03 Agustus 2017
09:54 WIB
JAKARTA- Perseteruan antara angkutan umum konvensional dan angkutan berbasisi aplikasi online terus saja berlangsung. Dewan Pengurus Pusat Organisasi Angkutan Darat (Organda) menghitung, Indonesia kehilangan potensi pajak sebesar Rp1,6 triliun pada 2016 dari keberadaan angkutan umum ilegal.Potensi
Pernyataan ini tentu berhubugan dengan keberadaan angkutan berbasis online yang belakangan mulai menggerus pasar angkutan umum konvensional.
"Potensi yang hilang dari pendapatan asli daerah, pajak pertambahan nilai, penghasilan perusahaan, dan penghasilan pengemudi," kata Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Organda Andrianto Djokosoetono di sela-sela Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) II Organda 2017 di Mataram, seperti keterangan resmi yang di terima Validnews, Kamis (3/8)
Menurutnya, jumlah armada kendaraan ilegal, khususnya yang berbasis aplikasi online tidak dapat diketahui dengan pasti karena ada mitra yang keluar masuk. Angka yang disebutkan oleh perusahaan angkutan umum berbasis online juga tidak konsisten karena satu mitra bisa bergabung dengan beberapa aplikasi.
Andrianto menambahkan, angka kehilangan potensi pajak dari angkutan umum yang belum memiliki izin resmi relatif besar. Terlebih, angkutan umum berbasis online terus berkembang di berbagai daerah meskipun belum mengantongi izin.
"Kami berusaha supaya jangan sampai justru kepatuhan dari kami yang wajib bayar pajak, merugikan masyarakat jangka panjang," ujarnya.
Sekretaris Jenderal DPP Organda Ateng Aryono mengaku prihatin dengan masih maraknya operasional angkutan umum ilegal, baik yang berbasis aplikasi maupun konvensional. Oleh sebab itu, tema Mukernas Organda II yakni meningkatkan kualitas angkutan jalan raya nasional yang legal dan bermartabat dengan penggunaan teknologi informasi, dilatarbelakangi masih maraknya angkutan umum ilegal.
Pada prinsipnya, kata Ateng, Organda menginginkan agar mereka yang berniat sebagai pengusaha angkutan jalan umum raya dan masih pada posisi illegal, agar segera masuk sistem menjadi legal.
"Melalui kesempatan ini, kami mengajak pengusaha yang belum berizin, masuk menjadi sesuatu yang semestinya harus berjalan dengan benar dan baik menurut koridor aturan," ucapnya.
Kepala Dinas Perhubungan Nusa Tenggara Barat Lalu Bayu Windiya menuturkan, pengusaha angkutan umum online atau berbasis aplikasi lamban mengurus perizinan agar mereka bisa beroperasi legal.
"Mereka menyanggupi mengurus izin, tetapi lamban," serunya seperti dikutip Antara.
Pemprov NTB, kata dia, sejatinya ingin memberikan situasi yang sama antara pengusaha angkutan umum konvensional dengan yang online, sehingga tercipta persaingan bisnis yang sehat. Namun hingga saat ini pengurusan berbagai proses perizinan oleh pengusaha angkutan umum berbasis aplikasi belum dirampungkan tanpa alasan yang jelas.
"Tapi terus kami desak supaya syarat dan ketentuan yang kami berikan kepada angkutan umum konvensional, juga harus terjadi di angkutan umum online," tegasnya.
Ratusan angkutan umum jenis taksi diparkir di ruas jalan Semanggi saat melakukan unjuk rasa menolak beroperasinya taksi berbasis online di kawasan Senayan, Jakarta, Selasa (22/3). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja.
Bayu mengatakan angkutan berbasis aplikasi harus mengikuti ketentuan perundang-undangan, termasuk melaksanakan kewajiban membayar pajak kepada pemerintah. Namun upaya menagih kewajiban tersebut saat ini belum bisa dilakukan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Hal itu disebabkan karena belum ada data yang valid tentang jumlah armada.
Ia pun belum bisa memastikan besaran nilai potensi pajak yang hilang akibat adanya operasional angkutan umum online yang belum mendapatkan izin beroperasi. "Untuk sementara, kami tetap persuasif. Nanti ada saatnya bersama dengan polisi untuk mengambil tindakan tegas," lanjutnya.
Gubernur NTB TGH Muhammad Zainul Majdi yang turut hadir dalam acara tersebut menuturkan, pihaknya akan memperlakukan kebijakan yang sama antara transportasi darat online dengan konvensional. Menurutnya, pemerintah hadir sebagai fasilitator agar tidak ada perbedaan dalam memberikan perlakuan terhadap sesama pengusaha moda transportasi darat, baik berbasis aplikasi maupun konvensional.
"Jangan karena online mereka gak bayar pajak. Kelaikan kendaraan juga harus jelas jangan membahayakan konsumen," ucapnya.
Revisi Kepmen 35/2003
Sementara itu Kementerian Perhubungan mengajak Organisasi Angkutan Darat untuk berperan memberikan masukan dalam revisi Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 35 tahun 2003 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang di Jalan dengan Kendaraan Umum.
"Dukungan Organda dan kontribusinya dalam menyempurnakan KM 35 kami perlukan," kata Sekretaris Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Hindro Surahmat.
Hindro berharap melalui Mukernas Organda 2017, akan ada pemikiran kritis yang bisa berkontribusi dalam revisi Kepmen 35/2003. Begitu juga dengan masukan-masukan positif jika ada hal-hal yang perlu disempurnakan dalam Peraturan Menteri (Permenhub) Perhubungan Nomor 26 tahun 2017 sebagai revisi Permenhub Perhubungan Nomor 32 tahun 201, tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek.
"Permenhub 26 ke depan perlu penyempurnaan manakala ada kekurangan dan jangan dijadikan celah melegitimasi perangkat hukum yang sudah dibuat bersama," imbuhnya
Kementerian Perhubungan, lanjutnya, juga memprogramkan perbaikan 40 terminal tipe A yang sudah berada dalam kewenangan pemerintah pusat sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Perbaikan terminal tersebut bertujuan supaya kualitas layanan moda transportasi darat kepada masyarakat semakin baik. Oleh sebab itu, Hindro berharap agar Organda di daerah nantinya benar-benar memanfaatkan keberadaan terminal yang sudah diperbaiki kondisi fisiknya tersebut.
"Kita harus bersama-sama memanfaatkannya, jangan sudah dibangun tapi gak dimanfaatkan," tuturnya