23 Februari 2019
13:09 WIB
Editor: Agung Muhammad Fatwa
JAKARTA – Kerja sama bilateral antara Indonesia dan Perancis dalam hal pembangunan berkelanjutan makin terbukti keseriusannya. Sebagai langkah evaluasi, kedua pihak yakni Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dan Kementerian Industri, Digitalisasi, dan Inovasi Perancis menyelenggarakan Indonesia France-Joint Working Group Meeting tahap II (IF-JWGM II).
“JWGM II ini membahas progress dari masing-masing working group WG termasuk kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan di lapangan,” kata Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian PUPR Anita Firmanti sebagaimana dikutip dari rilis resminya, Sabtu (23/2).
Pertemuan yang berlangsung pada 20 Februari 2019 di Prancis itu, dipimpin oleh Sekjen Kementerian PUPR Anita Firmanti dan Director for European and International Affairs, Ministry for the Ecological and Solidary Transition, Virginie Dumoulin.
Asal tahu saja, awal mula hubungan Indonesia-Perancis ini terjalin sejak 29 Maret 2017. Kala itu, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono bersama Menteri Industri, Digitalisasi, dan Inovasi Perancis Cristhophe Sirugue menandatangani perjanjian kerja sama atau memorandum of cooperation (MoC) di bidang pembangunan kota berkelanjutan.
MoC itu kemudian ditindaklanjuti dengan penyelenggaraan IF-JWGM on sustainable development I di Jakarta pada Oktober 2017. Pertemuan tersebut, dibagi dalam tiga kelompok kerja atau working group (WG) dengan pokok bahasan yang berbeda.
Adapun WG-1 berkutat pada perencanaan perkotaan (urban planning), sedangkan WG-2 menitikberatkan pembahasan terkait permukiman perkotaan (urban settlement). Sementara itu, WG terakhir membicarakan seputar pengembangan sumber daya manusia (capacity building).
Dalam WG-1, dibahas rencana kerja sama dalam perencanaan dua kawasan yakni Borobudur dan Kawasan Ekonomi Khusus Mamminasata (Makasar, Maros, Sangguminasa, dan Takalar) di Sulawesi Selatan.
Sedangkan dalam WG-2, kedua delegasi membahas penataan kawasan kumuh perkotaan melalui program Kota Tanpa Kumuh (Kotaku) yang akan dikembangkan di Indonesia.
Untuk WG-3, berfokus pada kerja sama pengembangan kompetensi SDM dari Kementerian PUPR dan Pemerintah Daerah. Upaya tersebut, ditempuh melalui short term training di lembaga pendidikan tinggi Perancis dalam bidang perencanaan perkotaan dan teknik sipil.
Selain itu, juga dijajaki kerja sama melalui Politeknik PU yang didirikan oleh Kementerian PUPR di Semarang, Jawa Tengah dan akan mulai beroperasi tahun ini. Dibuat juga berbagai training singkat yang dilaksanakan di Jakarta dengan pengajar dari Perancis agar lebih banyak peserta yang dapat diikutsertakan dalam training tersebut.
Sebelumnya, delegasi Indonesia juga diberi kesempatan untuk mengunjungi eco-district Saint Ouen yang berada di pinggiran Kota Paris. Sekadar informasi, kawasan pinggir Sungai Seine itu awalnya kurang berkembang sebelum mengadopsi konsep eco-district.
Eco-district itu dibangun dengan berbagai kriteria, seperti zero run off, pemanfaatan panel surya untuk energi, pemilahan dan pengolahan sampah untuk energi, hingga pembangunan ruang publik yang terintegrasi dengan kawasan lama.
Di Indonesia sendiri, telah tercapai kesepakatan untuk segera dilakukan feasibility study (FS) bagi pengembangan eco-district di Semarang, Wonosobo, dan Yogyakarta. Di sisi lain, program Kotaku untuk penataan kawasan kumuh sudah dilakukan sejak 2016 lalu.
Untuk diketahui, Kotaku dilaksanakan di 34 provinsi, yang tersebar di 269 kabupaten/kota, pada 11.067 kelurahan/desa. Penetapan kawasan kumuh itu pun tak asal tunjuk, lantaran merujuk pada Surat Keputusan (SK) Kumuh yang dikeluarkan oleh kepala daerah masing-masing kabupaten/kota.
Umumnya, permasalahan dalam kawasan kumuh itu terdiri dari kondisi bangunan, aksesibilitas kawasan, drainase, layanan air minum, air limbah, pengelolaan persampahan, hingga pengamanan kebakaran.
Jika bicara soal pembiayaanya, sumber dana program Kotaku ini berasal dari pinjaman luar negeri lembaga donor, yaitu Bank Dunia (World Bank) sebesar US$433 juta, Islamic Development Bank US$329,76 juta, serta Asian Infrastructure Investment Bank sejumlah US$74,4 juta.
Tidak hanya itu, program ini juga didukung oleh komitmen dana daerah (APBD Provinsi dan Kab/Kota), maupun sumber-sumber swasta/CSR dan Swadaya Masyarakat (in cash and in kind).
Menilik dari capaian pembangunan infrastruktur PUPR sepanjang 2015–2018, total kawasan kumuh perkotaan yang ditangani hingga tahun 2018 mencapai 23.407 hektare. Tahun 2019, pemerintah punya target untuk menata kawasan kumuh sebanyak 888 hektare sehingga total kawasan yang ditangani seluas 24.295 hekatre. (Shanies Tri Pinasthi)