02 Desember 2020
16:30 WIB
Editor: Agung Muhammad Fatwa
JAKARTA – Center of Reform on Economics atau Core Indonesia memperkirakan kebijakan memangkas libur dan cuti bersama tidak akan berdampak pada konsumsi masyarakat. Konsumsi diperkirakan tetap akan meningkat seiring dengan tetap dilonggarkannya pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di sejumlah daerah.
"Saya perkirakan kebijakan memangkas libur tidak banyak berdampak kepada konsumsi. Konsumsi diperkirakan tetap akan meningkat seiring dengan tetap dilonggarkannya PSBB," kata Ekonom Core Indonesia Piter Abdullah kepada Validnews di Jakarta, Rabu (2/12).
Sebelumnya, pemerintah resmi memangkas hari libur nasional dan cuti bersama 2020 karena kasus positif covid-19 masih terus meningkat. Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy memutuskan bahwa tanggal 28–30 Desember 2020, semua masyarakat akan masuk kerja seperti sedia kala.
Libur akhir tahun juga akan menjadi dua, yakni libur Natal yang dimulai pada 24 hingga 27 Desember dan libur pengganti libur Idulfitri dan Tahun Baru pada 31 Desember 2020 hingga 2 Januari 2021.
Piter melanjutkan, adanya natal dan tahun baru pun sudah dipastikan mendorong peningkatan konsumsi masyarakat. Meski demikian, konsumsi diyakini tetap lebih rendah dibandingkan tahun lalu.
Padahal pertumbuhan konsumsi saat libur Natal dan tahun baru cukup signifikan, yakni mencapai 40% dari keseluruhan konsumsi dalam satu tahun. Dia bilang, konsumsi libur natal dan tahun baru hanya sedikit di bawah libur puasa dan Idulfitri.
"Cukup signifikan (pertumbuhan konsumsi). Kontribusi konsumsi libur Natal Dan tahun baru itu sekitar 40% dari keseluruhan konsumsi dalam satu tahun. Sedikit di bawah konsumsi libur puasa dan Idulfitri," ucapnya.
Piter menambahkan, Desember 2020 dinilai tidak akan banyak memberikan perubahan untuk tahun ini. Adapun sektor yang mengalami pertumbuhan positif terbatas pada sektor yang terkait dengan kesehatan dan farmasi, ekonomi digital, dan makanan minuman.
Sektor-sektor yang terkait dengan pergerakan orang, khususnya pariwisata dan turunannya, seperti industri angkutan atau transportasi, hotel dan restoran, bioskop, diproyeksi akan mengalami kontraksi yang dalam.
"Meskipun pemerintah tetap memperpanjang libur akhir tahun tidak akan bisa menyelamatkan industri pariwisata yang sudah turun sepanjang tahun," ujar dia.
Seperti diketahui, Badan Pusat Statistik atau BPS mencatat, pertumbuhan ekonomi Indonesia terkontraksi -3,49% (yoy) pada kuartal III/2020 setelah sebelumnya, terkontraksi -5,32% (yoy) pada kuartal II/2020.
Salah satu biang kerok pertumbuhan ekonomi Indonesia yang anjlok diyakini karena daya beli masih lemah. Data BPS menunjukkan, konsumsi rumah tangga masih terkontraksi -4,04% (yoy) pada kuartal III/2020.
Konsumsi rumah tangga pada kuartal II/2020 juga sempat menyentuh di level -5,52% (yoy). Meski demikian, konsumsi rumah tangga kuartal III/2020 dinyatakan lebih baik dari kuartal sebelumnya, yakni tumbuh 4,70% (qtq).
Untuk diketahui, kontribusi sektor konsumsi rumah tangga pada kuartal III/2020 masih menjadi yang tertinggi dengan bobot sekitar 57% dari PDB. Akibatnya, konsumsi rumah tangga juga menjadi sumber kontraksi bagi perekonomian sekitar -2,17%. (Rheza Alfian)