27 Juli 2018
09:04 WIB
Editor: Agung Muhammad Fatwa
JAKARTA – Pemerintah Indonesia menjajaki kerja sama financial technology (fintech) antara Swiss dan Indonesia. Hal ini berkaitan dengan kunjungan Crypto Valley Association (CVA) di Kota Zug, Swiss.
"Swiss dikenal sebagai salah satu pusat kekuatan industri jasa dan inovasi keuangan dunia, sedangkan Indonesia memiliki potensi sangat besar dalam bidang teknologi finansial (fintech),” kata Duta Besar RI untuk Swiss dan Liechtenstein, Muliaman Hadad dalam keterangan pers yang dikeluarkan Pendosbud KBRI Bern Sasanti Nordewati seperti dikutip Antara London, Kamis (26/7).
Muliaman mengutarakan hal ini ketika membuka presentasi tentang perkembangan fintech Indonesia, di hadapan para pengurus Crypto Valley Association. Menurut Mantan Ketua Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ini, dibandingkan dengan total keseluruhan penduduk Swiss sekitar 8 juta orang, penetrasi jaringan internet di Indonesia telah menghubungkan lebih dari 143 juta orang antarpulau di Nusantara.
“Dengan proyeksi nilai transaksi di fintech Indonesia mencapai US$22 miliar pada tahun 2018 dan pertumbuhan 16,3% per tahun, ruangan untuk kerja sama internasional fintech di Indonesia, masih terbuka luas,” ujarnya.
Untuk diketahui, Crypto Valley Association (CVA) merupakan perhimpunan ratusan perusahaan-perusahaan fintech di Swiss. Asosiasi ini bertujuan untuk membangun blockchain dan ekosistem teknologi kriptografi terkemuka di dunia.
CVA aktif mendukung dan menghubungkan startup melalui penelitian bersama, rekomendasi kebijakan, konferensi, hackathons, dan acara industri lainnya yang menghubungkan pusat-pusat inovasi blockchain di London, Singapura, Silicon Valley California, dan New York.
Muliaman juga memaparkan tentang dukungan kebijakan fintech di Indonesia yang diatur oleh Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Kemkominfo. Misalnya saja soal peraturan fintech peer to peer lending OJK dan peluncuran National Payment Gateway (NPG) oleh BI yang menekan biaya transaksi online untuk publik di Indonesia.
Sementara itu Direktur Internasional CVA, Sren Lemvig Fog, yang memiliki jaringan bisnis luas di negara-negara berkembang mengatakan, Indonesia jelas tidak bisa dipandang sebelah mata. “Lihat saja Indonesia memiliki empat perusahaan startup unicorn, yaitu Gojek, Traveloka, Tokopedia, dan Bukalapak,” tuturnya.
Unicorn sendiri seperti diketahui adalah perusahaan startup dengan aset lebih dari US$1 miliar.
Untuk diketahui, Muliaman Hadad ke CVA dalam rangka penyelenggaraan fact-finding mission dalam bidang fintech yang akan diadakan KBRI Bern-Swiss pada Oktober mendatang. Fact-finding mission akan diikuti para perusahaan fintech Indonesia untuk bertemu dan menjajaki kerja sama bisnis dengan partner potensial, lembaga pengembangan inovasi, dan otoritas jasa keuangan di Swiss.
Direktur Komunikasi CVA Ian Simpson menyatakan, Crypto Valley Association siap menyambut kedatangan para partner potensial dari Indonesia pada Oktober mendatang. "Potensi luar biasa Indonesia dan Swiss diharapkan akan menghasilkan sesuatu yang besar dan saling menguntungkan," tandasnya.

Big Data
Sementara itu, Deputi Gubernur Bank Indonesia Erwin Rijanto menekankan pentingnya pemanfaatan data dalam volume yang sangat besar, beragam, serta sangat cepat atau yang dikenal dengan Big Data, bagi otoritas dalam merumuskan kebijakannya.
"Penerapan Big Data oleh otoritas memiliki peran penting dalam pengambilan kebijakan yang strategis untuk merespon pesatnya perkembangan ekonomi dan keuangan digital," ujar Erwin dalam Seminar Internasional Big Data bertemakan Building Pathways for Policy Making with Big Data di Bali, Kamis.
Erwin menuturkan, revolusi digital yang memicu aktivitas berbasis digital yang makin meluas telah menciptakan ledakan informasi maupun data yang berlimpah. Big Data sesungguhnya menyimpan begitu banyak informasi dan pengetahuan yang belum terungkap.
Namun apabila diolah dengan tepat menggunakan teknik Big Data Analytics, lanjut Erwin, maka dapat menghasilkan informasi yang sangat bermanfaat karena kecepatannya dalam memonitor aktivitas ekonomi.
Bank Indonesia sendiri telah mulai mengintensifkan pemanfaatan Big Data sebagai salah satu alat dalam memperkuat proses pengambilan keputusan. Inisiatif pemanfaatan Big data di Bank Indonesia dimulai sejak 2015, dan saat ini telah menghasilkan berbagai indikator baru yang mengisi kesenjangan informasi yang ada.
Sejalan dengan BI, otoritas di seluruh dunia juga bergerak memanfaatkan Big Data Analytics, untuk memperkuat analisis dan riset pendukung pengambilan kebijakan. Menurut Erwin, meluasnya pemanfaatan Big Data tidak dapat dilepaskan dari tiga faktor berikut.
Pertama, aktivitas sehari-hari terekam dalam format digital seiring dengan maraknya penggunaan e-commerce, fintech dan media sosial. Kedua, perubahan paradigma dalam perumusan kebijakan, dari berbasis data agregat menuju data yang bersifat detail (granular). Ketiga, adopsi kecerdasan buatan (artificial intelligence) dan machine learning yang makin luas menggantikan tugas-tugas yang bersifat manual.
Upaya mengoptimalkan pemanfaatan Big Data oleh otoritas pemangku kebijakan sendiri, perlu didukung oleh akses terhadap sumber data. Di sisi lain, aksesibilitas data juga sering berbenturan dengan aspek hukum dan kerahasiaan data.
"Oleh karena itu, Bank Indonesia menekankan pentingnya bank sentral dan kementerian atau lembaga pemerintah, untuk secara bersama-sama membangun mekanisme akses data. Hal ini agar dapat menjembatani kepentingan antara pemilik data dan kepentingan otoritas untuk menghasilkan kebijakan yang berkualitas serta produktif di era revolusi digital guna mengakselerasi pertumbuhan ekonomi nasional," beber Erwin.
Dalam proses membangun pondasi yang kokoh untuk pemanfaatan Big Data Analytics, Bank Indonesia telah melaksanakan sejumlah pilot project yang menghasilkan sejumlah indikator baru yang dapat mendukung proses perumusan kebijakan Bank Indonesia. Salah satunya indikator Job Vacancy.
Proyek ini menggunakan sumber data tidak terstruktur (unstructured data) berupa teks iklan lowongan pekerjaan di portal lowongan pekerjaan online dan media cetak. Sumber data tersebut berpotensi digunakan sebagai leading indicator untuk indikator ketenagakerjaan yang kini tersedia secara semesteran, mengingat banyak perusahaan mulai menggunakan portal online untuk mengiklankan lowongan pekerjaan di perusahaannya.
Dengan menggunakan metodologi Big Data Analytics, text mining, dihasilkan indeks lowongan pekerjaan yang tersedia lebih cepat secara bulanan. Perkembangan lowongan pekerjaan pun disajikan per jenis pekerjaan, per sektor, per lokasi pekerjaan.
Indikator selanjutnya yaitu indikator pasar properti. Proyek ini memanfaatkan data tidak terstruktur berupa teks iklan penjualan properti yang terdapat di portal properti online. Dengan menggunakan metodologi Big Data Analytics text mining, dihasilkan indeks harga dan indeks supply properti yang tersedia lebih cepat secara bulanan. Indikator dimaksud digunakan sebagai pelengkap dari hasil Survei Harga Properti Residensial (SHPR) yang tersedia secara triwulanan.
Kemudian berikutnya adalah identifikasi struktur keterkaitan pelaku dalam sistem pembayaran. Apabila dua proyek sebelumnya menggunakan sumber data yang tidak terstruktur, proyek ini adalah salah satu proyek yang menggunakan sumber data terstruktur (data administrasi), berupa data transaksi BI-RTGS.
Dari data tersebut dilakukan identifikasi struktur keterkaitan antarpelaku transaksi dengan menggunakan metode Network Analysis dan Machine Learning, yang kemudian digunakan sebagai indikator untuk surveillance dalam rangka memitigasi risiko sistemik di sistem keuangan.
Terakhir yaitu identifikasi persepsi masyarakat terhadap perekonomian Indonesia, maupun ekspektasi masyarakat terhadap kebijakan Bank Indonesia. Dalam proyek ini, salah satunya adalah dihasilkan indikator ketidakpastian atas kebijakan ekonomi yang disebut indeks Economic Policy Uncertainty (EPU).
Indeks ini dibangun dengan menggunakan metode Text Mining terhadap pemberitaan di media massa, dengan basis penelitian yang dilakukan oleh Baker (2016) yang mengembangkan indeks EPU untuk Amerika Serikat. (Faisal Rachman)