c

Selamat

Kamis, 18 April 2024

EKONOMI

26 Maret 2018

19:24 WIB

Industri Otomotif, Madu Bagi Tenaga Kerja

Industri otomotif butuh lebih banyak tenaga kerja perakit

Editor: Agung Muhammad Fatwa

Industri Otomotif, Madu Bagi Tenaga Kerja
Industri Otomotif, Madu Bagi Tenaga Kerja
Ilustrasi pekerja di sebuah pabrik mobil. ANTARAFOTO

JAKARTA – Potensi besar industri otomotif nasional kembali terbuka. Aliran modal asing untuk membenamkan modal di Indonesia, terutama di sektor otomotif bergerak naik jumlahnya.

Mari tilik data investasi asing di sektor otomotif yang tercatat di Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).  Lembaga itu mencatat pada 2015 investasi di industri otomotif mencapai US$1,1 miliar dan meningkat menjadi sekitar US$1,9 miliar hingga September 2016. Dengan kata lain hingga kuartal III tahun 2016, Penanaman Modal Asing (PMA) industri otomotif meningkat hingga US$840 juta.

Menurut data Badan Koordinasi Penanaman Modal Indonesia, investasi asing yang paling besar masuk ke Indonesia berasal dari negara Jepang. Kontribusi penanaman modal asing sektor otomotif negeri sakura ke Indonesia mencapai 84% dari seluruh investasi asing industri otomotif di Indonesia dengan nilai mencapai US1,6 miliar dolar hingga kuartal III 2016.

Sebagai negara dengan populasi penduduk terbesar di Asia Tenggara, Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) mencatat Indonesia memiliki pangsa pasar mobil terbesar di kawasan Asia Tenggara, dengan persentase 33,5%. Hal ini dibuktikan dengan penjualan kendaraan bermotor di beberapa daerah di Indonesia mengalami peningkatan yang signifikan pada enam tahun terakhir. Daerah dimaksud adalah Nusa Tenggara dan Sulawesi.

Data Gaikindo mengungkap, tak hanya penjualan dalam negeri saja, penjualan ke luar negeri pun mengalami peningkatan. Pada tahun 2016 Indonesia berhasil menjual 194 ribu unit lalu naik menjadi 231 ribu unit pada tahun berikut. Rinciannya, ekspor mobil utuh (car build up/CBU) mencapai 73,5 ribu unit ke Filipina dan 36,2 ribu unit ke Arab Saudi, sebagai negara mayoritas ekspor Indonesia.

Ketua Gaikindo Jongkie Sugiarto berpendapat, potensi industri otomotif yang dimiliki Indonesia masih harus didorong dengan menambah jumlah ekspor. Tujuannya agar industri dalam negeri dapat menambah jumlah produksi dan menyerap lebih banyak tenaga kerja.

“Kapasitas terpasang industri otomotif  sudah tinggi. Kalau berhasil menggenjot ekspor, berarti  lapangan kerja terbuka,” ujar Jongkie kepada Validnews beberapa waktu lalu.

Berdasarkan data Kementerian Perindustrian (Kemenperin), sektor industri yang menyerap tenaga kerja terbanyak di 2017 yaitu industri makanan dan minuman sekitar 3,3 juta orang. Kemudian disusul, industri otomotif sekitar 3 juta orang, industri tekstil dan produk tekstil sekitar 2,73 juta orang, lalu industri furnitur berbahan baku kayu dan rotan nasional untuk tenaga kerja langsung dan tidak langsung mencapai 2,5 juta orang.

Dari data tersebut, sektor manufaktur memberikan kontribusi sebesar 14 persen dari total tenaga kerja di 2017 yang sebesar 124,5 juta orang. Tenaga kerja di sektor manufaktur hampir 60% sudah memiliki sertifikasi. Pemerintah terus mendorong berbagai program supaya sumber daya manusia di sektor manufaktur bersertifikat.

Sedangkan Jongkie menyebutkan, data Gaikindo mencatat jumlah tenaga kerja di bidang otomotif mencapai 1,2 juta orang. Dengan jumlah tenaga kerja paling besar bekerja di sektor komponen pelengkap (tier) 2 dan 3.

“Di perakitan sih sedikit. Tapi begitu kita bicara pabrik ban, pabrik kaca, pabrik karpet, waduh semua pabrik itu ratusan ribu karyawan,” tukas Jongkie.

Gaikindo mencatat serapan tenaga kerja di industri otomotif tier 2 dan 3 mencapai 90 ribu orang. Jumlah ini tersebar di berbagai wilayah di Indonesia. Sedangkan industri komponen inti (tier 1), telah menyerap tenaga kerja sebanyak 100 ribu orang, tersebar pada 500 perusahaan. Pada pabrik perakitan industri otomotif menyerap tenaga kerja sebanyak 55 ribu orang yang tersebar di 22 perusahaan.

Jongkie melanjutkan, kemampuan tenaga kerja Indonesia di sektor otomotif tak kalah dengan Thailand, sebagai negara produsen mobil terbesar di Asia Tenggara. “Tidak ada masalah. Buktinya hari ini MPV (multi purpose vehicle) kita juga diterima di mana-mana,” ujar Jongkie.

Minim Pekerja Perancang
Sedikitnya jumlah tenaga kerja di pabrik perakitan, dijelaskan Jongkie, bukan masalah. Menurutnya, pada level insinyur, tenaga kerja di Indonesia sudah cukup memadai, yang perlu ditambah justru lulusan pendidikan vokasi. Yakni, lulusan pendidikan keterampilan dan keahlian khusus, yang siap menjadi tenaga profesional di bidang otomotif.

“Kita perlu justru lebih banyak yang middle, lulusan-lulusan vokasi. Bukan sarjana teknik. Karena hari ini kita tidak mendesain mobil, desain ini kan masih datang dari asing, merek-merek ternama,” jelasnya.     

Lulusan pendidikan kejuruan dengan keahlian tingkat menengah menurut Jongkie, masih harus ditambah setidaknya lima kali lipat dari tenaga kerja yang ada saat ini.

Namun, lebih lanjut ia menjelaskan, ketersediaan jumlah tenaga kerja yang ada saat ini sudah cukup, mengingat negara tujuan ekspor mobil dari Indonesia masih terbatas pada negara berkembang. Sehingga jumlah produksinya juga masih berkisar pada 1,2 juta unit terpakai.

Bila mengacu pada data daya kompetitif industro otomotif Indonesia disbanding dengan negara lain di kawasan, efisiensi tenaga kerja Indonesia menempati peringkat 108. Sedangkan Thailand menempati peringkat 71 dan Malaysia di posisi 24.

SMK Sumbang Peran
Sekolah menengah kejuruan (SMK) boleh disebut punya andil dalam keberhasilan industri otomotif Indonesia. Dukungan ini dapat dilihat dari keseriusan pemerintah untuk mewajibkan SMK se-Indonesia harus memiliki jurusan otomotif.

Hal ini dilontarkan oleh, Kepala Bidang Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta Suharno. Dia menjelaskan, pemerintah mewajibkan para siswa SMK untuk mendapatkan ilmu pengetahuan mengenai industri otomotif. Sejauh ini, menurut Suharno, para siswa telah memiliki keterampilan untuk bekerja di dunia otomotif.

“Kalau ada tambahan soft skill, seputar bagaimana budaya otomotif. Kalau penguasaan keterampilan sudah cukup. Tinggal soft skill saja,” kata Suharno kepada Validnews, di Jakarta, Senin (26/3).

Sebenarnya pemerintah mendukung penuh kemajuan industri otomotif dalam negeri melalui kurikulum. Contohnya, hampir seluruh SMK memiliki jurusan teknologi dan industri dengan beberapa peminatan, seperti program keahlian teknik otomotif, bidang teknik kendaraan ringan otomotif (TKR). Seluruh peminatan ini mempelajari mengenai perawatan hingga pembuatan mesin mobil, pembuatan sepeda motor, dan komponen.  

Lalu, lanjut Suharno, ada bidang maintenance (perawatan), ada yang manufactur (perakitan, pembuatan). “Siswa bisa disiapkan pada kedua program terakhir agar selepas SMK mereka bisa diserap industri manufacture maupun industri perawatan,” jelasnya.

Tak hanya itu, Suharno menegaskan, pihaknya meminta kepada guru-guru di sekolah untuk memastikan satu siswa memiliki kompetensi keahlian. Tujuannya, kompetensi itu akan menjadi dasar siswa ketika memilih muatan lokal yang terintegrasi pada keahliannya. Hal ini menjadi dasar, para siswa lulusan SMK bekerja sesuai dengan keinginannya.

Sesungguhnya Pemerintah Provinsi (Pemprov) setempat mengharapkan para siswa lulusan SMK masuk ke dunia kerja atau wisausaha. Sayang, masih banyak para siswa yang memilih untuk melanjutkan pendidikannya.

Berdasarkan data yang dimiliki Dinas Pendidikan Pemprov DKI Jakarta mengungkapkan, 70% siswa lulusan SMK langsung bekerja sesuai keahliannya. Sekitar 10% siswa melanjutkan ke perguruan tinggi. Sisanya, mereka berwirausaha seperti membuat bengkel atau mendalami program lanjutan nonformal.

Dia melanjutkan, siswa SMK harus menguasai kompetensi keahlian agar mendapatkan sertifikasi keahliannya. Di Jakarta, terdapat 72 sertifikasi keahlian dari 142 sertifikasi untuk siswa SMK secara nasional.

 

Peminat Tinggi
Tak hanya ibu kota saja yang menyiapkan para siswa untuk terjun langsung ke dunia kerja, khususnya bidang otomotif. Guru SMKN 2 Surakarta Budi Martono melontarkan hal yang sama dengan Suharno. Budi mengaku, pihaknya telah mempersiapkan para pelajar dengan baik.

Dalam proses pembelajarannya pihaknya lebih mengedepankan aspek entrepreneurship (kewirausahaan). Jadi, tiap tahun sekira 74% dari total siswa yang lulus langsung berkerja di beberapa perusahaan sesuai kompetensinya.  Untuk bidang otomotif, SMKN mampu menghasilkan tenaga kerja sebanyak 50% dari total siswa yang lulus.  

Tak heran bila sekitar 90% industri otomotif di Solo, Jawa Tengah (Jateng) dipenuhi oleh tenaga kerja yang berasal dari SMKN 2 Surakarta. Angka 90% tersebut tersebar di 32 pabrik otomotif, seperti Toyota, Honda, Mitshubisi, dan lainnya. Pesebaran tenaga kerja ini tak hanya tersebar di wilayah Solo dan sekitarnya saja sebagian siswa diminta bekerja di industri otomotif wilayah Jakarta. 

Tingginya sumbangsih SMKN 2 terhadap tenaga kerja otomotif di Indonesia ini bukan tanpa sebab. Para industri otomotif telah mengajukan kerja sama dengan sekolah setempat. Kerja sama ini dilakukan dengan membuat satu kelas khusus pelajaran industri.

“Kelas itu membuat para siswa memiliki keterampilan khusus. Pelajaran industri ini langsung diadakan oleh para produsennya, seperti Toyota, Honda, dan lain-lainnya,” kata Budi kepada Validnews, Senin (26/3).

Pelajaran industri ini, Budi melanjutkan, diikuti oleh para siswa sejak duduk kelas II. Dalam pelajaran industri, para siswa langsung menjalani praktik seperti yang diinginkan oleh industri. Makanya sebelum lulus dari sekolah, para siswa telah menjalani seleksi masuk kerja oleh beberapa perusahaan otomotif.  Meski telah mendapatkan pendidikan otomotif dari berbagai produsen, para siswa tetap menjalani tes layaknya seorang pelamar kerja.

“Mereka (produsen-red) melakukan rekrutmen sejak mereka ujian akhir telah diminta bekerja di industri otomotif termasuk industri-industri spare part (suku cadang),” jelasnya.

Sebenarnya, tingginya minta para siswa terhadap jurusan otomotif di SMKN 2 Surakarta ini tak lepas dari keberhasilan sekolah setempat menciptakan mobil ESEMKA. Selain itu, faktor lainnya para orang tua murid melihat jurusan otomotif memiliki prospek kerja baik. (Zsazya Senorita, James Manullang, Teodora Nirmala Fau)

 


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar