c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

EKONOMI

01 Juni 2019

09:16 WIB

Peningkatan Daya Saing Jadi Perisai Ekonomi Indonesia

Daya saing Indonesia naik 11 peringkat

Peningkatan Daya Saing Jadi Perisai Ekonomi Indonesia
Peningkatan Daya Saing Jadi Perisai Ekonomi Indonesia
Menko Perekonomian Darmin Nasution. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

JAKARTA – Perbaikan peringkat daya saing Indonesia dinilai dapat mengantisipasi tekanan ekonomi global yang masih diselimuti ketidakpastian. Hal ini disampaikan Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution menanggapi naiknya tingkat daya saing ekonomi Indonesia hingga 11 peringkat dalam World Competitiveness Yearbook (WCY) 2019 yang dilaksanakan Institute for Management Development (IMD).

 “Situasi dan tekanan global bisa diatasi sedikit sehingga kita bisa meneruskan ketahanan ekonomi kita,” ujar Darmin dalam jumpa pers di Jakarta, Jumat (31/5) seperti dikutip dari Antara.

Darmin mengatakan¸kondisi ekonomi global saat ini semakin tidak dapat diprediksi, seiring dengan masih tingginya tensi perang dagang antara AS dengan China serta ketidakpastian dari Brexit. Namun ia berpendapat, membaiknya peringkat daya saing Indonesia bisa memberikan optimisme bahwa kondisi ekonomi nasional mempunyai ketahanan yang telah diakui dunia internasional.

“Sinergi antara pemerintah dengan pemangku kepentingan terutama dunia usaha menjadi kunci untuk meningkatkan kinerja investasi dan daya saing lebih baik lagi,” tegasnya.

Untuk mempertahankan kinerja ini, pemerintah akan terus mengelola kebijakan dengan baik dan optimal agar kondisi internal tidak rentan dari tekanan global. Salah satunya mencari solusi untuk menekan defisit neraca perdagangan agar kinerja neraca transaksi berjalan tidak menjadi sumber ketidakpastian baru.

“Upaya yang harus diambil adalah dalam persoalan neraca migas karena itu defisitnya besar. Kalau neraca perdagangan tidak positif, maka transaksi berjalan juga tidak terlalu baik,” ujarnya.

Pernyataan ini disampaikan Darmin, mengingat impor migas pada periode April 2019 meningkat hingga 46,99% dibanding Maret 2019, yakni dari US$1,52 miliar menjadi US$2,24 miliar. Sedangkan impor dari sektor nonmigas tercatat hanya naik 7,82%.

Neraca perdagangan sektor migas April 2019 pun tercatat defisit sebesar US$1,49 miliar dari total defisit neraca perdagangan senilai US$2,50 miliar pada periode itu.

Sementara itu, Bank Indonesia (BI) merilis, neraca transaksi berjalan Indonesia mengalami defisit sebesar US$7 miliar pada kuartal I-2019. Jumlah tersebut setara dengan 2,6% dari produk domestik bruto (PDB).

Jumlah defisit tersebut meningkat dibandingkan dengan periode yang sama 2018 sebesar US$5,5 miliar. Hanya saja jika dibandingkan dengan kuartal IV-2018, defisit tercatat menurun dari level US$9,2 miliar atau sebesar 3,6% dari PDB.

Sebelumnya, dalam laporan IMD World Competitiveness Ranking 2019 tercatat,peringkat Indonesia naik 11 poin dari posisi 43 di 2018 menjadi peringkat 32 pada tahun ini. Indonesia pun disebut menjadi negara dengan kenaikan peringkat tertinggi di antara negara Asia Pasifik lainnya.

IMD merupakan sekolah bisnis independen yang berpusat di Swiss yang telah menerbitkan laporan ranking daya saing ekonomi tahunan sejak 1989.

Dalam penelitian peringkat tahunan ini, terdapat 230 indikator yang dikelompokkan dalam empat pilar untuk penilaian, yaitu kinerja ekonomi yang diantaranya termasuk perdagangan dan investasi internasional.

Kemudian, efisiensi pemerintah termasuk kedisiplinan pemerintah dalam anggaran, kepatuhan hukum dan peningkatan inklusivitas institusi. Lalu efisiensi bisnis termasuk produktivitas dan efisiensi sektor swasta dan kemudahan akses finansial serta infrastruktur, termasuk sains, kesehatan, lingkungan serta pendidikan.

IMD pun menyebutkan bahwa peringkat Indonesia bisa naik 11 poin berkat peningkatan efisiensi di sektor pemerintah serta peningkatan infrastruktur dan kondisi bisnis Indonesia.

“Perbaikan daya saing Indonesia ini didukung oleh kenaikan peringkat yang terjadi pada keempat faktor tersebut,” tambah Darmin.

Peringkat Kredit
Sementara itu, salah satu lembaga pemeringkat utama global Standard and Poor’s (S&P) juga menaikkan peringkat kredit Indonesia dari BBB minus (BBB-) dengan prospek stabil (Outlook Stabil) menjadi BBB prospek stabil (Outlook Stabil).

Dalam laporan S&P disebutkan, salah satu faktor kunci peningkatan peringkat Indonesia adalah prospek pertumbuhan ekonomi Tanah Air yang kuat. Prospek itu didukung kebijakan otoritas atau pemerintahan yang diperkirakan terus berlanjut usai Joko Widodo dinyatakan memenangi Pemilihan Umum (Pemilu) dan akan melanjutkan pemerintahan.

S&P juga meningkatkan short-term sovereign credit rating dari sebelumnya a3 menjadi a2. Perbaikan peringkat kredit atau utang Indonesia itu didukung oleh rasio utang pemerintah yang dinilai terkendali dan pengelolaan anggaran fiskal yang baik.

“Ekonomi Indonesia tumbuh lebih baik dibandingkan negara-negara lain yang memiliki tingkat pendapatan yang sama. Hal ini menunjukkan kebijakan pemerintah telah efektif mendukung pembiayaan publik yang berkelanjutan dan pertumbuhan ekonomi yang berimbang,” demikian laporan S&P.

Menyikapi kenaikan peringkat dari S&P itu, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengungkapkan bahwa Indonesia kini memperoleh status layak investasi (Investment Grade). Status tersebut juga diakui tiga lembaga pemeringkat utama global, yaitu S&P, Moody’s Service dan Fitch Ratings.

Menurut Perry, hal itu menunjukkan bahwa lembaga-lembaga pemeringkat tersebut memiliki kepercayaan yang tinggi terhadap prospek perekonomian Indonesia. Di mana perekonomian Indonesia didukung oleh koordinasi kebijakan moneter, sektor keuangan, dan fiskal yang diarahkan untuk menjaga stabilitas makroekonomi, dengan tetap mendorong momentum pertumbuhan ekonomi.

“Bank Indonesia dan pemerintah tetap berkomitmen untuk melanjutkan reformasi struktural untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang kuat, berkelanjutan, berimbang, dan inklusif,” ujar Perry.

Menurut laporan S&P, pendapatan riil per kapita Indonesia dalam 10 tahun terakhir rata-rata tumbuh sebesar 4,1%. Angka itu lebih tinggi daripada negara-negara ekonomi sepadan yang rata-rata pertumbuhannya tercatat hanya 2,2%.

S&P menyebutkan, capaian ini menunjukkan dinamika ekonomi Indonesia yang konstruktif di tengah lingkungan eksternal yang penuh tantangan dalam beberapa tahun terakhir.

“Tren ini dinilai akan terus berlanjut jika pemerintahan Presiden Joko Widodo melanjutkan komitmennya untuk meningkatkan investasi di bidang infrastruktur dan sumber daya manusia,” tulis S&P lebih lanjut.

Sementara di sisi fiskal, rasio utang pemerintah diperkirakan stabil selama beberapa tahun ke depan sebagai cerminan dari proyeksi keseimbangan fiskal. Rasio utang pemerintah terhadap produk domestik bruto (PDB) diperkirakan tetap di bawah 30% seiring terjaganya defisit fiskal dan pertumbuhan PDB.

S&P juga ikut memproyeksikan defisit neraca transaksi berjalan Indonesia bisa mengalami perbaikan sejalan dengan stabilnya permintaan global dan pemulihan daya saing. (Zsazya Senorita)


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar