c

Selamat

Senin, 17 November 2025

EKONOMI

07 Oktober 2017

16:17 WIB

Kabupaten Sangihe Genjot Produksi Jagung

Lewat program Upsus Pajale atau upaya khusus peningkatan produksi padi, jagung dan kedeleai, produksi jagung Pulau Sangihe ditargetkan tumbuh 32 kali lipat menjadi 7.277 ton

Editor: Fin Harini

Kabupaten Sangihe Genjot Produksi Jagung
Kabupaten Sangihe Genjot Produksi Jagung
Ilustrasi pangan ternak jagung. ANTARA FOTO/Rahmad

SANGIHE - Pemerintah Kabupaten Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara, mengembangkan budi daya tanaman jagung pada akhir 2017 di sejumlah kecamatan untuk meningkatkan perekonomian masyarakat.

Kepulauan Sangihe merupakan salah satu area yang menjadi sasaran pelaksanaan program perluasan areal tanam jagung yang dicanangkan Kementerian Pertanian. Perluasan areal tanam jagung sendiri merupakan bagian dari Program Upaya Khusus (UPSUS) Peningkatan Produksi Padi, Jagung dan Kedelai (Pajale). Program ini digagas untuk mendorong produksi demi mewujudkan niatan mencapai swasembada ketiga komoditas tersebut.

"Kami akan mengembangkan tanaman jagung di beberapa kecamatan yang ada di daratan Kepulauan Sangihe," kata Wakil Bupati Kepulauan Sangihe Helmud Hontong di Tahuna, Sabtu (10/7), seperti dikutip Antara.

Dia menjelaskan dinas teknis sudah menetapkan lima kecamatan sebagai pusat pengembangan budi daya tanaman jagung. Lima kecamatan tersebut, yakni Kendahe, Tabukan Utara, Tabukan Tengah, Tabukan Selatan, dan Tabukan Selatan Tenggara.

"Lima kecamatan ini dijadikan sentra penanaman jagung sedangkan kecamatan lainnya juga dipersilakan untuk mengembangkannya di sela tanaman kelapa," katanya.

Helmud berharap program itu dapat dimanfaatkan oleh petani di semua wilayah Kepulauan Sangihe untuk meningkatkan taraf hidup dan perekonomian masyarakat.

Dia juga memerintahkan Dinas Pertanian sebagai dinas teknis untuk terus memberikan sosialisasi kepada masyarakat agar program penanaman jagung bisa sukses.

Badan Pusat Statistik dalam publikasi Kabupaten Sangihe Dalam Angka 2017 menyebutkan, produksi jagung di pulau yang berhadapan langsung dengan Filipina ini mencapai 222,5 ton pada 2016. Jumlah ini dihasilkan dari luasan panen seluas 89 ha dengan tingkat produktivitas 2,5 ton per hectare.

Produksi pada 2016 ini tumbuh lumayan tinggi dibandingkan produksi tahun sebelumnya, yakni mencapai 253,17%. Di 2015, produksi jagung Pulau Sangihe hanya mencapai 63 ton, dari luas panen 28 hektare. Tingkat produktivitas pada waktu itu adalah 2.25 ton per hectare.

Sementara itu, untuk tahun ini, luas areal panen diharapkan tumbuh hingga 20 kali dibandingkan luas areal panen pada 2016. Jika luas panen pada 2016 mencapai 89 ha, melalui program perluasan areal tanam jagung ini ditargetkan luas panen pada tahun ini mencapai 1.783 ha. Target luas tanamnya sendiri mencapai 1.877 hektare.

Tak hanya luasan yang digenjot tumbuh berkali lipat, produksi pun diharapkan tumbuh 32 kali lipat ke angka 7.277 ton.

Sebelumnya, kepada Validnews, Ketua Gabungan Perusahaan Makanan Ternak (GPMT) Desianto Budi Utomo upaya pemerintah mendorong produktivitas guna mencapai swasembada telah menumbuhkan sentra-sentra produksi jagung yang baru. Sayangnya, sentra baru itu berada di wilayah yang jauh dari industri pakan. Pun tidak terdapat infrastruktur paska panen seperti mesin-mesin pengering yang memadai jumlahnya.

Padahal, jagung segar memiliki masa simpan singkat yang hanya berkisar 1-2 hari. Lewat masa itu, jamur tumbuh subur sehingga jagung tak lagi layak untuk diolah di pabrik pakan.

“Cuma sentra-sentra jagung yang baru ini, terutama yang di luar Jawa, bukan di tempatkan di sentra-sentra produksi pakan. Di Sulawesi Utara, baik Minahasa Selatan dan Minahasa Utara, sampai Gorontalo, itu tidak ada pabrik pakan. Adanya di Makassar. Padahal Makassar juga salah satu sentra produksi jagung,” katanya.

Saat Makassar memasuki panen raya, jagung yang dihasilkan sentra baru ini tidak akan terserap oleh industri pakan. Produksi ini harus dikirim ke Jawa atau Sumatra untuk diolah menjadi pakan.  

Karena itu, ia menyarankan agar petani membuat lantai jemur menggunakan terpal, lalu memanen jagungnya secara bergiliran. Penjemuran ini akan membantu mengeringkan hingga kadar air turun ke angka 20% atau kurang.

“Jadi bottle neck-nya itu di fasilitas drying. Paling tidak coba dibikin bed drying atau flat dryer yang seperti bangunan kecil. Kemudian, udara panas dimasukkan ke dalam pipa-pipa jadi jagungnya kayak disangrai supaya kering. Itu fasilitas Rp 30-40 juta bisa untuk kapasitas beberapa ton,” pungkas Desianto. (Fin Harini)

 

 


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar