c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

EKONOMI

03 Juli 2018

09:45 WIB

PLTB Sidrap Jadi Perintis Energi Baru Terbarukan

Pasokan listrik dari PLTU Punagaya, PLTU Jeneponto dan PLTB Sidrap akan meningkatkan kapasitas dan kehandalan listrik di Sulawesi Bagian Selatan. Hal tersebut diharapkan bisa mendorong sektor industri, menarik investor, dan menumbuhkan geliat ekonomi masyarakat sekitar

Editor: Agung Muhammad Fatwa

PLTB Sidrap Jadi Perintis Energi Baru Terbarukan
PLTB Sidrap Jadi Perintis Energi Baru Terbarukan
Pekerja melintas di area pembangunan Pembangkit Listirk Tenaga Bayu (PLTB) di Desa Mattirotasi, Kabupaten Sidrap, Sulawesi Selatan. ANTARA FOTO/Abriawan Abhe

SIDRAP – Pemerintah menilai beroperasinya Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) di Kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap), Sulawesi Selatan, merupakan pioner kebangkitan Energi Baru Terbarukan (EBT) di Indonesia. Ke depannya, pemerintah optimistis bisa menggarap lebih banyak lagi potensi EBT di Indonesia.

"Negara kita memiliki potensi tidak hanya pembangkit listrik tenaga uap dari batu bara, tapi kita juga memiliki banyak energi yang ke depan terus didorong untuk energi baru terbarukan," kata Presiden Joko Widodo disela peresmian PLTB di Desa Lainuangan, Kecamatan Watang Pulu, Sidrap, Senin (3/7).

Menurutnya, energi tersebut seperti geotermal atau panas bumi, matahari angin dan air, menjadi jenis-jenis EBT yang akan dikembangkan karena potensinya yang sangat besar. Khususnya untuk Indonesia bagian selatan, Jawa bagian selatan hingga timur.

"Informasi yang saya terima, sangat besar sekali potensi bisa membangun PLTB sehingga ke depan kita harapkan investasi seperti ini. Memang (investasi) awalnya tinggi, tapi ke depan semakin lama semakin murah," paparnya.

Presiden berharap dengan semakin besar dan semakin banyak pembangkit listrik baru terbarukan yang selesai aka memberikan sebuah kompetisi yang baik sehingga harga listrik akan semakin turun. "Kita harapkan dengan turunnya harga listrik dengan hadirnya energi baru terbarukan akan menjadi sebuah daya saing terutama pada industri, arahnya nanti kita kesana," tambahnya.

Mengenai harga jual listrik mengingat suplai tersebut disalurkan pihak swasta, mantan gubernur DKI Jakarta tersebut yakin, perlahan harganya akan semakin murah, sejalan dengan makin banyaknya pembangkit yang beroperasi.  

"Tentunya dengan banyaknya pembangkit energi baru terbarukan akan terjadi kompetisi, bila dilihat tadi potensi pembangkit listrik tenaga panas bumi atau geotermal punya potemsi 29 ribu Mega Watt, dan saat ini baru dikerjakan 2000 MW," tuturnya.

Saat berada di lokasi PLTB Sidrap, Jokowi merasa dirinya sedang berada di Belanda dan negara Eropa lainnya. "Saya serasa di Belanda bila melihat kincir ini, tapi ternyata di Sidrap," selorohnya.

Melalui keberhasilan pembangunan ini, Jokowi optimistis, target mewujudkan bauran energi primer Energi Baru dan Terbarukan (EBT) sebesar 23% pada tahun 2025 dapat tercapai. Apalagi, Indonesia juga memiliki potensi lain yang cukup besar seperti panas bumi, energi surya dan air.

 

 

“Saya rasa kita memiliki potensi yang besar dalam hal pengembangan EBT. Untuk panas bumi kita memiliki potensi sebanyak 29.000 MW dan baru dikerjakan 2.000 (MW), lalu kita memiliki PLT Surya, PLTA yang saya kira potensinya juga sangat besar,” rinci Jokowi.

Jokowi pun berkomitmen, pembangkit listrik dengan energi baru terbarukan di Indonesia ke depan akan terus dikembangkan. “Tidak hanya di Kabupaten Sidrap saja, tetapi sudah dikerjakan dan selesai 80% di PLTB Kabupaten Jeneponto. Selain itu juga dikerjakan di Kabupaten Tanah Laut, dan akan dimulai segera di PLTB di Jawa Barat Kabupaten Sukabumi,” ungkapnya.

Menteri ESDM Ignasius Jonan menambahkan, dengan hadirnya PLTB Sidrap bisa mengaliri listrik sebanyak 150.000 untuk rumah tangga dengan dengan 450 KVA. PLTB dibangun 2,5 tahun dengan harga dasar diawal 11,3 sen per Kwh.

"Ini merupakan komitmen kami mengejar baur energi baru terbarukan hingga 23%, meski saat ini masih mencaai 14%," katanya.

Dalam laporannya terkait pembangunan proyek PLTB ini, Jonan menuturkan, penyelesaian PLTB Sidrap dilakukan dalam waktu 2,5 tahun. Terhitung sejak Agustus 2015 sampai Maret 2018 dan telah beroperasi akhir Maret 2018 lalu.

“Ada sebanyak 30 kincir angin yang masing-masing menggerakkan turbin berkapasitas 2,5 MW. PLTB Sidrap I dapat mengaliri lebih dari 70.000 pelanggan listrik dengan daya 900 Volt Ampere (VA),” terang Jonan.

Bersamaan dengan peresmian PLTB Sidrap, Presiden Jokowi juga sejatinya meresmikan dua proyek infrastruktur ketenagalistrikan dan tiga groundbreaking proyek ketenagalistrikan di wilayah Sulawesi lainnya.

Jonan merinci, proyek-proyek tersebut antara lain, Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Punagaya dengan kapasitas 2x100 MW dan PLTU Independent Power Producer (IPP) yang memiliki kapasitas 2x135 MW. Kedua pembangkit listrik ini berada di Desa Punagaya, Kecamatan Bangkala, Kabupaten Jeneponto, Sulsel.

Kemudian, juga PLTU Sulsel Barru 2 dengan kapasitas 100 MW di Desa Lampoko, Pembangkit Listrik tenaga Mesin Gas (PLTMG) Luwuk berkapasitas 40 MW di Desa Nonong, dan PLTB Tolo dengan kapasitas 72 MW di Kecamatan Binamu, Kab. Jeneponto, Provinsi Sulawesi Selatan.

 

 

Serap Tenaga Kerja
Jika dikalkulasi, proyek-proyek infrastruktur ketenagalistrikan tersebut kapasitas totalnya sebanyak 757 MW dan nilai investasinya mencapai US$1,17 miliar. Dalam pembangunannya, keseluruhan proyek mampu menyerap 4.480 tenaga kerja selama masa konstruksi hingga tahap operasi.

Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno yang turut serta dalam peresmian tersebut, mengapresiasi kerja keras PT PLN (Persero) untuk mempercepat penyelesaian program listrik 35 ribu megawatt (MW).

"Program ini selalu kami perhatikan secara khusus agar percepatannya dapat berjalan dengan baik dan lancar. Sehingga kapasitas listrik pun bisa memenuhi kebutuhan nasional," kata Rini.

Rini menjelaskan, pasokan listrik dari PLTU Punagaya, PLTU Jeneponto dan PLTB Sidrap akan meningkatkan kapasitas dan keandalan listrik di Sulawesi Bagian Selatan. Hal tersebut diharapkan bisa mendorong sektor industri, menarik investor, dan menumbuhkan geliat ekonomi masyarakat sekitar.

Hal ini, menurutnya, tak terlepas dari posisi Sulawesi Selatan sebagai salah satu daerah dengan daya tarik investasi yang tinggi di Indonesia. “Semoga seiring meningkatnya kehandalan listrik ini, investasi pun semakin meningkat hingga akhirnya  masyarakat Sulawesi pun semakin sejahtera. Untuk itu, saya apresiasi PLN beserta seluruh pihak yang mendukung penuh program listrik 35 ribu MW," ujar Rini.

Sementara itu, Direktur Utama PT PLN, Sofyan Basir menerangkan, PLTU Punagaya 2x100 MW merupakan pembangkit milik PLN yang berlokasi di Desa Punagaya, Kecamatan Bangkala, Kabupaten Jeneponto. Investasi PLTU ini nilainya mencapai USS$290 Juta, dengan melibatkan 1.000 tenaga kerja. Unit 1 PLTU Punagaya telah beroperasi pada 23 November 2017 dan Unit 2 pada 15 Januari 2018.

Sementara PLTU Jeneponto Ekspansi 2x135 MW dikembangkan oleh PT Bosowa Energi dengan nilai investasi mencapai US$320 Juta. Kerja sama dengan PLN untuk pembelian tenaga listrik dari PLTU ini dilakukan pada Mei 2015, dan mulai mengalirkan energi listrik pada November 2017. Pembangkit ini juga menyerap tenaga kerja mencapai 1.000 orang pada tahap konstruksi, dan 100 orang pada tahap operasi.

Adapun PLTB Sidrap 75 MW dikembangkan oleh PT UPC Sidrap Bayu Energi dengan nilai investasi mencapai US$150 juta. Perjanjian jual beli dengan PLN telah dilakukan pada 19 Agustus 2015. Pembangkit ini menyerap tenaga kerja total sebanyak 550 orang (500 orang tahap konstruksi, 50 orang saat beroperasi).

"Hadirnya kedua PLTU besar ini akan menambah daya mampu sistem kelistrikan Sulawesi Bagian Selatan menjadi 1.600 MW . Sedangkan beban puncak kelistrikannya mencapai 1.100 MW, kata Sofyan.

Berdasarkan data PLN, saat ini, jumlah pembangkit program 35 ribu MW yang telah beroperasi dan comisioning mencapai 2.114 MW. Sedangkan pembangkit yang sedang dalam proses konstruksi mencapai 16.686 MW, dan pembangkit dalam proses financial close mencapai 13.481 MW.

 

Ilustrasi pemasangan jaringan listrik PLN. ANTARA FOTO/Mohamad Hamzah.

 

Rasio Elektrifikasi
Secara nasional, perbandingan jumlah rumah tangga yang berlistrik dengan total rumah tangga atau yang disebut dengan capaian rasio elektrifikasi sampai dengan Desember 2017 lalu mencapai 94,91%, atau mencapai 95,35 % jika termasuk penghitungan program pra-elektrifikasi melalui pembagian lampu tenaga surya hemat energi (LTSHE)

Raihan ini melampaui target yang telah ditetapkan dalam Rencana Strategis (Renstra) Kementerian ESDM yaitu 92,75 %.

Tiap tahun capaian rasio elektrifikasi meningkat dari tahun ke tahun. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat, secara berturut-turut capaian rasio elektrifikasi sejak tahun 2015 adalah sebesar 88,3%, 91,16% (2016), dan diproyeksikan akan mencapai 97,5% pada tahun 2018.

Hingga 2017 dari total 67 juta rumah tangga nasional sudah ada sebanyak 64 juta rumah tangga berlistrik. Lebih rinci, 62,5 juta atau sekitar 93,28 % dialiri listrik oleh PLN.

Sementara 1,5 juta atau 2,32% rumah tangga mendapat listrik dari off-grid non PLN yg dibangun oleh Pemerintah Daerah, Swasta, dan Kementerian ESDM.

Dibalik prestasi ini, Kementerian ESDM mencatat masih terdapat dua provinsi yang rasio elektrifikasinya jauh di bawah rata-rata nasional, yaitu provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Papua, dimana rasio elektrifikasinya sebesar 60,74%.

Kondisi Indonesia yang kepulauan dengan populasi yang besar merupakan tantangan tersendiri untuk meningkatkan rasio elektrifikasi. Pemerintah saat ini tengah bergerak cepat dengan berkoordinasi secara aktif dalam menyusun berbagai hal dalam rangka mendukung pemanfaatan sumber energi baru terbarukan untuk penyediaan tenaga listrik.

Tidak hanya itu, Pemerintah juga memberikan keleluasaan kepada pemerintah daerah dalam rangka meningkatkan ketahanan listrik di wilayahnya, terutama bagi daerah yang belum berlistrik.

Sejauh ini, pemerintah telah mencoba berbagai alternatif dalam upaya peningkatan rasio elektrifikasi, salah satunya dengan cara memanfaatkan sumber daya energi baru dan terbarukan. Tarif listrik dengan harga yang affordable akan menjadi tantangan ke depan bagi pencapaian target elektrifikasi nasional. (Shanies Tri Pinasthi, Faisal Rachman)


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar