 2018. Angka ini lebih tinggi dari prediksi pertumbuhan PDB sebesar 5,1% pada 2017.

“Pertumbuhan ekonomi 2018 terutama akan didorong oleh peningkatan investasi di dalam negeri,” ungkap Tiesha Putri dan Victor Stefano dalam laporan bertajuk “ASEAN Consumer: Food for Thought”.

Riset juga merujuk pada pengeluaran pemerintah di 2018 yang mengalokasikan anggaran belanja sebesar Rp 2.221 triliun. Meski hanya meningkat sekitar 4% dari tahun sebelumnya, tapi pemerintah diperkirakan cenderung lebih populis dengan memberikan sejumlah stimulus fiskal untuk menjaga konsumsi kepada masyarakat berpenghasilan rendah.

Setidaknya, hal tersebut terlihat dari komitmen anggaran subsidi energi yang dinaikkan sebesar 5% menjadi Rp 94,5 triliun. Kemudian, pemerintah juga menyatakan tidak akan menaikkan tarif listrik pada tahun ini.

Selain itu anggaran Program Keluarga Harapan (PKH) yang bisa digunakan warga untuk berbelanja kebutuhan sehari-hari juga melonjak. Dari Rp 1,7 triliun yang mencakup 6 juta keluarga sasaran pada 2017, menjadi Rp 20,8 triliun meliputi 10 juta keluarga pada 2018.

Sekadar mengingatkan, PKH merupakan program yang memberikan bantuan dana kepada keluarga miskin mulai dari Rp 500 ribu hingga Rp 3,6 juta per tahun. Program ini selain untuk mengurangi angka kemiskinan juga diharapkan mampu memperbaikin daya beli konsumen, terutama di segmen menengah ke bawah.

“Dengan pemerintah yang cenderung lebih populis disertai kenaikan upah minimum regional, kami memprediksikan tingkat konsumsi rumah tangga secara berkala akan meningkat,” papar Tiesha dan Viktor. (Faisal Rachman) 

 


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar