11 Agustus 2020
16:45 WIB
Editor: Agung Muhammad Fatwa
JAKARTA – Pemerintah sedang menggodok bantuan bagi pelajar yang tidak mampu melakukan pendidikan jarak jauh (PJJ) akibat pandemi covid-19.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, bantuan akan diberikan bagi pelajar yang sulit mengakses pembelajaran secara digital. Beberapa masalah muncul akibat PJJ, seperti masalah teknologi, ketidakmampuan memiliki handphone, hingga ketidakmampuan membeli kuota.
“Ini menjadi tantangan baru yang harus dipecahkan,” kata dia dalam webinar Gotong Royong #JagaUMKMIndonesia: Stimulus Pemerintah Untuk Perkuat UMKM, Jakarta, Selasa (11/8).
Dia melanjutkan, saat ini program tersebut sedang dibahas bersama kementerian terkait bagaimana bantuan yang tepat agar pelajar tersebut tetap dapat melakukan pembelajaran jarak jauh.
Pandemi covid-19 telah memberikan tantangan yang luar biasa bagi masyarakat. Oleh karena itu, pemerintah berkomitmen akan cepat merespons melalui kebijakan-kebijakan yang ada.
“Dan dalam konteks inilah covid memberikan tantangan yang luar biasa bagi masyarakat kita dan respons dari policy kita harus cepat namun di sisi lain kita juga harus tetap akuntabel,” kata Sri Mulyani.
Sebelumnya, ketua Komisi X DPR, Syaiful Huda, mendesak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengajukan dana darurat pendidikan. Pasalnya, persoalan pendidikan selama pandemi covid-19 kerap terbentur keterbatasan anggaran.
"Sudah saatnya Kemendikbud mengajukan dana darurat pendidikan, sehingga bisa mempercepat penyelesaian masalah yang ada, seperti minimnya kuota internet bagi siswa," kata Huda dalam siaran pers yang diterima, Selasa (4/8) lalu.
Dia menjelaskan, penerapan PJJ sampai saat ini masih terbelit sejumlah persoalan. Padahal model pembelajaran ini menjadi tulang punggung atas keberlangsungan layanan pendidikan bagi siswa selama pandemi covid-19.
Banyak siswa belum mampu memiliki ponsel pintar (smartphone) dan membeli kuota internet untuk PJJ daring. Sementara siswa-siswa yang sudah mampu pun di beberapa daerah masih menemui hambatan untuk mengakses internet yang belum merata.
"Sebagian siswa nongkrong di warung kopi untuk dapat wifi gratis, ada yang patungan dan berkumpul untuk beli modem data, hingga naik ketinggian untuk dapat sinyal. Bahkan ada siswa yang nekat berangkat sekolah sendirian karena tidak punya smartphone,” imbuhnya.
Huda menilai, Kemendikbud seharusnya tanggap merespons berbagai permasalahan PJJ tersebut. Tetapi kenyataannya anggaran Kemendikbud juga terbatas. Relaksasi dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) pun tak bisa menjangkau kebutuhan siswa.
Pengajuan dana darurat pendidikan, lanjut dia, sekaligus untuk mempercepat penyerapan anggaran penanganan pandemi covid-19. Padahal lambatnya penyerapan anggaran ini sudah kerap kali dikeluhkan Presiden Joko Widodo di beberapa kesempatan.
Misalnya pada Rapat Terbatas Kabinet kemarin, Senin (3/8), Jokowi mengeluhkan serapan anggaran baru mencapai 20% atau sekitar Rp141 triliun dari Rp695 triliun. Sejumlah kementerian disebut belum memahami prioritas saat ini, sehingga masih terjebak kegiatan rutinitas.
"Dana darurat pendidikan bisa digunakan untuk subsidi kuota data, pembelian smartphone untuk siswa, hingga menambah honorarium bagi para guru yang juga harus bekerja ekstra keras selama PJJ karena mereka harus melayani pertanyaan siswa di luar jam-jam kerja," ujarnya.
Huda berpendapat anggaran penanganan covid-19 selama ini hanya menyentuh tiga sektor utama, yaitu penanganan kesehatan, penanggulangan dampak sosial, dan pemulihan ekonomi. Sedangkan sektor pendidikan belum tersentuh. (Rheza Alfian)