03 Maret 2021
13:02 WIB
JAKARTA – Harga Batu bara Acuan atau HBA tercatat mengalami penurunan sebesar US$3,3 per ton pada perdagangan bulan Maret 2021, menjadi US$84,49 per ton. Keputusan ini mempertimbangkan konsumsi listrik di China yang melesu sehingga berdampak pada penyusutan permintaan batu bara negara tersebut.
“Setelah berakhirnya perayaan tahun baru imlek dan menjelang berakhirnya musim dingin, konsumsi listrik di pusat-pusat bisnis China mulai lesu,” kata Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM Agung Pribadi di Jakarta, Selasa (2/3).
Melalui keterangan resminya, Agung menyebutkan penurunan konsumsi listrik dibarengi dengan kebijakan untuk meningkatkan produksi batu bara domestik di negara-negara tujuan ekspor.
“Baik Pemerintah China dan India mendorong peningkatan produksi batu bara dalam negeri untuk mengimbangi kebijakan relaksasi impor batu bara kedua negara tersebut,” sambungnya.
Penurunan HBA ini merupakan kali pertama dalam lima bulan terakhir, setelah mengalami kenaikan cukup signifikan. Harga batu bara telah kembali pulih atau rebound dalam empat bulan terakhir setelah hampir sepanjang 2020 mengalami tekanan akibat pandemi covid-19. Kementerian ESDM mencatat, rerata HBA di tahun 2020 hanya sebesar US$58,17 per ton dan menjadi yang terendah sejak 2015.
Secara spesifik, Agung merinci, harga batu bara dibuka pada angka US$65,93 per ton pada Januari 2020. Sempat menguat sebesar 0,28% di angka US$67,08 per ton pada Maret dibanding Februari yang sebesar US$66,89 per ton. Namun melorot pada April menjadi US$65,77, kemudian US$61,11 pada Mei, US$52,98 pada Juni, US$52,16 pada Juli, hingga menyentuh angka US$50,34 pada Agustus.
“Puncaknya ada di September 2020, di mana harganya hanya US$49,42 per ton,” ungkap Agung.
Namun, harga batu bara kembali pulih mulai Oktober 2020 dengan HBA di level US$51 per ton, dan naik lagi pada November 2020 dengan harga US$55,71 per ton. Selanjutnya, pada Desember 2020 dan Januari 2021, HBA terkerek lebih tinggi lagi ke angka US$59,65 per ton dan US$75,84 per ton.
“Setelah hampir setengah tahun mengalami reli, HBA terjadi koreksi,” tandas Agung.
Baca Juga:
Sebagai informasi, perubahan HBA diakibatkan juga oleh faktor turunan pasokan dan faktor turunan permintaan. Untuk faktor turunan pasokan dipengaruhi oleh cuaca (season), teknis tambang, kebijakan negara pemasok, hingga teknis di rantai pasok seperti kereta, tongkang, maupun loading terminal.
Sementara untuk faktor turunan permintaan dipengaruhi oleh kebutuhan listrik yang turun berkorelasi dengan kondisi industri, kebijakan impor, dan kompetisi dengan komoditas energi lain, seperti LNG, nuklir, dan hidro.
Di samping faktor demand and supply, perhitungan nilai HBA juga diperoleh empat indeks harga batu bara dunia, yaitu Newcastle Export Index (NEX), Globalcoal Newcastle Index (GCNC), Indonesia Coal Index (ICI), dan Platts 5900 pada bulan sebelumnya. Hitungan HBA pun berlaku untuk batu bara dengan kualitas yang disetarakan pada kalori 6.322 kcal per kilogram GAR.
Nilai HBA bulan Maret ini akan dipergunakan pada penentuan harga batu bara pada titik serah penjualan secara Free on Board di atas kapal pengangkut (FOB Vessel). (Zsazya Senorita)