28 September 2020
16:41 WIB
Editor: Agung Muhammad Fatwa
JAKARTA – Pengusaha dan pengelola mal minta pemerintah responsif menggelontorkan bantuan langsung, untuk menopang ekosistem pusat belanja. Perdagangan nasional menjadi jalan untuk mempersingkat durasi resesi.
Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia atau APPBI Alphonzus Widjaja mengatakan, secara gamblang Indonesia tidak akan bisa menahan laju resesi akibat tekanan pandemi yang belum mereda.
"Indonesia berpenduduk 270 juta jiwa, industri sektor perdagangan dalam negeri harus menjadi yang utama untuk mempersingkat resesi ini tentunya," katanya dalam konferensi pers virtual, Jakarta, Senin (28/9).
Kendati, faktanya industri perdagangan berupa pusat belanja hingga ritel modern masih terus tertekan hebat sejak Maret oleh sentimen korona. Terbukti dari tingkat kunjungan yang terus menipis.
Bahkan, sepanjang transisi mobilitas masyarakat atau PSBB tingkat kunjungan yang dianjurkan 50% pun hanya mencapai 30–40% saja. Hal ini dipengaruhi kehati-hatian masyarakat terhadap covid-19 serta daya beli yang terus menciut.
Kondisi ini praktis terus memperberat kegiatan industri. "Sehingga kami tetap mengalami kondisi defisit (pemasukan) karena kapasitas 50% pun tidak tercapai," ujarnya.
Ia memprediksi, kondisi negatif yang terus berlangsung dalam jangka waktu lebih panjang dapat berujung penutupan perusahaan. Sementara, diperlukan usaha besar untuk menumbuhkan industri yang sudah mati.
Sejauh ini, APPBI mengapresiasi pemerintah telah memberikan bantuan kepada masyarakat yang menyasar pada penguatan daya beli. Ia juga meminta pemerintah juga menyediakan bantuan berefek langsung kepada ekosistem mal yang sudah babak belur sepanjang tahun ini.
"Karena sudah tidak ada waktu lagi, sekarang kita sudah berlomba dengan waktu (resesi)," katanya.
Ketua Umum Hippindo Budihardjo Iduansjah mengatakan, sektor ritel dan tenant mengalami tekanan yang sangat signifikan dalam enam bulan terakhir. Kondisi ini menyebabkan kas perusahaan terus menipis.
Tekanan perusahaan bertambah akibat kewajiban kepada pemerintah untuk menyetor pajak dan beban biaya untuk menggaji karyawan. Belum juga usai, kata dia, Pemda Jakarta kembali menerapkan PSBB jilid II merespons peningkatan kasus pagebluk di Ibukota.
Secara khusus Hippindo menaksir kontribusi DKI Jakarta untuk kegiatan bisnis pusat belanja dan ritel modern menyentuh 50%. Sepanjang tahun, industri yang sama di tingkat nasional juga menghasilkan omzet sekitar Rp400 triliun.
Pihaknya berharap keadaan sulit dan darurat pandemi ditanggapi pemerintah untuk memberikan bantuan lanjutan kepada pelaku industri. Pemerintah pusat dapat mengupayakan pemberian pembebasan sementara atas pajak PPh final atas sewa, service charge, penggantian biaya listrik, PPh 21, PPh 22 impor, PPh 23, PPh 25, hingga restitusi PPN dipercepat.
Sementara kepada pemerintah daerah pelonggaran juga bisa diberikan untuk pajak PB1, pajak bumi-bangunan, pajak reklame indoor-outdoor, pajak hiburan, hingga pajak parkir.
"Termasuk pajak paten untuk merek dan sebagainya, yang mana semua pajak tersebut kita alokasikan untuk pemulihan ekonomi agar toko-toko tetap bisa buka jangan sampai menimbulkan penutupan toko hingga PHK," katanya.
Selain itu, pihaknya juga mengajukan agar pemerintah bisa berkontribusi memberi bantuan tunai kepada karyawan. Indonesia bisa mencontoh Singapura dan negara lainnya untuk mengimplementasikan ketentuan tersebut untuk menjaga stabilitas sektor ritel.
Realisasi bantuan ini dapat berdampak positif untuk menjaga arus kas perusahaan yang mesti adaptif kala pandemi. Ia juga optimistis semua anjuran ini dapat mencegah kejatuhan industri yang lebih dalam beberapa waktu ke depan.
"Kami merasa sudah saatnya pemerintah cepat menindaklanjuti semua usulan karena ini sudah lampu merah," ujarnya. (Khairul Kahfi)