27 Februari 2021
17:00 WIB
JAKARTA - Pemerintah melalui Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi atau Bappebti berupaya terus mengoptimalkan pemanfaatan perdagangan berjangka komoditas (PBK), sistem resi gudang (SRG) dan pasar lelang komoditas (PLK) untuk memangkas rantai perdagangan.
Salah satunya, dengan menandatangani perjanjian kerja sama dengan Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo). Penandatanganan perjanjian kerja sama dilakukan oleh Kepala Bappebti Sidharta Utama dan Ketua Aprindo Roy Mandey.
Wamendag Jerry Sambuaga mengatakan, di era kemajuan teknologi informasi dan komunikasi saat ini, para pelaku usaha di dunia memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan komoditas atau produk yang dibutuhkan.
"PBK, SRG, dan PLK diharapkan dapat mempersingkat mata rantai perdagangan dan mendorong pelaku usaha agar lebih profesional dalam berproduksi,” ujar Jerry dalam siaran pers, Jakarta, Sabtu (27/2).
Ia melanjutkan, pengembangan ketiga sistem dagang tersebut akan berkontribusi signifikan bagi pembangunan sektor industri dan perdagangan yang berbasis sumber daya lokal. Selain itu, juga akan memberikan efek positif kepada produsen komoditas seperti petani, peternak, nelayan, dan masyarakat luas.
“Kami berharap penandatanganan perjanjian kerja sama ini dapat meningkatkan pemahaman tentang PBK, SRG, dan PLK. Sehingga, ketiga sistem tersebut dapat disinergikan dan terimplementasi optimal oleh para pelaku usaha ritel,” kata Jerry.
Menurutnya, Aprindo merupakan mitra strategis Kemendag dalam mengoptimalkan peran PBK, SRG, dan PLK. Sebab, Aprindo merupakan wadah perkumpulan yang beranggotakan perusahaan-perusahaan ritel lokal dan nasional.
Masa Depan Perdagangan Komoditas
Kepala Bappebti Sidharta Utama menambahkan, penandatanganan perjanjian kerja sama ini dilandasi semangat gotong royong.
Aprindo dengan jumlah anggota dan jaringan ritel yang luas di seluruh Indonesia dapat membantu petani komoditas pangan, perkebunan, atau kelautan. Salah satunya, dengan mengambil produk komoditasnya dari SRG atau PLK.
Pelaku usaha nantinya bisa mendapatkan produk-produk berkualitas melalui SRG dan PLK. Sementara, petani mendapatkan kepastian pasar dari produk yang dihasilkan.
"Misalnya, bawang merah dari Brebes, kopi Gayo dari Aceh, dan cokelat dari Makassar,” ujar Sidharta.
Ketersediaan pasokan dalam mata rantai perdagangan merupakan suatu keunggulan. Selain itu, manajemen logistik yang dikelola rapi dan tepat waktu dalam pengiriman dapat menurunkan biaya logistik secara nasional.
Hal itu akan berpengaruh terhadap harga kebutuhan pokok di tingkat regional dan internasional. Secara khusus, Shidarta nilai, PBK merupakan sarana pelindung bagi pemain pasar fisik untuk minimalisasi kerugian.
"Pengusaha yang bergerak di bidang komoditas bisa mendapat barang di pasar lelang, menyimpannya di resi gudang, serta melakukan hedging di perdagangan multilateral melalui bursa berjangka. Butuh komitmen dari semua pihak untuk mengimplementasikan PBK, SRG, dan PLK,” ucap Sidharta. (Khairul Kahfi)