14 Januari 2019
11:57 WIB
Editor: Agung Muhammad Fatwa
JAKARTA- Kebijakan uang muka atau down payment (DP) 0% untuk penyaluran pembiayaan kendaraan bermotor baik mobil maupun sepeda motor, dinilai berisiko tinggi atau high risk. Tujuan untuk menggenjot konsumsi domestic, diyakini bisa berdampak negatif dengan meningkatnya kredit macet.
"Kalau DP nol, bisa menimbulkan banyak kredit macet, high risk , jangan pula begitu," ujar Wakil Presiden (Wapres) M Jusuf Kalla di Jakarta, Senin (14/1) seperti dilansir Antara.
Lebih lanjut ia mengakui, DP 0%, memang bisa memudahkan masyarakat untuk memiliki kendaraan pribadi. Namun, ia khawatir kebijakan tersebut justru dapat menimbulkan dampak yang berisiko tinggi seperti kredit macet.
"Kalau terjadi high risk begitu yang bekerja nanti para penagih utang," tutur Kalla sambil diselingi canda kepada para awak media usai memberikan sambutan dalam Seminar dan Dialog Nasional "Kesiapan Tenaga Kerja Indonesia".
Sebelumnya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menelurkan kebijakan untuk memangkas habis kewajiban uang muka pada perusahaan pembiayaan (leasing/multifinance). Kebijakan ini berlaku untuk penyaluran pembiayaan kendaraan bermotor baik mobil dan motor.
Ketentuan DP 0% ini sendiri tertuang dalam Peraturan OJK Nomor 35/POJK.05/2018 yang diterbitkan pada 27 Desember 2018 lalu dan dipublikasikan di situs resmi OJK pada Kamis (10/1). Dalam aturan sebelumnya, OJK menetapkan kewajiban DP untuk motor dan mobil paling rendah sebesar 5% dan paling tinggi sebesar 25%.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengungkapkan, OJK juga memiliki tujuan lain melalui kebijakan ini, yaitu guna mendorong konsumsi domestik. Kemudahan memperoleh fasilitas pembiayaan kendaraan bermotor ini, diharapkan dapat mendorong produktivitas masyarakat dan selanjutnya meningkatkan pendapatan.
Rasio Kredit
Wimboh pun memastikan, pihaknya tetap memperhatikan aspek kehati-hatian meskipun membebaskan uang muka alias DP. Oleh karena itu uang muka 0% hanya boleh diberikan perusahaan pembiayaan yang memiliki rasio kredit bermasalah (non-performing finance/NPF) di bawah 1%.
Melalui peraturan ini, perusahaan yang memiliki rasio NPF netto lebih rendah atau sama dengan 1%, dapat menerapkan ketentuan uang muka sebesar 0%. Kemudian, bagi perusahaan dengan NPF netto berkisar 1 hingga 3%, wajib menerapkan uang muka untuk motor dan mobil sebesar 10%.

Selanjutnya, perusahaan dengan NPF netto antara 3 hingga 5%, wajib menerapkan uang muka untuk seluruh jenis kendaraan bermotor sebesar 15%. Lalu, untuk perusahaan pembiayaan dengan NPF netto sebesar 5% wajib memenuhi ketentuan uang muka kendaraan bermotor roda dua atau tiga, serta roda empat atau lebih untuk pembiayaan investasi paling rendah 15 %, serta kendaraan bermotor roda empat atau lebih untuk pembiayaan multiguna paling rendah 20 %.
Sedangkan perusahaan pembiayaan dengan NPF netto di atas 5%, wajib memenuhi ketentuan uang muka untuk kendaraan bermotor roda dua atau tiga, serta roda empat atau lebih, untuk pembiayaan investasi paling rendah 20%. Adapun kendaraan bermotor roda empat atau lebih untuk pembiayaan multiguna paling rendah 25%.
"Ini yang betul-betul tingkat kesehatannya sehat, dan NPF harus di bawah satu %, artinya ini juga kami memancing tolong NPF ini diturunin dan kesehatannya harus bagus," kata Wimboh.
Wimboh pun menolak anggapan jika relaksasi ini dipandang hanya akan menjadi stimulus untuk sektor konsumtif. Menurutnya, relaksasi untuk mendapatkan kendaraan perlu didorong karena akan menjadi salah satu penggerak sektor produksi.
"Ini harus seimbang artinya produksi itu kan harus ada yang beli, tidak bisa produksi semua kalau tidak ada yang beli jadi antara produksi, konsumsi, ekspor, ini harus seimbang," ujarnya.
Wimboh berdalih bahwa relaksasi ini justru dapat memicu perusahaan pembiayaan untuk memperbaiki rasio NPF-nya.
"Nah ini supaya lembaga pembiayaannya itu menjadi sehat, itu dulu. Tapi manajemen risikonya harus bagus, lembaga pembiayaannya juga harus sehat, dan juga NPF-nya kurang dari 1%, sehingga ruang dia masih besar," ujarnya.
Skema Pembiayaan
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, kebijakan OJK untuk menurunkan uang muka kendaraan bermotor menjadi 0%, merupakan upaya menambah skema pembiayaan kendaraan bermotor.
"Ini menambah jenis pembiayaan. Itu saja, karena skema lembaga pembiayaan beda dengan bank," kata Darmin di Jakarta, Jumat (11/1).

Ia mengatakan, tidak ada yang sepenuhnya baru dari kebijakan ini. Pasalnya, tanpa kebijakan tersebut, sejauh ini sudah banyak perusahaan multifinance yang memberikan uang muka 0% ke konsumen.
Karenanya, Darmin tidak terlalu meyakini pemberian uang muka 0% dapat mendorong pertumbuhan konsumsi masyarakat
"Selama ini kredit melalui lembaga finance itu juga sudah banyak yang tidak pakai DP. Dari dulu sudah ada, sehingga dampaknya tidak banyak," ujar Darmin.
Asal tahu saja, OJK memasang target pertumbuhan kredit perbankan pada 2019 sebesar 12–14%. Target tersebut merupakan target yang cukup optimistis, namun bisa diraih karena pertimbangan semakin meredanya tekanan dari ketidakpastian ekonomi global.
Kata Wimboh, dengan berkurangnya tekanan ekonomi global pada tahun ini, aliran modal masuk akan semakin deras dan mendorong aliran likuiditas perbankan. Ia memproyeksikan, dengan pertumbuhan kredit secara tahunan sebesar 13% plus minus 1% itu, OJK juga memperkirakan pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) atau simpanan dana perbankan pada tahun ini dapat mencapai 8-10%.
"Sedangkan rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) trennya terlihat akan terus menurun. Kita harapkan bisa di bawah 2% tahun ini jika ekonomi domestik semakin baik," ujar dia.
Berkaca pada 2018, pertumbuhan kredit memang cukup agresif meskipun tekanan ekonomi global masih kencang. Hal itu karena permintaan kredit, terutama dari sektor infrastruktur terus menggeliat. Pada 2018, kredit industri perbankan tumbuh 12,9%. Sementara, DPK perbankan pada 2018 diperkirakan tumbuh sekitar 8%.
"Kinerja intermediasi sektor keuangan kami perkirakan pertumbuhan kredit perbankan akan ada di kisaran 13 plus minus 1%," tandasnya. (Faisal Rachman)