14 September 2018
17:02 WIB
Editor: Agung Muhammad Fatwa
JAKARTA – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyatakan Kementerian Kesehatan tidak perlu lagi ikut mengatur label dan iklan susu kental manis. Hal ini untuk menghindari tumpang tindih aturan, mengingat produk tersebut kini sudah diawasi Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Dalam keterangan yang diterima, di Jakarta, Jumat (14/9), Komisioner KPAI Sitti Hikmawatty menuturkan, Kementerian Kesehatan dapat memberikan saran kepada BPOM jika ingin mengawasi atau memiliki masukan tentang susu kental manis.
“Aturan soal label dan iklan susu kental manis sudah dilakukan BPOM. Saya setuju, lebih baik satu pintu saja. Artinya Kementerian Kesehatan tidak perlu ikut mengawasinya," kata Sitti seperti dikutip dari Antara.
Aturan mengenai label sendiri, merujuk Undang-Undang Nomor 18 tahun 2012 tentang Pangan. Menurut Sitti, rencananya Undang-Undang Pangan akan direvisi untuk mempertegas batasan kewenangan Kementerian Kesehatan dan BPOM agar tak tumpang tindih.

Nantinya, lanjut dia, kewenangan yang sudah dijalankan BPOM tidak perlu lagi dijalankan Kementerian Kesehatan. Demikian pula sebaliknya.
Setidaknya terdapat 12 poin yang akan direvisi di antaranya pengawasan pangan, ketersediaan pangan, termasuk pembatasan label dan iklan produk pangan, di mana revisi tersebut tidak terkait susu kental manis saja, namun seluruh produk pangan. BPOM sendiri, sedianya berencana merevisi aturan terkait labelisasi dan iklan produk pangan yang di dalamnya mengatur susu kental manis.
Kepastian Hukum
Pakar Hukum Bisnis Ricardo Simanjuntak berpendapat, polemik produk susu kental manis harus disikapi pemerintah dengan lebih bijak. Pemerintah perlu memberikan kepastian hukum untuk melindungi kepentingan konsumen dan produsen agar tidak ada yang dirugikan.
Menurut dia, hukum pada dasarnya dibuat untuk mengatur atau memberikan kepastian kepada semua pihak. Khusus pengaturan susu kental manis, pemerintah boleh saja memberikan kepastian hukum kepada konsumen, terkait materi produk dan pengaruhnya terhadap kesehatan.
"Namun pemerintah juga harus memberikan kepastian bisnis pada pelaku usaha, sehingga ada perlakuan yang adil bagi semua pihak," tegas Ricardo.

Ia meyakini, pelaku usaha tidak akan memproduksi barang berbahaya atau melanggar ketentuan, sepanjang aturan dibuat jelas dan tidak berubah-ubah. Peraturan yang jelas pun akan memberikan kepastian hukum dalam berbisnis.
“Jangan sampai hal yang boleh dilakukan pelaku usaha tahun ini, tetapi tahun depan tidak bisa lagi. Aturan dibuat bukan mempersulit tetapi mempermudah. Mempermudah bukan berarti semuanya boleh dilakukan, tetapi ada fair treatment pada semua pihak baik konsumen maupun produsen," tuturnya menjelaskan.
Dikatakannya, konsumen dan produsen merupakan dua pihak yang saling membutuhkan sehingga mereka harus dilindungi pemerintah. Pemerintah juga harus memahami secara jelas latar belakang perubahan aturan sehingga tidak terjadi distorsi. (Faisal Rachman)