26 Juli 2018
21:12 WIB
JAKARTA – Yordan. Bocah kecil tersebut asyik bermain bersama beberapa teman sepantarannya yang berusia sekitar 3—5 tahunan di sekitar rumahnya. Tak lama kemudian sang ibu menyusulnya dan memberikannya sebuah gelas berisi susu cokelat. Dengan cepat, si anak lelaki berkepala plontos tersebut menyambar gelas tersebut dan menghabiskan isinya dengan beberapa tegukan.
“Enak!” serunya sambil mengembalikan gelas yang telah kosong itu ke ibunya.
Ketika ditanya mengenai apa susu yang dikonsumsi oleh anaknya, dengan gamblang ibu muda tersebut menyebut salah satu merek susu kental manis (SKM) ternama dengan varian rasa cokelat. Ya, selama puluhan tahun, sebagian besar masyarakat Indonesia sudah kadung terbiasa dan merasa mengonsumsi susu dengan minum SKM.
Ibu Yordan pun bukan tidak tahu soal polemik SKM yang sudah sekitar sebulanan merebak di tengah masyarakat. Ia tahu, hanya saja ia merasa tak ada yang perlu dikhawatirkan mengingat selama ini tumbuh kembang anaknya baik-baik saja.
“Lagipula anaknya sukanya ini, yang rasa cokelat. Dikasih susu cokelat yang bubuk dilepehin, enggak mau. Daripada sama sekali enggak minum susu kan, enggak apa-apa kali dikasih ini,” tutur perempuan bernama Irma ini kepada Validnews, Minggu (22/7).
Irma bukanlah satu-satunya orang yang tetap memilih susu kental manis sebagai pengganti susu segar untuk buah hatinya. Nyatanya berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), konsumsi susu kental manis dalam lima tahun terakhir, lebih banyak daripada konsumsi susu bubuk bayi.
Rata-rata konsumsi susu bubuk bayi di periode 2013—2017 berada di angka 1,11 kilogram per kapita per tahun. Sementara itu, rata-rata konsumsi susu kental manis per kapita di periode yang sama mencapai 1,46 kilogram tiap tahunnya. Itu di luar konsumsi SKM untuk keperluan industri maupun usaha.
Masih berdasarkan data yang sama, diketahui konsumsi SKM terus meningkat tiap tahunnya dengan rata-rata pertumbuhan 11,45%. Bagaimana dengan susu bubuk bayi? Rata-rata pertumbuhan jenis susu ini nyatanya hanya 0,56% per tahun.
Pertumbuhan yang amat minim ini dikarenakan adanya penurunan konsumsi hingga 69,77% dari 2014 sebesar 2,24 kilogram menjadi tinggal 0,68 kilogram per kapita per tahun tahun 2015. Lalu dari tahun 2015—2016, konsumsi susu bubuk bayi didapati tidak mengalami peningkatan sama sekali.

Pertengahan 2018, isu negatif mengenai susu kental manis pun merebak. Meski bukan isu yang benar-benar baru, kali ini isu soal SKM yang kandungan susunya diragukan, eskalasinya meningkat drastis. Hampir semua media mainstream maupun media sosial, ramai membahas isu ini.
Fokus utamanya adalah pernyataan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyebut jenis susu yang satu ini bukanlah susu. Pasalnya, jumlah susu di dalam tiap takar saji susu kental manis tergolong rendah. Sebaliknya jumlah gula di tiap takaran saji susu kental manis justru lebih dari dua kali lipat jumlah susunya.
Untuk diketahui, berdasarkan ketentuan Badan Standar Nasional (BSN), susu kental manis merupakan kategori susu olahan yang merupakan evaporasi dari susu segar maupun bubuk. Dalam ketentuan SNI-2971 tahun 2011, minimal padatan kandungan susu yang ada dalam jenis produk ini berada di antara 24—30% dari nilai seporsi takaran saji.
Karena alasan ini pula, Ketua Pergizi Pangan Indonesia, Hardinsyah menganggap adalah salah jika menganggap susu kental manis adalah susu palsu. Karena bagaimanapun, jenis produk ini mengandung padatan lebih dari seperlima komposisi keseluruhannya.
“Definsi susu kental manis jelas di situ, susu cair yang dikurangi airnya atau dievaporasi lalu ditambah gula. Berapa padatan susunya? Ada 23—28%,” tegas pria yang kini juga menjabat sebagai Rektor Universitas Sahid ini kepada Validnews, Rabu (25/7).
Tinggi Gula
Sekadar informasi, susu kental manis dalam SNI dibagi menjadi empat kategori. Pertama adalah susu kental manis biasa dengan ketentuan padatan susu sebesar 28%. Ada juga susu kental manis tinggi lemak dengan padatan susu lebih tinggi, yakni 30%. Dua lainnya adalah jenis susu skim kental manis dan susu skim sebagian kental manis dengan padatan susu yang ditentukan hanya 24%.
Kekhawatiran masyarakat akan keamanan susu kental manis, menurut Handinsyah, menjadi kurang bijak. Soalnya jika dikonsumsi sesuai dengan anjuran, susu kental manis tidak akan mendatangkan masalah kesehatan. Dijabarkannya bahwa konsumsi yang terbaik untuk menyantap produk olahan ini adalah, yakni mengencerkannya dengan sejumlah takaran air.
“Tidak pernah orang disuruh minum kental-kental. Lihat deh aturannya di labelnya, bagaimana cara menggunakannya, 40 ml dilarutkan dalam segelas air. Energinya sama dengan susu yang lain,” ucapnya.
Kandungan susu boleh saja terdapat. Energi yang dihasilkan bisa jadi juga tidak kurang daripada jenis susu lainnya. Hanya saja, tetap patut diwaspadai terkait porsi gula sukrosa yang terkandung dalam tiap takaran saji susu kental manis.
Asal tahu saja, sukrosa diketahui sebagai gula meja dan biasanya bisa kita dapatkan dari gula bit maupun tebu. Sukrosa untuk tubuh manusia pun sangat berguna asalkan pada asupan yang tepat dan tidak berlebihan
Sebalikya, sukrosa apabila dikonsumsi secara berlebih tak akan baik bagi tubuh kita dan justru akan menimbulkan sejumlah efek samping. Di antaranya, kerusakan gigi, obesitas, hiperaktif pada anak dan kenaikan gula darah.

BSN sendiri telah menetapkan aturan mengenai porsi gula dalam susu kental manis berkisar 43—48%. Namun berdasarkan penelusuran Validnews terkait kandungan gizi di tiap merek susu kental manis, kandungan gula berupa sukrosa dalam produk tersebut kebanyakan melebihi batas atas yang telah ditetapkan dalam SNI.
Dari berbagai jenis merek susu kental manis yang berhasil ditelusuri Validnews, hanya susu kental manis merek Frisian Flag yang kandungan gula sukrosanya sesuai dengan ketentuan SNI. Asal tahu saja Frisian Flag Full Cream Gold berkandungan gula 45% dari takaran saji. Sementara itu, susu kental manis dari Frisian Flag dengan merek dagang Omella memiliki kandungan gula 47,5% dari takaran saji.
Berbagai merek dagang dari berbagai perusahaan justru menelurkan produk susu kental manis dengan kadar gula yang melebihi ketentuan SNI. Kadar gula paling tinggi sejauh ini dicatat oleh susu kental manis merek Enaak dari Indofood yang memiliki kadar gula hingga 54,28%.
Sementara itu, susu kental manis dari Nestle dengan merek Carnation dan susu kental manis Indomilk memiliki kadar gula sedikit lebih tinggi dari ketentuan SNI. Masing-masing secara berurutan, yakni 48,28% dan 48,69%.
Soal kandungan gula yang melenceng ini, BSN selaku pembuat aturan standardisasi nasional tidak bisa berbuat apa-apa. Menurut Kepala BSN, Bambang Prasetya, ini karena lembaganya tidak memiliki fungsi pengawasan.
“Hanya melakukan uji petik. Kalau hasilnya tidak sesuai maka dilaporkan ke kepolisian. Kepolisian bisa ambil tindakan berdasarkan UU Nomor 20 Tahun 2014,” ungkapnya kepada Validnews, Kamis (26/7).
Asal tahu saja, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2014 merupakan regulasi yang mengatur standardisasi dan penilaian sebuah produk. Dalam aturan ini, diamanatkan kepada kementerian, lembaga pemerintah nonkementerian, dan pemerintah daerah guna berkoordinasi untuk
melakukan pengawasan terhadap barang, jasa, maupun sistem yang telah menggunakan tanda SNI.
Iklan yang Menipu
Tingginya kandungan gula pada susu kental manis ini pulalah yang membuat angin polemik semakin kencang. Tak lama dari surat edaran dan imbauan dari BPOM terkait SKM, Kementerian Kesehatan mengeluarkan pernyataan, meski mengandung padatan susu, susu kental manis tak layak dikonsumsi sebagai pengganti susu segar.
Menurut Direktur Gizi Masyarakat Kementerian Kesehatan, Doddy Izwardy, susu segar bisa berfungsi sebagai asupan penambah gizi. Namun, tidak demikian dengan SKM yang diencerkan.
“Kental manis tidak diperuntukkan untuk balita. Namun, perkembangan di masyarakat dianggap sebagai susu untuk pertumbuhan. Kadar gulanya sangat tinggi,” tukasnya seperti dilansir Antara, beberapa waktu lalu.
Pernyataan Doddy jelas bukan anggapan semata. Setidaknya berdasarkan survei dari Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia (YAICI), mayoritas masyarakat di Kendari dan Batam menganggap susu kental manis adalah produk susu yang mengandung gizi tak kalah dari susu segar. Tak ayal, sebagian besar masyarakat mengonsumsi susu kental manis sebagai pengganti susu segar.
Seperti dilansir Antara, Ketua Harian YAICI Arif Hidayat mengatakan, 78% masyarakat Batam dan Kendari memang memersepsikan susu kental manis sebagai susu sumber energi. Persepsi tersebut timbul dari pengaruh iklan susu kental manis di televisi yang sarat menggambarkan usia anak tumbuh kembang yang sudah meminum susu kental manis yang telah diencerkan.
Ya, bisa dibilang memang iklanlah sumber utama dari polemik susu iklan manis ini. Berdasarkan surat edaran BPOM tertanggal 22 Mei bahkan dikatakan, para produsen susu kental manis diminta meninjau ulang label dan iklan produknya guna perlindungan konsumen.
Asal tahu saja, sepanjang 2017 kemarin, BPOM menemukan ada beberapa iklan susu kental manis yang menonjolkan cara penyajian di gelas dan diminum oleh anak-anak. Seakan itu menggambarkan susu kental manis yang dapat menjadi sumber energi anak tersebut.

Biaya Iklan
Iklan susu kental manis, di sepanjang sejarahnya di nusantara memang sangat gencar ditayangkan di sejumlah media massa. Media telivisi menjadi media yang terlihat paling sering menayangkan iklan susu kental manis.
Menurut lembaga riset iklan Adstensity saja, biaya iklan di televisi yang dihabiskan oleh Indomilk mencapai Rp240 juta dengan total durasi 180 detik. Nilai lebih fantastis digelontorkan oleh Frisian Flag yang menghabiskan dana hingga Rp19,86 miliar dalam seminggu untuk tayangan iklan selama 10,710 detik. Memang total jumlah tersebut bukan hanya untuk susu kental manis, melainkan untuk seluruh merek dagang perusahaan tersebut.
Kepada Validnews, praktisi pemasaran, Hermawan Kertajaya mengamini, pengaruh iklan televisi untuk konsumsi masyarakat sangatlah besar dibandingkan media lainnya. Soalnya iklan lewat televisi bisa membentuk persepsi yang melekat kuat di benak.
“Televisi kan ada merancang berapa panca indra, telinga, mata, audiovisual, dan gerakan. Jadi, makin banyak panca indra yang dirancang makin bisa memengaruhi,” kata CEO Markplus ini, Rabu (25/7).
Ia mengingatkan, karena mampunya memengaruhi persepsi masyarakat ini, sebuah iklan tidak boleh menipu atau memberikan informasi yang samar. Terkait iklan susu kental manis yang menonjolkan sisi sebagai produk pemberi asupan gizi, ia pun menyindirnya.
Hermawan juga tidak menyetujui adanya anak-anak yang mengambil peran dalam iklan tersebut sebab bisa menimbulkan persepsi bawah produk ini memang menyasar kalangan tersebut. Pada intinya, iklan susu kental manis harus dikembalikan ke marwah fungsi dari produk itu sendiri.
“Ditakutkan memberikan persepsi yang keliru. Memang harus diawasi yang seperti itu kalau tidak nanti makin seenaknya,” ucap pria berusia 70 tahun ini.
Senada, Rizal Halim, Koordinator Komisi Advokasi Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) menganggap, iklan susu kental manis yang beredar selama ini membodohi masyarakat. Pasalnya di iklan, produsen memosisikan produk ini sebagai susu yang setara dengan jenis susu lainnya, semacam susu bubuk dan segar. Padahal jika dilihat dari komposisinya, pantasnya susu kental manis diiklankan sebagai kental manis beraroma susu.
Karena itu, BPKN meminta produsen susu kental manis segera menghilangkan istilah susu dalam tiap iklan dan label produk olahan susu tersebut. Selain itu, lembaga ini menuntut tiap iklan susu kental manis versi lama dicabut.
“Mencabut seluruh iklan yang melibatkan anak pada susu kental manis, yang seolah-olah kalau minum susu itu segar, sehat. Itu kami minta dicabut,” tutur pria ini kepada Validnews, Senin (23/7).
Pionir produk susu kental manis di Indonesia, Nestle, mendukung keputusan BPOM maupun tuntutan BPKN terkait iklan susu kental manis. Selama ini pula, dijelaskan oleh Direktur Legal and Corporate Affairs Nestlé Indonesia Debora Tjandrakusuma, perusahaan tidak pernah memasarkan iklan produk susu kental manis dari Nestle yang digambarkan setara dengan produk susu lainnya.
“Kami juga tidak menampilkan anak-anak dalam bentuk apapun dan tidak menayangkan iklan produk tersebut pada jam tayang acara anak-anak,” imbuh Debora kepada Validnews, Kamis (26/7).

Pertumbuhan Industri
Nestle memang menjadi produk susu kental manis yang pertama masuk ke Indonesia, bahkan sebelum kemerdekaan berkumandang. Tepatnya sekitar tahun 1873, susu kental manis Nestle dengan merek Milkmaid yang kemudian berubah nama menjadi Cap Nona, masuk ke nusantara.
Hingga saat ini, Nestle masih memproduksi susu kental manis yang terkenal dengan merek Carnation. Merek ini mulai beredar di Indonesia sejak tahun 1987.
Alih-alih dikonsumsi sebagai pengganti susu segar, Debora menyebutkan, produk Nestle yang satu ini lebih banyak disukai oleh para pengusaha kuliner di seluruh Indonesia, mulai dari penjual sop buah, kue, martabak, puding, juga tambahan untuk kopi.
“Hal ini, antara lain, karena tingkat kekentalan serta rasa Nestlé Carnation yang sesuai untuk menjadi bahan pelengkap dari ragam jajanan yang dikreasikan para pengusaha kuliner,” tuturnya.
Meskipun demikian, Nestle bukan raja produsen susu kental manis di nusantara. Dalam hal kemampuan menggaet konsumen, Frisian Flag tetap yang menjadi jawaranya.
Berdasarkan jurnal di academia.edu yang berjudul “Analisis Produk Susu Kental Manis Enaak untuk Menciptakan Brand Preference” karya Lia Laelatul Mahmudah, diketahui pangsa pasar Frisian Flag setidaknya pada tahun 2009 telah mencapai 66%.
Menyusul di posisi kedua ada Indomilk dengan pangsa pasar di Indonesia di angka 24%. Carnation dan Cap Nona dari Nestle bahkan secara akumulasi hanya mampu menyabet pangsa pasar susu kental manis sebesar 3%.
Kepada Validnews, Pengamat Ekonomi Industri dari Universitas Indonesia Andi Fahmi menyatakan, jika dibandingkan dengan pangsa pasar produk susu lainnya, susu kental manis memang menjadi juaranya, mengalahkan penjualan susu cair maupun susu bubuk.
“Karena harganya murah. Sekaleng misalnya Rp13 ribu bisa dapat berapa gelas, bisa 7 gelasan. Kalau beli susu cair, UHT misalnya, satu kotak kan Rp5 ribuan,” tukasnya, Kamis (27/6).
Kementerian Perindustrian pun mencatat, konsumsi produk susu kental manis yang terus meningkat tiap tahunnya, langsung berdampak kepada pertumbuhan industrinya. Asal tahu saja, kapasitas produksi pabrik susu kental manis di dalam negeri saat ini telah mencapai 812 ribu ton per tahun. Nilai investasi sektor ini juga telah menembus angka Rp5,4 triliun dengan total penyerapan tenaga kerja sebanyak 6.652 jiwa.
Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau, dan Bahan Penyegar Kementerian Perindustrian; Abdul Rochim menyebutkan, sejauh ini pemain susu kental manis memang tidak bertambah. Tapi jika dilihat dari sisi produksi dan konsumsi, rata-rata terjadi pertumbuhan di sektor ini sebesar 10% tiap tahunnya.
Karena itulah, ia berharap kisruh mengenai susu kental manis yang dicap palsu ini tidak terlalu lama berlanjut. Ia menganggap, pada dasarnya isu ini adalah ketidakpahaman terhadap kandungan produk ini oleh masyarakat.
“Pelaku usaha lain dan pasar konsumen ada yang enggak paham. Kalau penyampaian atau pengaturan ini enggak pas, bisa mempengaruhi itu dampaknya ke petani dan industri,” tutur Rochim.
Ya, masyarakat Indonesia memang masih sulit memahami label kandungan gizi terkait sebuah produk, tidak terkecuali untuk SKM. Maklum saja, berdasarkan World’s Most Literate Nations Ranked pada 2016 silam, Indonesia menempati posisi kedua terbelakang terkait literasi mengenai gizi.
Indonesia menempati posisi ke-60 dari 61 negara yang masuk dalam penelitian tersebut. Hanya lebih baik daripada Botswana terkait pemahaman akan gizi. Sementara itu, negara yang dianggap paling sadar akan gizi tak lain adalan Finlandia.

Jangka Pendek
Secara lebih rinci, Rochim menjelaskan, polemik terkait susu kental manis ini bisa menimbulkan penurunan produksi karena permintaan yang melemah. Tak ayal, serapan bahan baku akan ikut berkurang. Lebih jauh, kisruh ini membuat iklim investasi di sektor menjadi keruh.
“Bisa saja ini akan ada investor baru, bisa ada perluasan juga kalau misal bagus kondisinya, tapi kalau enggak ya mereka akan tunggu dulu,” papar Sang Direktur.
Hanya saja sampai saat ini Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) memastikan polemik akan susu kental manis belum berpengaruh besar kepada industri. Diungkapkan oleh Ketua Umum Gapmmi Adhi Lukman, belum ada laporan dari pelaku usaha mengenai penurunan penjualan pasca beredarnya isu mengenai “susu palsu” tersebut.
“Memang waktu itu ada banyak pertanyaan dari ritel terkait dengan pernyataan-pernyataan yang simpang siur sehingga ritel ketakutan untuk jual. Tetapi, ketika sudah dijelaskan semua, ternyata sekarang sudah mulai reda,” tuturnya kepada Validnews, Rabu (25/7).
Adhi pun memastikan hingga saat ini belum ada retur produk susu kental manis dari ritel ke industri.
Sementara Andi Fahmi melihat, kalaupun pada akhirnya polemik tersebut menimbulkan penurunan konsumsi, sifatnya akan lebih jangka pendek. Industri pun tidak perlu ketar-ketir karena rata-rata perusahaan yang bermain sektor susu kental manis juga memproduksi jenis susu lainnya.
“Pemainnya kan sama. Jadi, kalau masyarakat jadi tidak mengonsumsi, paling terjadi shifting. Tapi, itu juga paling jangka pendek,” ucap pengamat ini.
Dari tiga besar perusahaan yang memproduksi susu kental manis—Frisian Flag, Indolakto, Nestle—ketiganya memang juga mencetak susu cair berupa UHT maupun susu bubuk. Porsi produksi susu kental manis sendiri sebenarnya tidaklah terlalu dominan.
Mengambil data dari Food Valley Society, persentase produk susu kental manis di Indonesia pada 2016 hanyalah 13%. Besaran ini kalah jauh dibandingkan produksi susu bubuk yang mencapai 49%.
Sulit Bergeser
Apapun juga, isu yang menghantam industri SKM saat ini sudah mulai terlihat dampaknya. Andi mencontohkan, salah satunya tampak dari penghilangan kata “susu” di berbagai kemasan susu kental manis.
Sejauh ini berdasarkan penelusuran Validnews, hanya Frisian Flag yang masih teguh menamai produknya sebagai susu kental manis. Yang lainnya mengubah sebutan untuk produknya menjadi krim kental manis.
Pengamat industri lainnya, Turro Wangkaren juga melihat dampak yang terjadi lewat kemasan tersebut. Ia meyakini ini memang terjadi karena derasnya polemik yang menghampiri si susu padat gula ini.
“Saya lihat sudah mulai berganti ya. Contohnya Indomilk sudah jadi krim kental manis,” ujarnya kepada Validnews, Rabu (25/7).
Menurutnya, besarnya pasar susu kental manis ke depannya pun akan sulit bergeser. Walaupun kali ini telah banyak pihak menuntut, pesona susu kental manis diyakini Turro sudah tahan uji.
Pasalnya, bukan kali ini saja terpaan isu negatif menyinggahi susu kental manis. Sebelumnya di tahun 2011, isu akan bahaya susu kental manis juga kencang terdengar. Di mana pada tahun yang sama, muncul pembaharuan SNI untuk produk susu kental manis dari revisi aturan SNI tahun 2008.
Pemerintah bisa saja menuntut. Media bisa saja menyoroti. Industri pun bisa saja ketar-ketir. Namun pada akhirnya, keberlangsungan produksi dan konsumsi susu kental manis tetap bergantung pada masyarakat yang sudah terlanjur adiksi dengan produk ini.
Memang, sulit memutar kembali persepsi yang sudah telanjur keliru. Iklan yang ‘menyesatkan’ mengenai produk SKM yang deras lebih dari tiga dekade, sudah tertancap hampir permanen di kepala masyarakat.
Meski bagaimanapun, masyarakat perlu diedukasi, peningkatan literasi soal gizi memang perlu digenjot tinggi. Dengan begitu, ke depan masyarakat tak gampang dibohongi, apalagi hidup dalam deviasi persepsi terhadap suatu produk industri. (Teodora Nirmala Fau, Mahatma Dania Putra, Shanies Tri Pinasthi, Dimas Satrio Sudewo)