23 Februari 2018
14:02 WIB
MANADO – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendorong Bank Pembangunan Daerah (BPD) untuk meningkatkan penyaluran kredit produktif, khususnya di bidang infrastruktur dan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). Termasuk dalam pembiayaan bagi UMKM adalah Kredit Usaha Rakyat (KUR) Klaster.
“BPD juga harus mempunyai kemampuan untuk menyalurkan Kredit Usaha Rakyat (KUR) termasuk KUR Klaster, bekerja sama dengan BUMDES/BUMADES yang sebentar lagi akan banyak berdiri, memperluas jangkauan layanan agen-agen branchless banking (LAKU PANDAI) di berbagai daerah dan juga sebagai penyalur Bansos Non-Tunai,” ujar Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso saat membuka pertemuan BPD seluruh Indonesia di Manado, Kamis (22/2).
Wimboh menilai, KUR Klaster merupakan program strategis yang tepat sasaran. Pasalnya, lewat program ini, pelaku UMKM tak hanya mendapatkan pinjaman. Penyaluran KUR akan diiringi dengan pendampingan dan pemasaran produk yang dilakukan oleh perusahaan inti, baik perusahaan BUMN, BUMDes/BUMADes maupun swasta.
Lebih lanjut, KUR Klaster ini dapat disesuaikan dengan potensi yang dimiliki oleh daerah. Sebagai contoh, penyaluran KUR Klaster di Sulawesi Utara, Gorontalo dan Maluku Utara dapat menyasar sektor perkebunan maupun pariwisata. Kawasan timur Indonesia ini sejak lama dikenal akan kekayaannya berupa rempah-rempah. Kecantikan alamnya juga telah mengundang banyak wisatawan untuk datang berkunjung.
“Dengan potensi komoditas perkebunan seperti cengkeh, minyak kelapa, pala, cabe rawit dan komoditas perikanan serta potensi pariwisata yang sangat besar di wilayah Sulutgomalut ini, saya meyakini bahwa penyaluran KUR melalui cluster scheme ke depannya akan lebih tepat sasaran ke sektor-sektor produktif,” katanya.
Pemerintah menargetkan penyaluran KUR pada 2018 sebesar Rp120 triliun, dengan suku bunga yang lebih rendah dari tahun lalu yakni sebesar 7%. Tahun 2017, suku bunga KUR dipatok 9%. Penyaluran KUR 2018 akan dipermudah bagi sektor pertanian, agar tidak menyulitkan para petani dalam membayar pinjaman.
Selain itu, Wimboh juga mendorong agar BPD berperan aktif dalam Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD) dalam mencari terobosan membuka akses Keuangan masyarakat di daerahnya
OJK juga terus mengembangkan potensi pendirian Bank Wakaf Mikro khususnya di Provinsi Maluku Utara dan Provinsi Gorontalo. Pembiayaan Bank Wakaf Mikro ini akan diberikan kepada kelompok orang yang diiringi dengan program pemberdayaan dan pendampingan dengan nilai pembiayaan maksimal Rp3 juta dan margin yang dikenakan setara 3%, serta tanpa agunan.
Demi meningkatkan peran BPD dalam mendorong perekonomian daerah, OJK mendorong seluruh BPD ntuk mempercepat upaya penyatuan dan integrasi. Dengan skala ekonomi yang lebih besar dan efisien, Wimboh menilai akan lebih mampu bersaing dan meningkatkan perannya.
“BPD bersama Asosiasi Bank Pembangunan Daerah (Asbanda) harus segera mempercepat upaya mewujudkan BPD seluruh Indonesia yang lebih terintegrasi,” katanya.
Menurutnya, untuk mewujudkan upaya ini, beberapa aspek perlu segera diselesaikan dalam waktu dekat ini antara lain meliputi peningkatan core banking system pada beberapa BPD, penerapan switching yang melibatkan semua BPD, penuntasan Buku Pedoman Perusahaan yang terstandarisasi, peningkatan dan penyetaraan kapasitas SDM, serta pengembangan produk dan layanan keuangan yang kompetitif.
“Saya ingin BPD menjadi jawara di daerahnya masing-masing,” katanya.
BPD dan industri perbankan juga diminta untuk meningkatkan layanan dan produk digital, serta bersinergi dengan perusahaan fintech atau dengan memiliki lini usaha fintech. Untuk itu, OJK mendorong BPD terus meningkatkan infrastruktur dan SDM terkait teknologi informasi agar mampu mengembangkan otomasi proses bisnis internal dan inovasi produk/layanan teknologi Keuangan di BPD.
Dalam pertemuan BPD tersebut, diluncurkan tiga produk yang dihasilkan dari pelaksanaan Program Transformasi BPD, yaitu Peluncuran Logo Bersama dan Tagline BPD, Integrasi Switching, serta Buku Pedoman Perusahaan.
Pada 2017, BPD telah menunjukkan pertumbuhan kinerja. Per Desember 2017, aset BPD naik 14,2%. Dana Pihak Ketiga (DPK) yang berhasil dihimpun juga bertumbuh sebesar 17,2%. Lantas, di sisi intermediasi, kredit tumbuh 9,1% dengan rasio NPL yang terjaga di 3,2% (yoy).
Layanan Aduan
Di tempat terpisah, Pelaksana Tugas Direktur (Plt) Penelitian Kebijakan dan Pengaturan Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK, Rela Ginting di Padang, Kamis (22/2) meminta pelaku usaha jasa keuangan menyediakan layanan pengaduan. Tujuannya tak lain guna menyelesaikan masalah konsumen yang merasa dirugikan. Otoritas percaya adanya layanan aduan mampu menciptakan rasa percaya yang berkesinambungan dari masyarakat terhadap industri keuangan.
"Pelaku jasa keuangan harus membentuk fungsi atau unit layanan pengaduan di setiap kantor dan memiliki mekanisme pelaporan pengaduan," tuturnya, seperti dilansir Antara.
Pentingnya layanan aduan dikarenakan juga karena literasi masyarakat Indonesia yang masih tergolong rendah. Berdasarkan data OJK, tingkat literasi rata-rata nasional pada tahun 2016 hanya bertengger di angka 29,66%. Tidak beranjak jauh dari pencapaian literasi rata-rata nasional pada 2013 yang terpatok di 21,84%.
Imbauan adanya layanan aduan ini disampaikan Rela dalam sosialisasi literasi keuangan kepada pelaku usaha jasa keuangan di Sumatra Barat yang bertema "Sosialisasi Mendukung Pertumbuhan Melalui Peningkatan Literasi dan Inklusi Keuangan Serta Layanan Pengaduan Konsumen".
Menurutnya, tugas dan fungsi layanan pengaduan tersebut, antara lain menerima, melayani dan menangani pengaduan. Selain itu, layanan tersebut dapat dijadikan instrumen untuk menetapkan target kinerja, pemantauan dan evaluasi, memberikan rekomendasikan perbaikan, serta menyusun laporan layanan pengaduan.
"Direksi dan dewan komisaris pelaku usaha jasa keuangan harus memastikan layanan pengaduan konsumen tersedia dan terlaksana," ujar Rela.
Adanya layanan aduan dalam usaha jasa keuangan sebenarnya telah tercantum di dalam Peraturan OJK Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan. Di mana dalam Pasal 36 Ayat 1, regulasi tersebut termaktub, “Pelaku Usaha Jasa Keuangan wajib memiliki unit kerja dan/atau fungsi untuk menangani dan menyelesaikan pengaduan yang diajukan Konsumen.”
"Layanan pengaduan juga merupakan bentuk perlindungan kepada konsumen dengan prinsip transparan, adil, andal, terjaga kerahasiaan dan penanganan pengaduan secara cepat, sederhana dengan biaya terjangkau," ucapnya.
Barulah jika sengketa yang terjadi tidak dapat diselesaikan oleh layanan pengaduan, bisa dilimpahkan kepada lembaga alternatif penyelesaian sengketa yang terdaftar. Dalam hal ini yakni Badan Mediasi dan Arbitrase Asuransi Indonesia.
Ada juga lembaga setipe lainnya, seperti Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia, Lembaga Alternatif Penyelesaiaan Sengketa Perbankan Indonesia. Tidak terlupa Badan Arbitrase dan Mediasi Perusahaan Penjamin Indonesia serta Badan Mediasi Pembiayaan Pegadaian dan Ventura Indonesia.
Jasa keuangan yang menjadi fokus OJK untuk memiliki layanan aduan, antara lain bank umum, BPR, perantara pedagang efek, dan manajer investasi. Tidak ketinggalan perusahaan asuransi, lembaga pembiayaan, perusahaan pegadaian, serta perusahaan penjaminan dan penyelenggara layanan pinjaman uang berbasis teknologi informasi. (Teodora Nirmala Fau, Fin Harini)