16 September 2020
18:56 WIB
Editor: Nadya Kurnia
JAKARTA – Kementerian Pertanian masih menemukan kegiatan importasi komoditas bawang putih yang tidak memenuhi ketentuan Rekomendasi Impor Produk Hortikultura atau RIPH.
Kementan terus pastikan izin impor komoditas bawang putih dan bawang bombai tetap berlaku di dalam negeri.
Direktur Jenderal Hortikultura Kementan Prihasto Setyanto mengatakan, terdapat 33 perusahan yang memasukan bawang putih tanpa memenuhi ketentuan yang berlaku hingga 22 Juni. "Jumlahnya setara dengan 48.785 ton bawang putih," ujarnya dalam kegiatan Rapat Dengar Pendapat Komisi IV DPR RI, Jakarta, Rabu (16/9).
Hingga 14 September, pihaknya telah menerbitkan RIPH komoditas bawang putih di dalam negeri sebanyak 1.077.142 ton. Kendati, terdapat izin impor bawang putih sebanyak 299.324 ton yang kadung hangus alias tidak berlaku dan dicabut.
Pencabutan teersebut terjadi manakala RIPH tidak ditindaklanjuti dengan memproses segera Surat Persetujuan Impor atau SPI selama kurun waktu dua bulan. "Sehingga perizinan impor bawang putih yang masih berlaku hanya sebanyak 777.818 ton," katanya.
Ia menegaskan, ketentuan RIPH untuk impor bawang putih dan bawang bombai sesuai dengan UU 13/2010 tentang Hortikultura. Jadi, konsekuensinya berupa kewajiban penanaman komoditas di Tanah Air masih tetap berlaku berdasarkan Permentan 16/2017 tentang RIPH pasal 30.
Penanaman bawang putih paling kurang menghasilkan produksi 5% dari volume permohonan RIPH per tahun. Luas tanam yang diperlukan untuk menghasilkan produksi tersebut dihitung berdasarkan produktivitas rata-rata 6 ton per hektare.
Pada kesempatan yang sama, pihaknya juga melaporkan realisasi wajib tanam RIPH 2019 kepada 75 perusahaan. Rincinya, 30 perusahaan telah melunasi ketentuan tanam dan produksi, 12 perusahaan sudah tanam dan belum produksi dengan tenggat waktu serta 33 perusahaan belum melunasi kewajiban tanam dan produksi.
Pihaknya akan memastikan perusahaan yang belum memenuhi ketentuan tanam dan produksi tidak akan diberikan izin impor lanjutan. Bahkan, Kementan tidak akan segan memblok perusahaan yang belum melunasi kewajiban tanam.
"Sekali lagi, jika perusahaan ini mengajukan RIPH tidak akan dikasih sebelum melunasi kewajibannya," katanya.
Sejauh ini, laporan mengenai kegiatan importasi ilegal telah diteruskan kepada Satuan Tugas Pangan. Pihaknya juga kooperatif dengan melampirkan daftar perusahaan tersebut kepada pihak terkait.
Kendati, Prihasto belum bisa memberikan informasi hasil tindak lanjut pelaporan tersebut. "Kami belum ada informasinya," ujarnya.
Berdasarkan prognosa Kementan, sepanjang 2020, produksi bawang putih dalam negeri hanya akan mencapai 72.802 ton dengan konsumsi total menyentuh 560.390 ton. Konsumsi terdiri dari kelompok rumah tangga 487.296 ton, horeka-PKL 48.730 ton serta industri 24.365 ton.
Sementara, kebutuhan impor bawang putih nasional ditaksir mencapai 616.898 ton. Pada 2019, luas panen dan produksi bawang putih di Indonesia masing-masing mencapai 12.280 hektar dan 88.817 ton.
Menanggapi ketidakjelasan tindak lanjut tersebut, Ketua Komisi IV DPR RI Sudin menegaskana akan memanggil pihak-pihak terkait untuk dimintai keterangan lebih lanjut. Meliputi perusahaan ekportir dan importir, Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag, Satgas Pangan, Bareskrim Polri dalam pertemuan rapat selanjutnya.
"Bahwa aturan adalah aturan dan UU yang berlaku juga harus ditaati oleh siapapun juga," ujarnya.
Minim Koordinasi
Anggota Komisi IV DPR RI Hermanto mengatakan, beragam kerumitan ini terjadi lantaran ketiadaan koordinasi dalam dua sisi kementerian. Hal ini menimbulkan banyak pelanggaran berkaitan dengan ketentuan RIPH.
Misalnya saja, koordinasi Dirjen Hortikultura Kementan dan Kemendag yang mempunyai kewenangan berbeda dalam menyikapi kegiatan impor. Masing-masing Kementerian mempunyai tugas spesifik dalam menerbitkan RIPH serta SIP. Makanya, pelanggaran 33 perusahaan impor tidak memiliki RIPH tidak terelakkan.
"Jadi perlu ada pendalaman di kedua lembaga ini. Jangan koreksi beban hanya di Kementan aja, tapi ada urgensi juga kita mencari tau apa yang terjadi di Kemendag," ujarnya.
Selain itu, ia juga menduga koordinasi yang minim juga terjadi di tubuh Kementan itu sendiri. Komisi IV DPR RI akan berupaya mendorong pihak terkait untuk menerapkan perundangan dengan tegas.
"Bisa jadi ada oknum yang bermain di kedua Kementerian ini. Maka kita mempunyai misi agar mitra kerja kita tidak terpapar hal-hal demikian," (Khairul Kahfi)