c

Selamat

Sabtu, 15 November 2025

EKONOMI

28 Juni 2018

20:58 WIB

Meikarta, Sengkarut yang Terus Berlanjut

Besarnya utang, gugatan vendor iklan, keluhan subkontraktor, penurunan penjualan dan turunnya peringkat utang dari lembaga pemeringkat asing, menjadi masalah-masalah yang mewarnai proyek Meikarta saat ini

Meikarta, Sengkarut yang Terus Berlanjut
Meikarta, Sengkarut yang Terus Berlanjut
Puluhan tower crain di kawasan proyek pembangunan Meikarta, Cikarang. Validnews/Agung Natanael

JAKARTA – The future is here today, jargon inilah yang menjadi andalan Lippo Group bagi mega proyek kebangaannya, Meikarta yang memiliki arti “Beyond Jakarta.” Dari namanya, sudah jelas proyek properti raksasa modern ini menyasar lokasi di luar Jakarta.

Ya, proyek yang sempat menghebohkan di tahun lalu ini memang berada di Cikarang, Bekasi, dikelilingi oleh distrik bisnis atau industri, seperti Lippo Cikarang, Jababeka, MM2100, dan sebagainya. Proyek yang diprediksi menelan biaya lebih dari Rp278 triliun ini bisa dibilang direncanakan bak salinan dari Kota Shenzhen, sebuah kota pusat manufaktur terbesar di China yang menjadi akses penghubung ke Hongkong.

Disebut-sebut sebagai proyek terbesar dalam sejarah 67 tahun Lippo Group yang dirancang sejak tahun 2014, pembangunan Meikarta telah dimulai sejak Januari 2016 dengan mencakup area seluas 22 juta meter persegi pada tahap pertama.

Melihat prospeknya, perusahaan multinasional besar asal Jepang, seperti Mitsubishi, Toyota, and Sunco, serta investor lainnya dari negara lain pun tergiur untuk bermitra dengan Lippo Group dalam mengembangkan Meikarta. Diperkirakan, hampir 4.000 perusahaan multinasional di seluruh dunia juga akan menempati ratusan gedung pencakar langit di area tersebut, seperti BP dan Volkswagen.

Baru-baru ini, pada Maret 2018 lalu Lippo Group telah mendapatkan suntikan dana segar hingga US$300 juta yang merupakan hasil dari kesepakatan dengan 9 perusahaan berkelas dunia asal Amerika Serikat, Inggris, Singapura, dan China.

Lebih rinci, perusahaan tersebut, yakni USA Dunham Bush Refrigeration Equipment Inc, Union Space, Rework, Shanghai Infin Technology, Eshang Rosewood ESR logistic, Nagase Indonesia, Micro Focus, ACSC & CFLP International Logistic, serta Seafirst Technologies.

Tidak berhenti sampai di situ, keberadaan Meikarta diklaim juga mampu memikat 10 lembaga global untuk mengembangkan pusat kesehatan, penelitian, dan pendidikan. Investasi awal yang diberikan mencapai angka US$550 juta.

Kesepuluh lembaga yang telah dirangkul oleh Lippo Group melalui Meikarta ini, yakni Columbia University Medical Center (CUMC), University College London (UCL), University of North Carolin, Genesis Rehab Services (GRS), World Trade Center, HTC Corporation, China Telecom Global Limited, JM Eagle, Zhong Ying Finance, hingga Lausanne Hotel Management Institute.

"Kemitraan ini adalah konfirmasi bahwa komunitas dunia mengakui dan melihat Meikarta sebagai kota modern di masa depan. Kehadiran lembaga global, baik dalam pendidikan, kesehatan, atau teknologi, akan membuat Meikarta lebih dari sekadar tempat tinggal. Meikarta masa depan akan menjadi pusat ekonomi yang akan tumbuh dan berkembang,” ungkap Presiden Direktur LPKR Ketut Budi Wijaya, seperti dikutip Asiaone, Jumat (23/6).

Melihat jauh ke depan, tidak dapat dimungkiri jika keberadaan Meikarta pastinya akan menjadi magnet bagi pembukaan lapangan pekerjaan, mengingat lokasinya yang strategis, lengkap dengan perusahaan-perusahaan bergengsi yang sudah ada di sekitarnya, ataupun yang nanti akan ada di dalam “kota” Meikarta. Bisa dibilang, “masa depan” seolah benar-benar berada di Meikarta.

 

 

Namun tampaknya jargon the future is here today tidak seindah klaim yang gencar dilancarkan. Setelah mengentak dan jorjoran beriklan, sampai jingle iklannya terngiang-ngiang di kepala banyak orang, eksistensi Meikarta seperti begitu saja tersapu angin. Meski proyek masih berjalan, Meikarta sudah tak lagi jadi topik pembicaraan banyak kalangan.

Baca Juga;

Gugatan Vendor
Sampai akhirnya pada akhir Mei 2018 kemarin, terdengar kabar PT Mahkota Sentosa Utama, Pengembang Megaproyek Meikarta, menghadapi gugatan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Pengembang tersebut digugat atas tagihan utang biaya iklan yang mencapai puluhan miliar.

Gugatan diajukan oleh PT Relys Trans Logistic dan PT Imperia Cipta Kreasi yang merupakan mitra Meikarta dalam merancang dan memasarkan iklan properti besutan Lippo Group tersebut. Dugaan makin menguat setelah PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR) disebut tengah mengalami kesulitan likuiditias, sampai-sampai lembaga rating internasional Moody's Investors Service menurunkan rating kredit perusahaan milik Mochtar Riady tersebut dari B1 menjadi B2 dengan outlook negatif.

Meikarta sendiri merupakan proyek milik anak usaha LPKR yakni PT Lippo Cikarang Tbk (LPCK). LPKR sendiri menguasai saham LPCK hingga 54%. Sementara PT Mahkota Sentosa Utama sendiri sepenuhnya merupakan anak usaha dari LPCK.

Dalam catatannya, Moody’s juga menetapkan peringkat surat utang anak usaha Lippo Karawaci, Theta Capital Pte Ltd., sebesar US$75 juta AS B2 dengan outlook negatif. Moody’s, merilis, dana hasil penerbitan utang tersebut rencananya akan diputar untuk membiayai kembali (refinancing) utang kepada perusahaan investasi UBS AG sebagai fasilitator pinjaman dan untuk kebutuhan umum perusahaan.

Sayangnya, utang penerbitan utang baru tersebut diperkirakan hanya menutupi sekitar separuh dari total utang Lippo Karawaci yang akan jatuh tempo pada 2018 dan 2019. Moody's menilai prospek keuangan LPKR dapat kembali stabil jika perusahaan menjalankan penjualan asetnya. Karenanya, perseroan harus mencari cara lain untuk memperbaiki likuiditasnya dalam 12-18 bulan ke depan.

Moody's juga mencatat pada 31 Maret 2018, sebesar 79% total utang Lippo Karawaci tidak dijamin. Mayoritas pinjaman Lippo Karawaci berada di perusahaan induk. Merujuk laporan keuangannya, pada 2017 laba bersih perusahaan turun 30,39% dibanding 2016, dari Rp882,41 miliar menjadi Rp614,17 miliar.

Penurunan itu lantaran naiknya beban pokok pendapatan menjadi Rp6,33 triliun dan beban usaha menjadi Rp3,13 triliun. Kondisi kas perusahaan juga turun dari posisi akhir 2016 sebesar Rp3,24 triliun menjadi Rp2,53 triliun pada akhir 2017.

Penurunan peringkat utang sejatinya bukan hanya kali ini terjadi. Di awal tahun 2018 ini, Fitch Ratings untuk menurunkan peringkat jangka panjang LPKR menjadi B+, dari yang sebelumnya BB-.

Hal ini tak terlepas dari besarnya pendanaan untuk proyek Meikarta yang mencapai Rp 278 triliun. Lippo sempat berdalih hanya sebesar 35% pembiayaan yang akan berasal dari kas internal Lippo. Sementara sisanya sebanyak 65% akan ditawarkan kepada investor dan mitra kerja Lippo. Namun, kebutuhan pendanaan tersebut tetap saja besar. Tak heran jika muncul kabar Lippo akan melepas sebagian kepemilikan Meikarta kepada investor.

Subkontraktor
Isu lainnya, salah satunya adalah tentang kontraktor proyek Meikarta, PT Total Bangun Persada Tbk (TOTL) dikabarkan meminta subkontraktor menghentikan sementara pengerjaan proyek Meikarta. Menurut kabar tersebut, 15 subkontraktor yang diminta menghentikan sementara pembangunan konstruksi proyek Meikarta.

Sejumlah isu negatif, ditambah dengan isu ketatnya likuiditas tersebut mengundang kekhawatiran investor dan sempat membuat harga saham Lippo Karawaci jeblok. Sejak awal tahun hingga 20 Juni 2018, harga saham LPKR merosot hingga 28,28% (year to date/YtD).

Sampai 20 Juni 2018, alhasil nilai kapitalisasi pasar (market capitalization) LPKR hanya Rp8,08 triliun, jauh lebih rendah dibandingkan ekuitas perseroan per Maret 2018 yang sebesar Rp29,9 triliun. Investor pun mengkhawatirkan kemampuan keuangan LPKR untuk membiayai utang jatuh tempo dan menuntaskan mega proyeknya, Meikarta.

Asal tahu saja, tahun ini di Meikarta ditargetkan bisa terbangun 18 tower dari total 92 tower yang akan dibangun. Tentu, jangan heran jika timbul pertanyaan di pelaku pasar, bagaimana perusahaan memperoleh dana untuk memenuhi pembangunan 18 tower tersebut?

Banting harga dan biaya iklan yang jorjoran diyakini sebagian kalangan menjadi salah satu penyebab goyangnya keuangan pengembang Meikarta. Apalagi salah satu pilar penting Meikarta, bagian penjualan dan pemasaran juga mandek.

 

 

Billy, sebut saja begitu, tenaga sales Meikarta sejak November 2017 lalu memberikan keterangannya kepada Validnews soal kondisi penjualan unit apartemen di Meikarta.

“Bulan ini belum ada jual, ini baru mau mulai lagi, kemarin ini kan sales-sales ada problem. Kebijakan baru manajemen kalau sales tidak dapat gaji pokok, itu kan heboh. Sebelumnya gaji pokok kita per bulan Rp4,8-an juta dari Rp5 juta dipotong pajak, BPJS, dan lainnya. Mereka ubah dan kita disuruh tanda tangan, tapi tidak dipaksa,” terangnya, Rabu, (27/6).

Lebih lanjut Billy mengatakan, pekerja yang tidak menandatangani kebijakan tersebut terpaksa diberhentikan melalui pemutusan hubungan kerja (PHK). Dirinya juga mengakui jika benar terjadi PHK masal pada pekerja penjualan dan pemasaran yang berada di bawah level general manager.

“Sekarang gaji pokok masih ada, cuman diturunkan Rp1,8 juta, jadi sekitar Rp3 jutaan. Supervisor (SPV) juga turun dari Rp12 juta ke Rp5 juta, dan SPV sekarang tidak dapat komisi dari hasil sales,” ungkapnya.

Ternyata sebelum permasalahan terkait pemotongan gaji ini, sudah ada kasus serupa yang dilaporkan oleh tenaga penjualan Meikarta melalui laman layanan aspirasi dan pengaduan online rakyat (LAPOR!).

Sama seperti pengakuan Billy, gaji yang seharusnya dibayarkan adalah sebesar Rp4,85 juta setiap bulannya. Pelapor menyatakan per Oktober 2017 pihak Meikarta tidak memberikan hak tersebut kepada karyawannya, dan saat itu tidak memberikan jawaban yang pasti.

Baca Juga:

Penurunan Penjualan
Ketika ditanya mengenai kesulitan dalam penjualan belakangan ini, Billy menilai ada penurunan lantaran berbagai isu yang beredar, dan juga karena sales merasa kerja kerasnya kurang diapresiasi secara finansial.

“Ya kalau penjualan turun drastis, mungkin karena ini proyek terlalu besar, banjir juga karena hujan sedikit saja sudah masuk YouTube,” keluhnya

Kondisi ini berbanding terbalik dengan cerita-cerita dari tenaga penjual pada awal-awal penjualan Meikarta. Saat itu penjualan dan pemasaran dapat dengan mudah digencarkan, mengingat iklan Meikarta yang mengaung diberbagai media dan tempat.

“Waktu itu sih kebetulan iklan gila-gilaan, jadi sebetulnya orang sudah tahu dan tinggal diarahkan saja,” kenang Cathrine, tenaga penjual Meikarta lainnya kepada Validnews, Rabu (27/6).

 

 

Lebih rinci, Cathrine yang bekerja sebagai sales Meikarta selama 3 bulan terhitung sejak bulan Juni 2017 ini mengatakan dirinya mampu menjual 11 unit dengan sistem nomor urut pemesanan (NUP).

Senada, hal sama juga dikemukakan oleh Yohanes Moro yang turut bekerja sebagai tenaga penjual Meikarta sejak Agustus 2017. Dirinya mengakui bahwa saat itu penjualan dalam team grup-nya sangat ramai.

“Dalam sebulan harus dapat 10 NUP, booking fee Rp2 juta sudah termasuk NUP, jadi sebetulnya hanya kejar booking fee. Tapi booking fee tidak dapat komisi, kalau pembeli sudah down payment baru komisi cair,” terang Yohanes.

Tidak hanya menyasar masyarakat luas, Lippo Group juga menawarkan proyek kebangaannya ini kepada staf internal Lippo Group.

“Tidak ada paksaan, hanya ditawarkan program diskon dan buy back dalam tempo sekitar 26 atau 30 bulan, saya lupa pastinya. Tidak pakai uang muka juga. Saya ambil unit 2 kamar,” tutur Fitri, sebut saja begitu, seorang pegawai di Lippo Group.

Selain dari penjualan yang secara langsung dirasa turun oleh pekerja sales, rupanya secara umum pendapatan PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR)  pada kuartal 1 tahun 2018 mengalami penurunan.

Dilansir dari laman resminya, total pendapatan LPKR turun sebesar 5% yoy menjadi Rp2,5 triliun. Pararel dengan turunnya laba kotor sebesar 3% yoy menjadi Rp 1,1 triliun dan laba bersih menurun 7% yoy menjadi Rp133 miliar dari Rp143 miliar.

Lebih spesifik, pendapatan dari divisi bisnis residensial dan urban development mengalami penurunan sebanyak 26% yoy menjadi Rp608 miliar dari Rp819 miliar. Pendapatan dari townships juga turun 15% yoy hingga hanya sebesar Rp427 miliar.

Sementara pendapatan dari pembangunan skala besar yang berintegrasi merosot hingga 43% yoy menjadi Rp181 miliar. Semua penurunan ini mencerminkan perlemahan sektor properti yang berkelanjutan.

Menanggapi penurunan rating dan persoalan utang ini, Danang Kemayan Jati, Vice President, Head Of Corporate Communication LPKR menilai, fokus perhatian lembaga rating pada saat itu adalah pinjaman yang ada di perusahaan induk.

“Namun, marketing sales ada di anak dari perusahaan anak, Meikarta. Jadi, lebih kepada future cashflow. Dalam masa ekspansi bisa saja terjadi financial matrix’s agak mismatch, tapi pembangunan kota memerlukan waktu untuk realisasi cashflow-nya,” terang Danang kepada Validnews, Selasa (26/6).

Lebih lanjut, Danang mengatakan LPKR sudah memiliki rencana keuangan untuk menjaga stabilisasi keuangan jangka pendek, termasuk mempercepat asset divestment kepada real estate investment trust (REIT) di Singapura, hingga menyiagakan aset lancar lainnya.

Dalam kesempatan yang sama, Danang juga menegaskan pihak China State Construction Engineering Corporation masih melanjutkan bantuan investasinya bagi kelanjutan Meikarta.

Terlepas dari berbagai permasalahan yang ada, Danang memaparkan kemajuan dari Meikarta yang kini sedang giat membangun 92 tower, dan akan serah terima sebanyak 18 tower kepada pembeli mulai dari akhir tahun 2018 hingga Februari 2019.

 

 

Sebelumnya, sudah ada pemberitaan terkait peluncuran target serah terima secara simbolis yang disaksikan langsung oleh Chief Executive Officer Meikarta He Haifei, Chaojin dari pihak China State Construction Engineering Corporation, dan Chief Operation Officer Meikarta Meng Songhe. Pihak Meikarta menargetkan serah terima sebanyak 14.500 unit apartemen dari 18 tower kepada konsumen pada akhir 2018.

Kompensasi
Kembali ke para calon pembeli dan pihak yang sudah telanjur membeli atau memesan unit, Meikarta menurut Billy, memang menjanjikan kompensasi, jika ternyata serah terima harus molor dari rencana. Meskipun dirinya belum mendapat keterangan lebih lanjut dari manajemen Meikarta terkait bentuk pasti kompensasi keterlambatan tersebut

 “Ada perjanjiannya, kalau misal yang serah terima di tahun 2018 kalau belum jadi, pembeli dikasih kompensasi, ganti rugi gitu untuk menunggu. Nanti mungkin ada potongan untuk maintenance fee, atau gratis berapa tahun,” tutur Billy.

Dari laman Facebook Komunitas Pembeli Apartemen Meikarta, banyak ditemukan pertanyaan-pertanyaan terkait Meikarta. Bahkan ada beberapa penawaran untuk over credit dari unit yang telah dibeli. Entah hanya sekadar untuk menenangkan dirinya atau benar-benar percaya dengan kredibilitas Lippo, sebagian para pembeli masih yakin dengan langkah yang diambilnya, membeli unit apartemen di Meikarta.

“Saya sih enggak pernah pesimis sama grup Lippo, apalagi saya tinggal dekat Meikarta. Itu pasti jadi, cuman kalau lambat 3-4 tahun itu udah lumrah namanya apartemen itu. Tapi kalau prospek sih pasti bagus, cuma saja lagi ada perlu kebutuhan jadi terpaksa gitu,” kata MS, pembeli unit Studio di Tower S kepada Validnews, Rabu (27/6).

RN yang membeli salah satu unit di Tower B lantai 25 juga masih menyimpan optimisme serupa. Ia menilai proyek ini tetap memiliki prospek yang panjang karena kawasannya sudah terintegrasi.

“Kalau memang ini ada masalah, dan kalau ini mangkrak dan enggak jadi bangun lalu enggak balikin duit kita, otomatis Lippo bisa beku. Tapi tidak mungkin seperti itu, ini kan Lippo,” ucapnya.

Salah satu pembeli unit apartemen tipe K Tower 2B, pembeli berinisial PM juga mengemukakan rasa optimistis yang sama, proyek Meikarta bakal berlanjut.

“Ke depannya sih pasti jadi, karena ini kan pakai nama Lippo, dan banyak banget yang beli. Kalau misal enggak jadi, coba bayangkan berapa orang yang komplain ke Lippo, Lippo bakal jatuh abis. Tapi saya yakin itu bakal jadi,” kata PM.

PM melanjutkan, lokasi Meikarta akan prospek untuk investasi karena di sekitarnya ada banyak pabrik, akses untuk ke Bandung dan tempat lainnya juga bisa mudah dan cepat.

PM pun mengakui dirinya merasa sayang untuk over credit unit yang telah dicicil sebanyak 5 kali dari tenor 10 tahun ini. Telah merogoh kocek hingga Rp37 juta untuk down payment, PM mengatakan tidak akan menjualnya jika tidak butuh uang dalam waktu dekat.

Bursa Efek
Sejatinya, bukan hanya masyarakat yang bertanya-tanya soal nasib proyek Meikarta. Pada 7 Juni 2018 lalu, Bursa Efek Indonesia (BEI) juga meminta penjelasan PT Lippo Cikarang Tbk (LPCK) terkait sejumlah kabar yang beredar tentang salah satu proyeknya, Meikarta.

Direktur Penilaian Perusahaan Bursa Efek Indonesia Samsul Hidayat menyatakan, pihaknya hanya ingin mengklarifikasi simpang siur pemberitaan tentang Meikarta. Salah satu satunya terkait dengan utang triliunan yang dimiliki Meikarta. “Ada utang dan pembayaran di laporan keuangannya sebesar Rp1,4 triliun,” kata Samsul.

Menurutnya, bursa tidak ikut campur tentang proyek Meikarta akan terus berlanjut atau tidak, pihaknya hanya butuh klarifikasi seluruh berita tentang Meikarta yang beredar di publik.

Ketut Budi Wijaya sebagai Presiden Meikarta sendiri pada kesempatan tersebut memastikan, proyek Meikarta masih berlangsung sehingga pekerjaan-pekerjaan di lokasi tersebut masih berlanjut. Pekerjaan hanya berhenti sementara saat lebaran.

Ia menerangkan, sepanjang tahun lalu penjualan Meikarta mencapai Rp7,5 triliun. Untuk tahun ini, ia hanya mengungkapkan, Lippo menargetkan prapenjualan (marketing sales) sebesar Rp10 triliun. Diakuinya, pertumbuhan industri properti saat ini masih melambat.

“Sebagian besar marketing sales dari proyek Meikarta, sekitar 80%,” serunya.

 

 

Ketut juga menegaskan, Meikarta saat ini sedang melakukan verifikasi semua tagihan-tagihan tentang iklan Meikarta. Hal tak terlepas dari adanya gugatan sejumlah vendor terkait pengeluaran iklan Meikarta.

“Termasuk klarifikasi berapa sebenarnya tagihan yang valid,” kata Ketut.

Sayangnya, sekalipun Lippo berupaya memastikan semua berjalan baik-baik saja, pun para pembeli mengaku masih optimistis, nada kegalauan atau adanya permasalahan di proyek ini masih terasa.

Ketika Validnews mengutarakan tentang ketertarikan untuk membeli salah satu unit apartemen dan menanyakan lebih lanjut soal ketersediaan produk, pihak penjualan justru mematahkan keinginan tersebut.

“Sales supervisor bilang untuk sekarang masih vakum, belum jelas. Jadi kita enggak mau nanti menjerumuskan yang mau ambil, takutnya nanti kalau sudah booking atau beli nanti mangkrak, kan sama saja menjerumuskan,” kata Billy yang meminta identitasnya tak disebutkan ini.

Kata Billy, kemungkinan proyek mangkrak belum diketahui kejelasannya. “Cuma kan kita kalau di sana sudah ada kerja lagi, sudah normal kayak dulu kita bisa mulai. Kalau sekarang kita belum berani, nantikan ujung-ujungnya complain juga,” tandasnya.

Perlakukan yang sama juga didapatkan dari call center Meikarta di 0800-101-7777. Ketika Validnews disambungkan ke pihak sales executive yang mengaku bernama Ibu Mawar, ia  tidak melakukan follow-up atas permintaan informasi lebih lanjut Validnews. So? (Shanies Tri Pinasti, Teodora Nirmala Fau, Mahatma Dania Putra, Dimas Satrio Sudewo, Faisal Rachman)


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar