c

Selamat

Sabtu, 15 November 2025

EKONOMI

18 Februari 2020

09:12 WIB

Pasar Kebanjiran Baja China, Asosiasi Ajukan Anti Dumping

Impor baja paduan ini terus tumbuh dari 1,4 juta ton pada tahun 2015 menjadi 3,2 juta ton pada tahun 2019

Editor: Agung Muhammad Fatwa

Pasar Kebanjiran Baja China, Asosiasi Ajukan Anti Dumping
Pasar Kebanjiran Baja China, Asosiasi Ajukan Anti Dumping
Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis dan Media Kementerian BUMN Fajar Harry Sampurno (kanan) bersama Dirut PT Krakatau Steel (Persero) Tbk (PT KS) Silmy Karim (kiri) menyalakan tungku bakar saat acara Penyalaan Perdana Blast Furnace Complex PT KS di Cilegon, Banten, Kamis (20/12/2018). ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman

JAKARTA – Tingginya pertumbuhan impor baja dengan spesifikasi yang bisa diproduksi di dalam negeri membuat gerah industri. Guna menahan banjir baja, terutama dari China, PT Krakatau Steel (Persero) Tbk (PTKS) pun menyampaikan petisi Anti-Dumping HRC “Paduan” kepada Komite Anti-Dumping Indonesia (KADI). KADI telah melakukan pra-notifikasi kepada pemerintah China.

Baja Paduan adalah produk yang telah dipadu dengan berbagai elemen lain. Tujuannya meningkatkan sifat mekanik baja tersebut.

Silmy Karim, Chairman asosiasi besi dan baja nasional/The Indonesian Iron and Steel Industry Association (IISIA) menyampaikan pembuatan petisi tersebut merupakan salah satu upaya pengendalian importasi besi dan baja yang masuk ke Indonesia, khususnya dari China yang dilakukan secara unfair trade.

Langkah ini pun dilakukan untuk mengamankan pasar baja nasional dari praktik pengalihan HS code (Circumvention practice) baja impor dan mengamankan potensi bea masuk yang seharusnya diperoleh pemerintah dari praktik tersebut.

“Saat ini banyak negara eksportir melakukan ekspor produk baja dengan cara yang unfair, seperti halnya dumping, padahal seharusnya baja paduan sesungguhnya/special steel memiliki harga jual yang tinggi karena hanya digunakan oleh industri-industri tertentu,” ujar Silmy yang juga merupakan Direktur Utama PTKS dalam keterangan resminya, Senin (17/2).

Ia menyebutkan baja “paduan” dari China sebagian besar memiliki spesifikasi yang sama dengan produk HRC karbon biasa yang diproduksi oleh produsen baja dalam negeri.  Saat ini, produksi baja dalam negeri tengah mengalami oversupply.

Pengenaan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) dinilai penting bagi industri baja nasional, mengingat tarif Bea Masuk Most Favoured Nation (MFN) untuk produk-produk baja sebagian besar sudah diturunkan bahkan sampai 0%. Penurunan tarif ini merupakan buah dari perjanjian perdagangan bebas/Free Trade Agreement (FTA) antara Indonesia dengan negara-negara penghasil baja besar, salah satunya dengan China. Bea Masuk MFN baja China telah terpangkas hingga 0%.

Menurutnya, adanya praktik circumvention dalam importasi produk baja berupa pengalihan pos tarif baja karbon menjadi paduan yang merupakan upaya menghindari kecurangan dari eksportir untuk memperoleh keuntungan terhindarnya dari tarif bea masuk dan diperolehnya export tax rebate.

Silmy mengatakan, impor produk baja paduan seperti boron steel yang pada kenyataannya merupakan produk sejenis yang di produksi oleh produsen dalam negeri dan diperuntukkan bagi penggunaan komersial telah mengganggu kinerja produsen baja nasional.

Pabrik baja milik PT Krakatau Nippon Steel Sumikin di Cilegon, Banten. ANTARANews/Sella Panduarsa Gareta

Dalam kurun waktu lima tahun terakhir, impor baja paduan ini terus tumbuh dari 1,4 juta ton pada tahun 2015 menjadi 3,2 juta ton pada tahun 2019. Pada saat yang sama, volume impor baja karbon terus menurun yang disubstitusi oleh meningkatnya volume impor baja paduan secara signifikan.

Sementara, menurut Badan Pusat  Statistik, jumlah importasi baja Hot Rolled Coil/Plate (HRC/P) Paduan atau juga disebut Baja Gulungan/Lembaran Canai Panas Paduan mencapai 675 ribu ton pada 2019. Volume impor produk HRC/P Paduan tersebut cukup tinggi, mengingat 65% di antaranya dapat diproduksi oleh produsen baja nasional.

“Kecenderungan setiap negara sekarang adalah proteksionisme. Mereka berupaya memproteksi industri dalam negerinya, bukan membuka bebas akses importasi,” tambah Silmy.

Bahkan menurut dia  Amerika Serikat telah mulai mengenakan tarif impor untuk produk baja sebesar 25% dan alumunium sebesar 10% dan merupakan negara teraktif dalam menerapkan Trade Remedies (Anti-Dumping, Anti Subsidi & Safeguard). Begitu pula negara-negara lain seperti Uni Eropa dan Turki telah melakukan upaya pengamanan pasar domestiknya dengan melakukan Safeguard terhadap impor baja. 

Sebagaimana kondisi tersebut, Silmy menyampaikan upaya pengenaan BMAD oleh PTKS atas produk baja impor kepada negara asal impor terbesar yaitu China membutuhkan dukungan penuh dari Pemerintah. Pengajuan petisi anti-dumping untuk produk HRC Paduan dari China menurutnya merupakan yang pertama kali dilakukan oleh industri dalam negeri.

Pihaknya pun meminta dukungan semua pihak termasuk Pemerintah atas upaya yang sedang dilakukan PTKS dan produsen HRC nasional lainnya sangatlah diperlukan sebagai langkah positif perlindungan terhadap industri nasional. (Bernadette Aderi)


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar