c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

EKONOMI

10 Februari 2021

18:49 WIB

OJK Ungkap Potensi dan Tantangan Perbankan Syariah Pasca Merger

Ada empat strategi yang harus dipenuhi perbankan syariah

OJK Ungkap Potensi dan Tantangan Perbankan Syariah Pasca Merger
OJK Ungkap Potensi dan Tantangan Perbankan Syariah Pasca Merger
Wakil Menteri BUMN RI, Kartika Wirjoatmodjo (tengah), bersama Direktur Utama PT Bank Syariah Indonesia Tbk., Hery Gunardi (kedua kiri), Wakil Direktur PT Bank Syariah Indonesia Tbk., Ngatari (paling kiri), dan Abdullah Firman Wibowo (paling kanan), mengunjungi Digital Branch Bank Syariah Indonesia di The Tower Jakarta, dalam rangka peresmian Bank Syariah Indonesia, di Senin (1/2). Bank Syariah Indonesia/Dok.

JAKARTA – Setidaknya ada empat strategi yang harus dipenuhi lembaga keuangan syariah, khususnya perbankan syariah, agar menjadi raksasa di sektor keuangan. Hal itu disampaikan secara langsung oleh Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso.

“Kalau itu bisa dilakukan, otomatis market share atau pangsa pasar perbankan syariah akan mendominasi,” ujar Wimboh dalam webinar yang bertema “Peluang dan Tantangan Perbankan Syariah Pasca Merger Bank Syariah BUMN”, Rabu (10/2).

Keempat strategi itu adalah produk yang bervariasi, harga yang murah, kualitas produk yang bagus, dan layanan bisa diakses dengan mudah oleh masyarakat.

Wimboh melanjutkan, Indonesia memiliki skala lembaga keuangan syariah yang kompetitif dan memiliki empat strategi tersebut. Yakni, kelahiran Bank Syariah Indonesia atau BSI yang merupakan hasil merger Bank Syariah Mandiri, BNI Syariah, dan BRI Syariah.

Untuk mendukung kinerja, ia mendorong agar Bank Syariah Indonesia menggarap UMKM sebagai salah satu bisnis utama yang menunjang empat strategi tersebut.

Menurut Wimboh, Indonesia sejatinya memiliki potensi besar dalam pengembangan ekonomi dan keuangan syariah. Tercatat, Indonesia memiliki populasi 87% atau setara 230 juta penduduk yang terdiri dari 56,7% penduduk perkotaan dan 43,3% tinggal di pedesaan.

"Indonesia juga memiliki pertumbuhan ekonomi syariah yang tinggi, di mana tahun 2019, pertumbuhan ekonomi syariah tercatat sebesar 5,72% (PDB nasional saat itu 5,02%)," kata Wimboh.

Tak hanya itu, industri halal Indonesia terpantau semakin meningkat. Pada tahun 2020, nilai perdagangan industri halal Indonesia telah mencapai US$3 miliar dengan tren yang meningkat.

Namun, Wimboh menyebut sejak tahun 2000, ada cita-cita mendorong perbankan syariah memiliki pangsa pasar 20% yang hingga kini masih sulit diwujudkan.

"Bahkan, pada tahun 2000-an ini, kita bercita-cita 20% (market share.red). Tapi ternyata, perjalanan waktu sulit sekali," ucapnya.

Adapun tantangannya, ujar dia, ekosistem syariah yang solid belum terbentuk. Ekosistem tak hanya menyangkut lembaga keuangan, tetapi juga ekonomi dan keuangan syariah hingga gaya hidup syariah.

OJK mencatat proporsi total aset keuangan syariah masih relatif kecil, yakni baru mencapai 9,9%. Sementara sisanya, dimiliki keuangan konvensional.

Tantangan lainnya adalah permodalan bank syariah masih terbatas. Masih terdapat enam bank syariah yang memiliki modal inti di bawah Rp2 triliun, dari total 14 bank umum syariah per Desember 2020.

Sementara itu, literasi dan inklusi keuangan syariah juga tergolong rendah, masing-masing 8,93% dan 9,1%. Sedangkan, literasi dan inklusi nasional masing-masing mencapai 38,03% dan 76,19%.

Kemudian, keterbatasan sumber daya di industri keuangan syariah, antara lain kebutuhan sumber daya manusia yang handal dan memiliki kompetensi tinggi di bidang perbankan syariah.

Selain itu, competitiveness produk dan layanan keuangan syariah belum setara dibandingkan keuangan konvensional. Dalam hal ini, diversifikasi produk keuangan syariah dan business matching menjadi hal yang sangat krusial.

Terakhir, research and development yang masih rendah dalam mengembangkan produk dan layanan syariah lebih inovatif.

Wimboh mengatakan, pihaknya menaruh harapan besar kepada Bank Syariah Indonesia dalam menjawab tantangan tersebut setelah resmi dibentuk dan mulai beroperasi dengan nama baru pada 1 Februari 2021.

"Kehadiran Bank Syariah Indonesia dengan kemampuan permodalan dan sumber daya yang kuat dapat menjadi momentum untuk mengakselerasi perkembangan industri keuangan syariah di Indonesia, bahkan untuk eksis di kancah global dan regional," tuturnya optimis.

Namun demikian, lanjut dia, Lembaga Keuangan Syariah harus memiliki infrastruktur yang kuat dan lengkap. Hal ini sangat vital dalam mendukung peningkatan competitiveness dengan skala ekonomi yang lebih besar, cakupan produk yang lebih bervariasi, serta market share yang tinggi.

"Infrastruktur tersebut diantaranya keandalan teknologi informasi, sumber daya manusia yang berkualitas, produk dan layanan yang bervariasi dan berkualitas, serta harga yang murah," jelasnya.

Rencana Bisnis yang Detail
Wimboh menambahkan, kelahiran bank syariah hasil merger tersebut juga harus dilengkapi dengan penyusunan rencana bisnis yang detail untuk jangka menengah panjang dan Program Kerja tahun 2021-2025.

"Rencana Bisnis Jangka Menengah Panjang dan Program Kerja tahun 2021-2025 Bank Syariah Indonesia juga harus dilengkapi dengan target-target yang jelas karena OJK dan masyarakat menunggu program kerja dan target tersebut," ujar Wimboh.

Lebih lanjut, kata dia, rencana bisnis Bank Syariah Indonesia dimaksud akan lebih cepat terealisir untuk mencapai tingkat competitiveness yang tinggi dan cakupan produk serta market share yang besar, apabila BSI fokus kepada pembiayaan sektor UMKM dan Mikro yang terintegrasi dengan ekosistem pengembangan ekonomi syariah di Indonesia.

"Dapat kami sampaikan, lahirnya Bank Syariah Indonesia merupakan salah satu perwujudan MPSJKI 2021-2025 dalam hal pengembangan lembaga keuangan dan ekosistem syariah di Indonesia," ungkapnya.

Baca Juga:

OJK akan terus konsisten mendorong penguatan kelembagaan jasa keuangan syariah dengan mengedepankan keunggulan dan diferensiasi produk serta penguatan permodalan, SDM, dan TI yang mutakhir dalam satu ekosistem pengembangan keuangan dan ekonomi syariah yang terintegrasi dari hulu ke hilir.

Per Desember 2020, Bank Syariah Indonesia memiliki aset Rp239,73 triliun, dengan total kelolaan dana pihak ketiga mencapai Rp209,9 triliun, pembiayaan Rp156,52 triliun, dan laba bersih mencapai Rp2,19 triliun.

Saat ini, Bank Syariah Indonesia menduduki peringkat ketujuh sebagai bank nasional dengan aset terbesar di Tanah Air dan menargetkan menjadi salah satu besar pemain keuangan syariah regional dan global. (Fitriana Monica Sari)


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar