c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

EKONOMI

08 Maret 2019

13:47 WIB

OJK Restui AFPI Jadi Asosiasi Resmi Fintech Lending

Hingga akhir Januari 2019 penyaluran pinjaman fintech lending tercatat senilai Rp25,59 triliun dari 99 penyedia layanan yang bergerak di bidang produktif, multiguna-konsumtif, dan syariah

Editor: Agung Muhammad Fatwa

OJK Restui AFPI Jadi Asosiasi Resmi Fintech Lending
OJK Restui AFPI Jadi Asosiasi Resmi Fintech Lending
Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non-Bank OJK Riswinadi (kedua kanan) dan Ketua Umum Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Adrian Gunadi (kelima kiri) dalam acara peresmian di Jakarta, Jumat (8/2). ANTARA

JAKARTA- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meresmikan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) sebagai asosiasi resmi penyelenggara fintech peer to peer (P2P) lending. Dengan peresmian ini, AFPI menjadi mitra strategis OJK dalam menjalankan fungsi peraturan dan pengawasan para penyelenggara fintech lending sesuai dengan penunjukkan OJK No. S-5/D.05/IKNB/2019.

"Kami mengapresiasi dan berterima kasih kepada OJK yang telah mendengarkan aspirasi para penyelenggara fintech lending mengenai pentingnya kehadiran asosiasi untuk menjalankan fungsi pengawasan dan pengaturan kepada anggotanya," ujar Ketua Umum AFPI Adrian Gunadi di Jakarta, Jumat (8/3).

Dia menjelaskan, kehadiran AFPI dibutuhkan sebagai wadah bagi seluruh penyelenggara fintech lending. Hal ini demi meningkatkan kapasitas bersama agar dapat memaksimalkan fungsinya bagi masyarakat Indonesia, yang selama ini belum memiliki akses ke jasa keuangan konvensional.

"AFPI hadir untuk turut mendukung program pemerintah meningkatkan inklusi keuangan masyarakat. Pemanfaatan fintech lending diharapkan dapat mengisi kebutuhan kredit masyarakat khususnya UMKM. Menurut data World Bank dan International Finance Corporation (IFC), kebutuhan UMKM sebesar 165 miliar dolar AS atau 19% dari PDB," kata Adrian.

Dia berharap bahwa dengan keberadaan asosiasi, industri fintech lending dapat bertumbuh kuat dan sehat serta bermanfaat bagi kalangan yang belum terlayani oleh lembaga keuangan konvensional.

Peresmian AFPI sendiri, ditandai dengan pelantikan jajaran pengurus AFPI periode 2019-2021 oleh Ketua Umum AFPI. Selain pelantikan, acara peresmian ini juga diisi oleh peluncuran saluran informasi dan pengaduan nasabah fintech yakni JENDELA, serta talkshow terkait sosialisasi dan edukasi mengenai peranan fintech lending dan peranan AFPI.

Berdasarkan data OJK, hingga akhir Januari 2019 penyaluran pinjaman fintech lending tercatat senilai Rp25,59 triliun dari 99 penyedia layanan yang bergerak di bidang produktif, multiguna-konsumtif, dan syariah. Dari sisi kreditur, sudah ada sekitar 267 ribu entitas yang memberikan pinjaman kepada lebih dari lima juta masyarakat dengan lebih dari 17 transaksi. 

Pesatnya pertumbuhan industri fintech di Indonesia, kata Direktur Utama Lembaga Pengelola Dana Bergulir Koperasi Usaha Kecil dan Menengah (LPDB-KUMKM) Braman Setyo, mampu membuka akses permodalan sekaligus mendorong berkembangnya sektor usaha kecil, menengah, dan mikro (UMKM).

“Peluang kerja sama antara fintech dengan industri jasa keuangan termasuk koperasi simpan pinjam dan institusi atau lembaga pemerintah yang bergerak di bidang pembiayaan semakin terbuka lebar. Dampaknya, bisa tercapai efisiensi dalam operasi, bunga yang lebih murah terutama kepada peminjam terutama para pelaku usaha,” tuturnya.

Menurut Braman, semakin berkembangnya berbagai layanan pinjaman online ini, kebutuhan modal para pelaku UMKM terutama yang selama ini tidak terakses perbankan diharapkan dapat terpenuhi.

“Banyak fintech yang bergerak di bidang pembiayaan sektor produktif karena pelaku usaha yang non-bankable bisa mengakses pembiayaan sektor usaha termasuk ke depan akses pembiayaan LPDB melalui fintech,” jelas Braman.

 

Sementara itu, Ketua Harian Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Kusheryansyah mengatakan, kehadiran fintech P2P lending khususnya untuk menjangkau masyarakat yang tidak terjangkau pinjaman dikarenakan tidak memenuhi kriteria perbankan dan perusahaan pembiayaan.

Kusheryansyah juga menambahkan, kehadiran fintech saat ini bisa mendongkrak UMKM dan terbukti dari hadirnya fintech P2P lending yang hadir di berbagai segmen. Ragam platform fintech, seperti iTernak yang membiayai supply chain peternak, TaniFund, yang membiayai supply chain sektor pertanian.

Aad juga Fintag yang membiayai sektor kelautan dan Esta Kapital yangg membiayai ibu-ibu di Indonesia timur dengan model Grameen Bank. Dicontohkannya, dua fintech P2P lending, Akseleran dan Modalku turut mengisi kebutuhan pembiayaan produktif di segmen usaha Rp500 juta sampai Rp2 miliar.

Mengedukasi
Sementara itu, CEO UangTeman, Aidil Zulkifli mengatakan pemanfaatan pinjaman online untuk kebutuhan usaha tercatat cukup besar, di mana pada tahun 2018 tercatat sebesar 30% dari total nasabah memanfaatkan pinjaman untuk keperluan produktif.

“Berdasarkan persentase, nasabah UangTeman paling besar meminjam untuk keperluan produktif. Kami juga terus memberikan edukasi dan apresiasi kepada nasabah, supaya bisa mengelola pinjaman online ini dengan baik dan bermanfaat,” kata Aidil.

Ia menambahkan, salah satu tantangan dalam hal pemanfaatan pinjaman online adalah memberikan edukasi kepada masyarakat ketika mengajukan pinjaman. Banyak orang yang karena membutuhkan dana cepat sehingga tidak memperhatikan kredibilitas pemberi pinjaman dan terjerat layanan yang pinjaman tersebut.

“UangTeman bersama AFPI selalu mendorong agar masyarakat selalu memastikan hanya meminjam dari perusahaan yang terdaftar dan diawasi oleh OJK. Kami yakin masyarakat lebih selektif dan mampu mengelola pinjaman dengan baik, maka layanan pinjaman online ini bisa menjadi andalan bagi pengusaha UKM,” kata Aidil.  

Sebelumnya, OJK menetapkan fintech P2P lending yang terdaftar atau berizin di OJK hanya boleh mengakses tiga fitur di aplikasi pengguna, yaitu kamera, mikrofon, dan lokasi.

"Apabila ada fintech lending yang mengakses data selain ketiga hal tersebut, tanda daftarnya akan kami batalkan atau minimal kami meminta bantuan Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk segera memblokir aplikasi itu," ujar Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan Fintech OJK Hendrikus Passagi, Rabu.

Dia menjelaskan, alasan aplikasi fintech hanya boleh mengakses ketiga hal tersebut adalah untuk menghindari penyalahgunaan data pribadi konsumen.

"Mengakses di luar kamera, mikrofon, dan lokasi berpotensi menimbulkan masalah baru yakni perlindungan data konsumen, dalam hal penyalahgunaan data pribadi," tutur Hendrikus.

 

 

Fintech Ilegal
Satgas OJK sendiri telah menghentikan dan mempublikasikan 635 entitas fintech P2P lending tanpa izin OJK atau ilegal hingga awal tahun ini. Kegiatan fintech-fintech ilegal ini terbukti sangat merugikan masyarakat.

Pasalnya, fintech ilegal itu seolah-olah memberikan kemudahan, padahal justru menjebak korbannya dengan bunga dan denda yang tinggi, jangka waktu yang singkat. Mereka juga menyalin daftar kontak yang kemudian dipergunakan untuk mengintimidasi atau meneror korbannya kalau tidak mau melunasi pinjamannya.

Ketua Satgas Waspada Investasi OJK Tongam L. Tobing menjelaskan, berdasarkan deteksi servernya, kebanyakan server fintech-fintech ilegal tersebut berasal dari Indonesia, kemudian dari Amerika Serikat, Singapura, China dan Malaysia.

"Modusnya memang mengeruk keuntungan sebesar-besarnya dari masyarakat tanpa memedulikan aturan perundang-undangan yang berlaku. Jadi mereka membuat aplikasi di situs, appstore gawai tanpa memiliki izin atau terdaftar di OJK," tutur Tongam.

AFPI pun sejatinya telah menerima 426 pengaduan terkait fintech P2P lending selama periode Januari - Maret 2019. Dari 510 platform yang diadukan, 70% di antaranya merupakan fintech yang tidak terdaftar di OJK atau ilegal, sedangkan 30% lainnya merupakan anggota AFPI.

Berdasarkan kategori dari beberapa aduan tersebut, terkait aduan mengenai akses data pribadi sebesar 41%, terkait dengan keluhan penagihan kasar yakni 43%, kalau mengenai bunga dan denda yakni 10%.

Wakil Ketua Umum AFPI Sunu Widyatmoko menuturkan, pihaknya sudah mengajukan beberapa platform anggota AFPI yang diadukan tersebut kepada komite etik untuk ditelaah lebih lanjut.

"Komite etik itu yang akan melakukan verifikasi berdasarkan data yang disampaikan oleh pengadu, kemudian mendapatkan penjelasan dari platform yang bersangkutan, lalu berdasarkan pertimbangan-pertimbangan itu mereka akan melakukan kajian dan analisis, serta memberikan rekomendasi kepada pengurus," ujar Sunu.

Menurut dia, rekomendasi dari komite etik yang akan diserahkan kepada pengurus itu bisa berupa peringatan, pembekuan hingga dikeluarkan bagi platform fintech P2P lending yang diadukan.

"Saya ingin menyampaikan bahwa tidak hanya berhenti di tahap pengaduan, namun sudah ditindaklanjuti oleh kami. Sudah ada beberapa platform, tidak satu tapi yang jelas lebih dari satu, yang sudah dalam proses dikaji oleh komite etik," tandasnya. (Faisal Rachman)


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar