c

Selamat

Selasa, 4 November 2025

EKONOMI

14 Januari 2019

20:59 WIB

Menakar Potensi Cadangan Batuan Mineral

Pertambangan mineral bukan logam dan batu bara menyumbang perekonomian yang cukup besar di Indonesia

Editor: Agung Muhammad Fatwa

Menakar Potensi Cadangan Batuan Mineral
Menakar Potensi Cadangan Batuan Mineral
Proses pemotongan batu granit di kawasan Pasar Marmer, Cikuda, Wanaerang, Bogor, Jawa Barat, Senin (14012019). Validnews/Agung Natanael

JAKARTA – Indonesia yang memiliki luas wilayah 7,81 juta kilometer persegi menyimpan banyak sumber daya alam. Dari banyak sumber daya alam yang menjadi potensi ekonomi terbesar, pertambangan jenis mineral, khususnya mineral bukan logam dan batu bara adalah salah satu potensi yang dimiliki negeri ini.

Tak bisa dimungkiri, pertambangan mineral bukan logam dan batu bara turut menyumbang perekonomian yang cukup besar di Indonesia. Kendati begitu, besarnya potensi alam di tanah nusantara juga turut mengundang polemik

Salah satu yang menjadi persoalan adalah, sumber daya alam yang terus menerus digali dapat berdampak pada cadangan sumber daya itu sendiri. Karena itu setiap negara, termasuk Indonesia memiliki regulasi yang mengatur mengenai pertambangan.

Di Indonesia, pertambangan mineral dan batu bara diatur berlandaskan Undang-Undang (UU) Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba). Pada pasal 34 ayat (2) UU Minerba dijelaskan, pertambangan mineral di Indonesia tergolong atas pertambangan mineral radioaktif, mineral logam, mineral bukan logam, dan batuan. Pertambangan mineral bukan logam adalah salah satu dari bagian pertambangan mineral tersebut.

Berdasarkan laporan Standar Nasional Indonesia (SNI) Amandemen 1-SNI 13-4276-1998, sumber daya mineral adalah endapan mineral yang diharapkan dapat dimanfaatkan secara nyata. Dalam laporan tersebut dijelaskan, sumber daya mineral dengan keyakinan geologi tertentu dapat berubah menjadi cadangan setelah dilakukan pengkajian kelayakan tambang dan memenuhi kriteria layak tambang.

Ada pun sumber daya mineral tersebut, tulis laporan itu, terbagi menjadi empat tahapan, yakni sumber daya mineral hipotetik, tereka, terunjuk, dan terukur. Laporan tersebut menjelaskan, sumber daya mineral hipotetik diperoleh berdasar perkiraan pada tahap survei. Kemudian sumber daya mineral tereka diperoleh berdasar hasil tahap prospeksi.

Sedangkan sumber daya mineral terunjuk diperoleh berdasar hasil tahap eksplorasi umum. Lalu sumber daya mineral terukur diperoleh berdasar hasil tahap eksplorasi rinci.

Selanjutnya, laporan SNI mendefinisikan cadangan sebagai endapan mineral yang telah diketahui ukuran, bentuk, sebaran, kuantitas dan kualitasnya dan yang secara ekonomis, teknis, hukum, lingkungan dan sosial dapat ditambang pada saat perhitungan dilakukan. Untuk tipe cadangan, laporan tersebut menjelaskan ada dua tipe, yakni cadangan terkira dan terbukti.

Cadangan terkira, sebut laporan itu, adalah sumber daya mineral terunjuk dan sebagian dari sumber daya mineral itu punya tingkat keyakinan geologi yang lebih rendah, berdasar studi kelayakan semua faktor yang terkait telah terpenuhi. Dengan begitu penambangan bisa dilakukan secara ekonomi. Sementara, cadangan terbukti dalam laporan itu adalah sumber daya mineral terukur berdasar studi kelayakan tambang yang sudah terpenuhi, sehingga penambangan dapat dilakukan secara ekonomi.



Peningkatan Status
Sejauh ini, sudah banyak cadangan mineral bukan logam yang telah ditemukan, namun belum maksimal dimanfaatkan, apalagi sampai tahap dieksploitasi. Kepala Bidang Mineral Pusat Sumberdaya Mineral Batubara dan Panas Bumi (PSDMBP) Badan Geologi, Kementerian ESDM, Mochammad Awaludin mengatakan, selama lima tahun terakhir ini, pihak Badan Geologi Telah menemukan sebanyak 57 jenis mineral bukan logam di Indonesia.

Menurut Awaludin, sumber daya mineral bukan logam di Indonesia pada umumnya masih cukup besar. Akan tetapi, lanjutnya, sumber daya mineral tersebut masih dalam sumber daya hipotetik sehingga perlu peningkatan status sumber daya. Hal tersebut, menurut dia, dilakukan agar tingkat keyakinannya lebih tinggi dan mampu menjadi sumber daya tereka, tertunjuk dan terukur.

Dalam segi pemanfaatan mineral bukan logam dan batuan di Indonesia, Awaludin mengungkap, ada empat kelompok mineral bukan logam. Empat kelompok tersebut terdiri dari kelompok bahan bangunan, bahan industri, bahan keramik, dan batu mulia.

Awaludin memperkirakan, dari 57 komoditas mineral bukan logam di Indonesia, ada sekitar 30 komoditas yang mendominasi dalam tahapan sumber daya hipotetik. Ia menyatakan perlu ada peningkatan status pada sumber daya mineral tersebut.

Selain itu, lanjutnya, beberapa mineral bukan logam yang terbatas jumlahnya belum banyak ditemukan. Beberapa mineral tersebut antara lain mineral grafit, talk, barit, gipsum, natrium bentonit, dan posfat.

“Oleh sebab itu, perlu kegiatan eksplorasi guna peningkatan status sumber daya tersebut,” tulis Awaludin kepada Validnews pada Jumat (11/1).

Namun, Pengamat lingkungan dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Dwi Sawung mengungkapkan, ada beberapa peningkatan pemanfaatan seperti andesit dan pasir. Termasuk juga karst dan kapur, sebut Dwi, meningkat pada lima hingga sepuluh tahun ke belakang.

Sementara untuk segi cadangan, Dwi mengungkapkan, riset mengenai cadangan sudah banyak yang tidak berkembang. Menurutnya, sudah banyak yang meninggalkan riset penemuan cadangan baru mineral bukan logam. Keadaan seperti ini, menurut Dwi, sama dengan riset cadangan migas, di mana riset-riset tentang cadangan banyak berkurang.

“Orang enggak tertarik juga untuk melakukan investasi di situ karena ada masalah ketidakpastian, aturan, dan segala macem,” kata Dwi kepada Validnews pada Rabu (9/1).

Berkaitan dengan regulasi, sebenarnya masih ada regulasi yang belum lengkap dan jelas. Sebagai contoh, sebut Dwi, penambangan emas dan perak. Dalam penambangan tersebut, terkadang valuasi atau proses mendapatkan nilai produksi tidak masuk dalam regulasi tersebut.

Mineral yang diperoleh dari emas dan tambang hanya dianggap sebagai mineral ikutan, mineral yang diperoleh dalam jumlah kecil sehingga tidak masuk dalam klasifikasi. Hal itu menjadi tidak jelas karena mineral ikutan itu tidak masuk dalam hitungan royalti. Padahal, Dwi menyebut dalam beberapa kasus, mineral ikutan nilainya justru bisa lebih besar.

“Paling yang belum lengkap logam tanah yang jarang dan aturannya belum jelas,” kata Dwi.

Bahan Bangunan
Menyikapi soal cadangan mineral bukan logam, Kepala Balai Penelitian Teknologi Mineral Lembaga Ilmu Penelitian Indonesia (LIPI) Drizal Fryantoni menyatakan, cadangan mineral bukan logam di Indonesia masih aman. Sebab, kata dia, di seluruh wilayah Indonesia memiliki cadangan batuan.

“Saya kira cadangan batuan-batuan di Indonesia itu ada lah,” kata Drizal, saat dihubungi Validnews, Jumat (11/1).

Ia menambahkan, masih banyak kandungan mineral yang bisa dijadikan sebagai bahan baku. Namun, ia menyayangkan, keberadaan kandungan mineral bukan logam pada umumnya masih untuk produk bahan bangunan.

Drizal mencontohkan, di daerah Lampung misalnya, cadangan mineral bukan logam begitu melimpah. Kendati begitu, pihaknya tidak bisa memastikan cadangan akan bertahan selamanya. Ia menilai, batuan basal pasti akan habis lantaran terus-menerus dilakukan pengolahan dan pengelolaan.

“Tapi saya kira (sejauh ini) masih aman-aman saja. Sebab, sampai saat ini masih digunakan untuk bahan material bangunan saja,” tandasnya.

Stenly Mamentu Head of Sales Department PT Citatah Tbk, perusahaan pertambangan dan pengolahan marmer, mengakui, cadangan mineral bukan logam seperti marmer dan granit masih aman.

“Masih cukup sampai dengan 50 tahun ke depan,” kata Stenly kepada Validnews pada Jumat (11/1).

Menurutnya, potensi marmer di Indonesia cukup besar. Potensi tersebut, tersebar di Nusa Tenggara, Sulawesi Tengah, dan Irian. Hanya saja, lanjut dia, potensi-potensi itu masih belum dimanfaatkan. Saat ini, lokasi penambangan masih berfokus di Makassar, Sulawesi Selatan. Di lokasi-lokasi itu pun cadangan marmer belum habis.

Sementara untuk granit, di Indonesia kata Stenly, juga masih banyak persediaannya. Ia menjelaskan, kebutuhan granit tidak sebanyak kebutuhan marmer. Sebab, granit lebih banyak digunakan untuk area luar bangunan, sedangkan marmer lebih ke area dalam bangunan.

“Nah kalau granit sendiri sampai dengan saat ini masih oke-oke aja,” tandasnya.

Batu Bara
Terlepas dari itu semua, bicara soal mineral bukan logam, komoditas yang selama ini paling dikenal dan dimanfaatkan dengan luas di Indonesia adalah batubara. Bagi dunia, batu bara umumnya digunakan sebagai sumber energi. Laporan World Coal Institute memaparkan, batu bara digunakan sebagai pembangkit listrik yang menghasilkan listrik hampir 40% di seluruh dunia.

Laporan tersebut juga mengungkap penggunaan batu bara untuk energi di beberapa negara. Berdasarkan laporan ini, penggunaan batu bara di Polandia bahkan mencapai sebesar 94%, Afrika Selatan sebesar 92%, Cina sebesar 77%, dan Australia 76%.

Batu bara, menurut laporan tersebut, merupakan sumber energi yang mengalami penggunaan pertumbuhan yang paling cepat di dunia akhir-akhir ini. Bahkan, pertumbuhannya lebih cepat daripada gas, minyak, nuklir, air dan sumber daya pengganti.

Peran batu bara, papar laporan itu, tidak hanya membangkitkan listrik, namun juga menjadi bahan bakar utama bagi produksi baja dan semen, serta kegiatan-kegiatan industri lainnya. Maka dari itu, laporan tersebut menegaskan, batu bara telah memainkan peran yang sangat penting.

Laporan World Coal Institute juga memaparkan besaran cadangan batu bara di berbagai belahan dunia. Besaran cadangan batu bara dalam laporan tersebut di Eropa dan Eurasia sebesar 36%, Asia Pasifik sebesar 30%, Amerika Utara sebesar 26%, Afrika sebesar 6%, Amerika Selatan dan Tengah sebesar 2%.

Laporan tersebut juga menyebutkan, batu bara saat ini menjadi bahan pembangkit listrik dunia sekitar 39%. Proporsi, ungkap laporan itu, diharapkan untuk tetap berada pada tingkat demikian selama 30 tahun ke depan.

Dari segi pasar, laporan out mengungkapkan, pasar batu bara terbesar justru Asia, yang saat ini mengkonsumsi 54% dari konsumsi batu bara dunia. Banyak negara seperti Jepang, Cina Taipei, dan Korea tidak punya sumber daya energi alami yang cukup, sehingga mereka harus mengimpor energi untuk kebutuhan mereka.

Di Indonesia sendiri perkembangan pada batu bara terbilang signifikan. Kepala Bidang Batu Bara Pusat Sumberdaya Mineral Batubara dan Panas Bumi (PSDMBP) Badan Geologi, Rita Susilawati mengatakan, keberadaan batu bara di Indonesia menjadi penting. Sebab, batu bara di Indonesia sebagian besar digunakan sebagai sumber energi, meskipun masyarakat tidak menggunakannya secara langsung. 

Penggunaan batu bara, tambah Rita, digunakan untuk pembangkit tenaga listrik dalam negeri. Sisa dari penggunaan tersebut digunakan untuk industri dan ekspor.

Cadangan Indonesia
Terkait peningkatan pemanfaatan cadangan tersebut, Rita mengatakan, ada kecenderungan peningkatan kuantitas dan kualitas data sumber daya dan cadangan batubara dalam kurun waktu 2014-2018.

Peningkatan tersebut, tutur Rita, disebabkan bukan karena kegiatan eksplorasi yang berjalan aktif, melainkan karena partisipasi Pemerintah Daerah dan perusahaan dalam memberikan data hasil kegiatan eksplorasi di wilayah masing-masing yang semakin besar.

Peningkatan jumlah dan kualitas data yang disertakan, lanjutnya, berpengaruh cukup signifikan untuk kenaikan nilai sumber daya dan cadangan batubara Indonesia itu sendiri. Ia menyebut, terdapat penambahan 531 lokasi baru pada tahun 2018 dibandingkan data tahun 2017.

Terkait hitungan data batu bara pada tahun 2018, Ia menyebut, jumlah sumber daya batubara yang tercatat sebesar 151.399 miliar ton (MT).  Dari jumlah tersebut, jumlah sumber daya terbagi menjadi sumber daya hipotetik sebesar 4.321 MT, sumber daya tereka sebesar 44.068 MT, sumber daya tertunjuk 52.246 MT dan sumber daya terukur 50.763 MT.

Sedangkan jumlah cadangan batu bara secara umum menurutnya adalah sebesar 39.890 MT.  Jumlah cadangan tersebut terbagi menjadi sejumlah 17.560 MT cadangan terkira dan 22.330 MT cadangan terbukti.

Dalam estimasi Rita, pemanfaatan batu bara bisa lebih lama jika kegiatan eksplorasi terus dilakukan untuk menaikkan status sumber daya menjadi cadangan. Ia mengestimasikan produksi batu bara yang ditetapkan pemerintah pada tahun 2018 sebesar 485 juta ton. Dengan estimasi tersebut, cadangan batu bara dalam perkiraannya mampu bertahan hingga 82 tahun.

“Secara umum walaupun cadangan batu bara berubah angkanya setiap tahun, nilai cadangan tersebut tidak memiliki efek langsung terhadap konsumsi masyarakat umum,” kata Rita kepada Validnews pada Kamis (10/1).

Terkait soal pemanfaatan cadangan batu bara tersebut, Dwi Sawung juga mengungkap hal yang kurang lebih sama. Menurutnya, pemanfaatan batu bara meningkat drastis dalam segi produksi. Selain itu, banyak izin usaha penambangan daerah yang meningkat yang lebih dari setengahnya didominasi oleh batu bara.

“Peningkatan produksi batu bara paling besar,”

Dalam konteks batu bara, Dwi menyebut, lokasi yang paling banyak menyimpan cadangan baru bara itu daerah Jawa Timur, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Tengah. Untuk daerah Sumatera, tambang batu bara beroperasi di daerah Sumatera Selatan dan Bengkulu. (Agil Kurniadi, Yunita Permata Fitri, Annisa Dewi Meifira, Fajar Setyadi, James Manullang)


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar