c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

EKONOMI

11 Juli 2020

09:18 WIB

Minyak Menguat Setelah EIA Naikkan Perkiraan Permintaan 2020

Perkiraan naik 400.000 bph dari ancar-ancar yang dirilis bulan lalu

Minyak Menguat Setelah EIA Naikkan Perkiraan Permintaan 2020
Minyak Menguat Setelah EIA Naikkan Perkiraan Permintaan 2020
Ilustrasi rig lepas pantai migas. Shutterstock/dok

NEW YORK - Harga minyak naik lebih dari dua persen pada akhir perdagangan Jumat atau Sabtu pagi WIB, setelah Badan Energi Internasional, IEA, menaikkan perkiraan permintaan tahun 2020. Namun, rekor kasus baru temuan kasus covid-19 di Amerika Serikat melemahkan harapan pemulihan konsumsi bahan bakar.

Dilansir dari Antara, minyak mentah Brent untuk pengiriman September naik 89 sen atau 2,0% dan ditutup pada US$43,24 per barel. Sementara, minyak mentah West Texas Intermediate atau WTI untuk pengiriman Agustus ditutup US$40,55 per barel, naik 93 sen atau 2,4%.

Berdasarkan data Dow Jones Market Data kontrak bulan depan, pekan ini WTI turun 0,3%, sementara Brent membukukan kenaikan mingguan satu persen.

IEA menaikkan perkiraan permintaan tahun ini 92,1 juta barel per hari atau bph. Perkiraan ini naik 400.000 bph dari ancar-ancar yang dirilis bulan lalu. Kenaikan ini lantaran penurunan konsumsi di kuartal kedua tak setajam estimasi awal, karena pelonggaran penguncian wilayah atau lockdown di banyak negara.

Meski mengerek naik perkiraan permintaan minyak, IEA tetap memperingatkan risiko pandemi yang masih ada.

"Peningkatan terkini kasus covid-19 dan penerapan penguncian sebagian wilayah mengindikasikan lebih banyak ketidakpastian pada perkiraan," kata IEA.

Lebih dari 60.500 kasus baru covid-19 dilaporkan di Amerika Serikat pada Kamis (9/7), rekor harian dan jumlah harian tertinggi untuk negara mana pun sejak pandemi muncul di China akhir tahun lalu.

"Sementara pasar minyak tidak diragukan lagi telah membuat kemajuan ... yang besar, dan di beberapa negara, percepatan jumlah kasus covid-19 adalah pengingat yang mengganggu bahwa pandemi tidak terkendali," kata IEA.

Harga juga didukung data pemangkasan jumlah minyak dan gas alam perusahaan-perusahaan energi AS. Jumlah rig yang beroperasi berada pada rekor terendah selama 10 minggu berturut-turut.

Pasar saham yang kuat juga mendorong harga minyak. Sederetan data ekonomi, termasuk rekor penambahan data pembayaran gaji bulanan menunjukkan kebangkitan dalam kegiatan bisnis AS pada Juni.

Baca Juga:

Sementara, pengumuman Libya National Oil Corporation soal pencabutan force majeure pada semua ekspor minyak setelah setengah tahun blokade oleh pasukan timur, membuat harga telah turun di awal sesi.

"Diperkirakan ekspor Libya dimulai kembali. Hal ini hanya akan menambah kerentanan pembatasan produksi OPEC+," kata Jim Ritterbusch, presiden dari Ritterbusch and Associates.

OPEC+, termasuk Rusia, dan produsen lainnya, April lalu sepakat memotong pasokan sebesar 9,7 juta bph pada Mei dan Juni untuk mendukung harga.

Awal Juni (6/6) lalu, kelompok produsen minyak ini kembali bersepakat mempertahankan pemotongan yang setara dengan 10% pasokan global, hingga Juli.

Persediaan minyak tetap membengkak karena penurunan permintaan bahan bakar selama wabah awal.

"Jika kita mengambil gambaran pasar yang lebih besar, yang menonjol adalah kita belum melihat banyak penurunan di bagian persediaan global," kata JBC.

Persediaan minyak mentah AS naik hampir enam juta barel minggu lalu.

Ketegangan yang memuncak antara Amerika Serikat dan China juga menekan harga. China mengatakan akan memberlakukan tindakan timbal balik sebagai tanggapan terhadap sanksi AS kepada pejabatnya atas dugaan pelanggaran hak asasi manusia terhadap minoritas Muslim Uighur. (Fin Harini)


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar