28 Agustus 2017
19:52 WIB
NUSA DUA- Bursa Komoditi dan Derifatif (BKDI) atau Indonesia Commodity and Derivatives Exchange (ICDX) memastikan, Indonesa telah memiliki harga acuan timah ekspor melalui mekanisme pasar fisik yang diselenggarakan ICDX. Bahkan ICDX mengklaim harga acuan timah yang dimilikinya telah mempengaruhi pembentukan harga di pasar timah dunia.
Direktur Utama Indonesia Commodity and Derivatives Exchange (ICDX) Lamon Rutten menuturkan, sampai saat ini harga timah ICDX telah mempengaruhi pasar timah lainnya yang ada di mancanegara. Bahkan, terkadang harga timah ICDX jauh lebih menarik dibandingkan pasar lainnya.
"Keberhasilan Indonesia menciptakan acuan harga timah ekspor telah diperhitungkan negara-negara pengguna timah yang notabene negara industri. Hal itu dapat dilihat dari volume ekspor timah saat ini telah mencapai 68,76 persen ditujukan ke negara pengguna," katanya di sela acara "Indonesia Tin Coference and Exhibition (ITCE) 2017" di Nusa Dua, Bali, Senin (28/8) seperti dilansir Antara.
Dikatakannya, hasil tambang timah yang merupakan salah satu unggulan ekspor Indonesia memang sudah seharusnya bisa menentukan mekanisme perdagangan, pasar dan harga dari komoditas tersebut. "Indonesia memiliki daya saing kuat dan nilai tambah komoditas yang diperdagangkan untuk tujuan ekspor dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia," ujar Lamon.
Sudah sekian lama komuditas timah sebagai salah satu unggulan strategis Indonesia, pasar dan harganya masih di bawah kendala pelaku asing atau luar negeri. Akibatnya harga timah di dalam negeri cenderung ditekan, dan tanggung jawab untuk mereklamasi bekas tambang timah tidak dapat direalisasikan.
Untuk diketahui, lantai bursa yang paling dominan memperdagangkan timah di dunia adalah London Metal Exchange (LME), dan Kuala Lumpur Tin Market (KLTM). Referensi harga justru tidak ditentukan oleh bursa logam yang berasal dari produsen terbesar seperti Indonesia.
Lamon mengatakan, karenanya melalui pertemuan dan seminar dengan lembaga terkait, sehingga sejak 30 Agustus 2013 Indonesia telah memiliki acuan harga timah ekspor melalui mekanisme pasar fisik yang diselenggarakan ICDX. Ia menuturkan, sebelum adanya bursa timah di Indonesia, nyaris 90% volume timah di ekspor ke Singapura. Selanjutnya dari negara itu kemudian di ekspor ke berbagai negara.
Pada medio Juli 2017, data BKDI menyebutkan, harga Komoditi Timah sempat terdongkrak ke level US$20.300 per metrik ton. Kendati bukan harga terbaik yang pernah ada, namun BKDI telah membantu mendongkrak harga timah sempat berada di angka USS14.000 per metrik ton.
Berdasarkan laporan LME yang diterbitkan tahun 2017, tercatat pada bulan Januari 2013, harga timah sempat mencapai mencapai US$ 25.085 dolar permetrik ton. Titik terendah harga timah terjadi pada medio Januari 2016, yaitu sebesar US$ 13.330 per metrik ton. Selanjutnya harga kembali bergerak naik, tercatat pada tanggal 18 Agustus 2017, harga timah adalah sebesar US$ 20.657 per metrik ton.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan menyatakan, sudah seharusnya Indonesia harus mampu menentukan harga timah dunia, mengingat Indonesia adalah produsen komoditas tambang timah terbesar kedua di dunia.
"Pemerintah concern terhadap perdagangan timah sebagai sumber daya alam berada di Indonesia, dapat mencapai harga yang fair, tidak semata-mata dikendalikan oleh perdagangan dunia," tuturnya.
Ia menjelaskan, sejauh ini Indonesia adalah negara penyumbang ekspor timah timah terbesar kedua, setelah China, yakni sekitar 70%. "Jadi kita ingin, memperoleh harga yang fair, terlebih kita telah memiliki bursa timah," imbuhnya.
Kata Jonan, keberadaan BKDI selain dapat menjadi acuan harga timah dunia, juga mengurangi perdagangan serta transaksi timah secara ilegal.
"Kegiatan ilegal itu dapat mempengaruhi harga komoditi timah dan mengakibatkan dampak negatif bagi lingkungan di lokasi penambangan. Karena yang ilegal itu, setelah penambangan ditinggalkan begitu saja, sehingga lingkungan menjadi rusak," lanjutnya.
Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Kementerian Perdagangan mencatat produksi timah dari Indonesia menyumbang 26% dari total pasokan di dunia. Produksi timah nusantara hanya dikalahkan oleh China yang lebih banyak diserap pasar dalam Negeri Tirai Bambu itu.
Kontrak Berjangka
Kepala Bappebti Bachrul Chairi mengatakan, berdirinya pasar fisik timah pada 30 Agustus 2013 lalu telah nyata berkontribusi bagi perekonomian nasional.
“Harus diakui, dengan adanya pasar fisk timah ICDX tersebut, menjadikan Indonesia sebagai pasar dan sekaligus referensi harga timah baik di dalam negeri maupun di pasar dunia,” tuturnya.
Kata Bachrul, Bappebti selaku pengawas di bidang perdagangan berjangka komoditi berharap ICDX segera mengembangkan turunan pasar timah dalam bentuk kontrak berjangka. Pasalnya dengan adanya kontrak berjangka timah, para pelaku usaha akan semakin nyaman dan memperoleh kepastian dalam mengambil keputusan dan meminimalisir risiko.
Direktur Utama ICDX Logistik Berikat (ILB) Henry Chandra menuturkan, pihaknya dalam waktu dekat akan meluncurkan kontrak berjangka timah."Dengan demikian para pelaku timah di berbagai belahan dunia dapat melakukan perlindungan nilai dan memperoleh kepastian serah fisik komoditas timah,” ucapnya.
Henry menjelaskan ICDX sejak November 2016 telah mendirikan PT ICDX Logistik Berikat sebagai pengelola Pusat Logistik Berikat untuk komoditas timah di Pangkalpinang, Bangka Belitung. Dengan terbitnya paket kebijakan ekonomi kedua dari presiden, maka ICDX akan mengintegrasikan tiga pasar sekaligus yaitu pasar fisik, kontrak berjangka timah dan pergudangan Pusat Logistik Berikat timah untuk tujuan ekspor.
Untuk diketahui, Ditjen Bea Cukai pada 13 Juni 2017 telah menerbitkan Peraturan Dirjen Bea Cukai, Nomor Per-10/BC/2017, tentang Tata Laksana Pemasukan dan Pengeluaran Barang ke, dan dari Pusat Logistik Berikat dalam Rangka Ekspor dan transshipment. “Kebijakan inilah yang nantinya menjadi dasar beroperasinya PLB timah tujuan ekspor," ujarnya.
Menurutnya, di masa mendatang ILB didesain tidak hanya sebagai penyimpanan komoditas timah, melainkan juga berpotensi untuk komoditas unggulan ekspor lainnya seperti nikel, bauksit, CPO, kopi, kakao, lada, karet, rumput laut dan lainnya. (Faisal Rachman)