c

Selamat

Selasa, 4 November 2025

EKONOMI

22 Juli 2019

18:32 WIB

PT Pos Indonesia Sebut Pinjaman Bank Bukan Untuk Bayar Gaji

Untuk 2018, meski pendapatan meningkat, laba bersih justru diprediksi turun sekitar 60% menjadi sekitar Rp130 miliar dari sebelumnya Rp355 miliar

Editor: Agung Muhammad Fatwa

PT Pos Indonesia Sebut Pinjaman Bank Bukan Untuk Bayar Gaji
PT Pos Indonesia Sebut Pinjaman Bank Bukan Untuk Bayar Gaji
Petugas menyiapkan paket di Kantor PT Pos Indonesia Cabang Ambon, Maluku, beberapa waktu lalu. Antara Foto/Izaac mulyawan

JAKARTA – PT Pos Indonesia (Persero) membantah pemberitaan di media massa yang menyebutkan bahwa perusahaan sedang mengalami krisis keuangan dan akan bangkrut. Hal ini disampaikan setelah Anggota DPR RI Rieke Dyah Pitaloka mempertanyakan perhatian pemerintah terhadap kondisi perusahaan pengiriman dan logistik nasional itu.

"Pemberitaan media massa bahwa saat ini Pos pailit, Pos meminjam dana dari bank untuk membayar gaji karyawan, itu tidak benar," kata Direktur Utama Pos Indonesia Gilarsi Wahyu Setijono dalam siaran pers di Jakarta, Senin (22/7).

Ia mengakui pihaknya melakukan pinjaman modal ke bank. Modal kerja itu digunakan untuk keperluan mendanai operasi serta tagihan. Pinjaman ini berbentuk unpledge yang artinya tidak ada aset yang digunakan. Ia menegaskan kucuran dana itu tidak digunakan untuk membayarkan gaji karyawan.

“Tidak akan ada bank yang mau memberi pinjaman untuk tujuan bayar gaji,” tegasnya.

Perusahaan, kata dia, memang sedang menjalani masa sulit dalam menghadapi disrupsi bisnis pengiriman dan logistik masa ini. Hal ini menurutnya dinilai wajar saja terjadi. Maka untuk menjawab tantangan zaman ini beberapa waktu terakhir Pos Indonesia sedang melakukan transformasi bisnis. Yang prsosesnya dilakukan untuk semua aspek mulai dari bisnis, sumber daya manusia, penguatan anak usaha, hingga pengembangan produk baru.

Gilarsi mengatakan hingga saat ini perputaran uang di Pos Indonesia per bulan rata-rata sekitar Rp20 triliun. Ia menyebutkan perusahaan tidak hanya bergantung pada bisnis pengiriman dan logistik. Ada pula jasa keuangan yang melayani jasa remitansi luar dan dalam negeri, pembayaran biller, distribusi uang pensiun pegawai negeri sipil, TNI dan Polri.

Selain itu Pos Indonesia juga mendapatkan penugasan dari pemerintah. Antara lain untuk keperluan public service obligation, distribusi materai, penerimaan setoran pajak dan kiriman surat dinas. Pefindo sebagai lembaga pemeringkat nasional terkemuka memberikan rating A- bagi perseroan.

"Ini jelas pendiskreditan tanpa data," ujarnya.

Pun jika perusahaan sedang mengalami situasi sulit, kata dia, negara akan tetap mempertahankan perusahaan. Hal ini sebagai mana yang terjadi pada US Postal (Perusahaan pos Amerika Seikat) yang tetap beroperasi hingga kini. Padahal tiap tahunnya perusahaan itu mengalami defisit hingga Rp100 triliun.

Apalagi Pos Indonesia juga merupakan anggota dari Universal Postal Union (UPU) yang dinaungi oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Keberadaan perusahaan dalam organisasi dunia itu juga diwakili oleh Kementerian Kominfo.

Meski memang diakuinya, ada keterlambatan pemerintah akan proses penyehatan keuangan Pos Indonesia yang seharusnya segera dilakukan setelah dikeluarkannya UU No. 38 tahun 2009 mengenai liberalisasi industri postal. Di mana Pasal 51 undang-undang itu mengatur bahwa diperlukan upaya penyehatan badan usaha milik negara (BUMN) dalam menghadapi pembukaan akses pasar. Prosesnya paling lama dilakukan dalam waktu 5 tahun.

Masalahnya menurut dia, Pos indonesia memikul dua tegas besar. Pertama terkait beban masa lalu sebelum terjadinya liberalisasi. Kedua penugasan PSO yang belum mendapatkan kompensasi sesuai dengan tugas yang dipikul.

"Kami mengapresiasi apa yang disampaikan oleh Ibu Rieke DyahPitaloka, sebagai wujud pembelaannya kepada Pos Indonesia. Karena memang diperlukan keterlibatan pemerintah untuk melakukan proses penyehatan Pos Indonesia yang sudah lama tertunda," ujarnya.

Ia pun meminta semua pihak untuk memperhatikan fakta bahwa kondisi perusahaan tidak ada masalah. Selain penilaian terhadap korporasi Pos Indonesia yang mendapatkan rating A-, rating surat utang jangka menengah A-, hutang lancar, hak karyawan tidak tertunda, kenaikan gaji karena penyesuaian biaya hidup terus diterapkan.

Selanjutnya, semua aset dalam kendali penuh dan tidak ada yang diagunkan, pendapatan yang bersumber dari APBN, PSO, fee distribusi meterai, fee penerimaan setoran pajak, jasa kurir surat dinas mencapai rata-rata sekitar Rp800 miliar per tahun.

Gilarsi mengklaim, Pos Indonesia masih bisa memberikan layanan Pos Universal 6 hari per minggu, Postal Services di luar negeri hanya melayani layanan pos universal tinggal 4-5 hari per minggu, tidak ada PHK karena restrukturisasi. Selain itu, BPJS maupun iuran pensiun dibayar lancar tidak ada tunggakan sama sekali.

BUMN Sehat
Serupa, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) memastikan sampai saat ini PT Pos Indonesia sebagai BUMN yang sehat dan melakukan transformasi yang meliputi semua aspek baik bisnis, anak usaha, SDM dan keuangan.

Deputi Bidang Pertambangan, Industri Strategis dan Media Kementerian BUMN, Fajar Harry Sampurno mengungkapkan, Kementerian BUMN terus mendorong upaya-upaya yang dilakukan PT Pos Indonesia (Persero) dalam mentransformasikan usaha mengikuti perubahan lingkungan usaha yang cepat.

 “Kami memastikan bahwa Pos Indonesia masih terus berkarya, hak-hak karyawan dipenuhi. Pos Indonesia adalah perusahan yang sehat dan melakukan transformasi untuk menjadi BUMN yang lebih kuat dan terus melayani masyarakat hingga ke seluruh pelosok Tanah Air,” ungkap Fajar Harry melalui siaran pers, Senin (22/7).

Mengambil data laporan tahunan PT Pos Indonesia, sebenarnya sampai 2017 BUMN ini masih kerap mencatatkan laba bersih. Namun, nilainya kian tergerus. Laba bersih Si Oranye tercatat turun 17,4% dari Rp426,9 miliar pada 2016 lalu menjadi Rp355,0 miliar pada 2017.

Padahal pada tahun 2017 tersebut, pendapatan perusahaan sebenarnya mengalami pertumbuhan positif. Tercatat ada kenaikan pendapatan usaha Pos Indonesia sebesar 4,05% secara year on year. Sementara liabilitas perusahaan diketahui meningkat dari tahun 2016, yaitu naik 10,28%. Di mana hutang jangka pendek tahun 2017 meningkat sebesar 14,21% menjadi Rp3,813 miliar. Sedangkan hutang jangka panjangnya menurun 6,21% dari tahun 2016 menjadi Rp745,41 juta.

Untuk tahun 2018, pendapatan (unaudited) diperkirkan mencapai Rp5,1 triliun, naik dari tahun sebelumnya sebesar Rp5,074 triliun. Kontribusi terbesar pendapatan tersebut didapat dari bisnis jasa kurir sebesar Rp3,5 triliun, jasa keuangan sebesar Rp1 triliun, distribusi materai Rp320 miliar dan sisanya dari bisnis properti.

Sayangnya, meski pendapatan meningkat, laba bersih justru diprediksi turun sekitar 60% menjadi sekitar Rp130 miliar dari sebelumnya Rp355 miliar. Penurunan tersebut disinyalir kuat akibat PT Pos Indonesia menjalankan kewajiban public service obligation (PSO) Layanan Pos Universal. Pemerintah sendiri tidak memberikan penggantian subsidi secara utuh alias hanya sebagian. (Bernadette Aderi)


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar