c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

EKONOMI

18 Februari 2019

19:25 WIB

Pelayanan Kawasan Berikat dan KITE Diminta Diperbaiki

Fasilitas KB-KITE yang diberikan kepada perusahaan-perusahaan di Indonesia telah mencapai Rp57,27 triliun

Pelayanan Kawasan Berikat dan KITE Diminta Diperbaiki
Pelayanan Kawasan Berikat dan KITE Diminta Diperbaiki
Menteri Keuangan Sri Mulyani. ANTARA FOTO/Wahyu Putro A

JAKARTA - Fasilitas Kawasan Berikat (KB) dan Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE) tidak dapat dimungkiri berkontribusi bagi perekonomian negeri. Namun dari sisi perusahaan sendiri, fasilitas ini dinilai masih belum sempurna. Hampir 50% dari perusahaan meminta Direktorat Jenderal Bea dan Cukai meningkatkan pelayanan di kedua kawasan ini.

Hal ini tergambar dari survei yang dilakukan oleh Dirjen Bea dan Cukai yang bekerja sama dengan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) dan University Network for Indonesia Export Development (UNIED). Hasil survei menunjukkan 49,47% dari 1,244 perusahaan masih menyarankan supaya sistem aplikasi CEISA, Pemberitahuan Ekspor  Barang (PEB), dan Pengolahan Data Elektronik (PDE) diperbaiki. Mereka juga meminta supaya birokrasi dipercepat dan dibenahi.

Menanggapi hal ini, Menteri Keuangan, Sri Mulyani mengatakan bahwa sistem digital dan birokrasi merupakan faktor yang sangat penting dan dapat dikontrol oleh pemerintah. Karena itu, ke depannya, diharapkan kedua faktor itu tidak lagi dikeluhkan oleh para pengusaha.

"Untuk survei populasi tahun depan yg dilakukan lagi, persentase yang dua (CEISA, PEB, PDE, dan pembenahan birokrasi) ini harusnya hilang atau menjadi 2%," ujarnya dalam acara Konferensi Pers Launching Hasil Pengukuran Ekonomi Dampak KB dan KITE di Jakarta, Senin (18/2).

Sri Mulyani juga meminta supaya Dirjen Bea dan Cukai berkompetisi dengan bea cukai dari negara-negara Asia Tenggara lainnya. Hal ini dimaksudkan supaya mereka dapat bersaing dalam pemberian fasilitas bea cukai, efisiensi birokrasi, dan digitalisasi.

Terkait digitalisasi, menurutnya, pengukuran keberhasilan peralihan ke sistem digital saat ini harus juga dilihat seberapa bermanfaat dan efisien dari segi waktu dan biaya.

"Jadi, sekarang ukuran suksesnya bukan hanya berubah dari manual jadi digital. Tapi, perubahan itu harus dilihat seberapa bermanfaat bagi masyarakat dari segi efisiensi waktu dan biaya," katanya.

Pada acara yang sama, Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Heru Pambudi mengatakan, pihaknya sudah merespons keluhan tersebut dalam bentuk perubahan kebijakan.

"KB keluar PMK 131 yang kemarin sudah kita ekspos. Itu juga sudah direspons secara positif. Sementara untuk KITE, ada PMK 160 dan PMK 161 yang berlaku per 18 Februari (2019)," katanya kepada wartawan, Senin (18/2).

Dalam kebijakan tersebut, ia menjelaskan, Ditjen Bea dan Cukai memanfaatkan teknologi untuk mempermudah pekerjaan, termasuk di dalamnya perizinan, guna mendorong bisnis para pengusaha. Di samping perizinan, semua laporan dari para pengusaha di KB dan KITE sudah dilakukan secara online.

Dalam perubahan kebijakan itu, Ditjen Bea dan Cukai juga memberikan fasilitas tambahan. Sebelumnya, perusahaan yang terlambat ekspor dinyatakan tidak melakukan ekspor. Namun kini, perusahaan yang terlambat melakukan ekspor dibedakan dari perusahaan yang tidak melakukan ekspor.

"Kalau sebelumnya terlambat dianggap sebagai tidak mengekspor maka biaya masuk yang kita bebaskan kita tagih kembali. Sekarang tidak seperti itu," ungkapnya.

Untuk diketahui, berdasarkan hasil survei yang sama diketahui, total fasilitas KB-KITE yang diberikan kepada perusahaan-perusahaan di Indonesia telah mencapai Rp57,27 triliun. Dari jumlah itu, sebesar 97% diberikan kepada perusahaan penerima KB atau senilai Rp55,3 triliun. Sisanya yang 3% atau Rp1,97 triliun diberikan kepada penerima KITE.

Rasio ekspor terhadap impor yang menggunakan fasilitas KB dan KITE pun dinyatakan sebesar 2,40. Ini berarti setiap US$1 bahan baku yang diimpor dengan kedua fasilitas tersebut telah menghasilkan US$2,40 produk ekspor.

Secara keseluruhan, kontribusi kedua fasilitas itu terhadap ekspor mencapai Rp780,83 triliun atau setara 34,37% dari total ekspor nasional.

Survei Kontribusi Ekonomi Fasilitas KB dan KITE merupakan survei kedua yang dilakukan Ditjen Bea dan Cukai. Sebelumnya, survei senada telah dilakukan bersama Badan Pusat Statistik (BPS) dan Badan Kebijakan Fiskal (BKF). Survei semacan itu dipastikan akan terus dilakukan ke depan untuk menajamkan kebijakan yang tengah diformulasikan. (Sanya Dinda)


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar