c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

EKONOMI

21 Maret 2018

11:08 WIB

Holding BUMN Migas Tunggu Keputusan Menkeu

Sejak Januari 2018, Pertamina dan PGN sudah memulai integrasi operasional. Dimulai dari pemetaan pengoperasian pipa-pipa gas. Kementerian BUMN terus melakukan pembenahan dan persiapan terhadap Pertamina yang akan bertindak sebagai induk holding

Holding BUMN Migas Tunggu Keputusan Menkeu
Holding BUMN Migas Tunggu Keputusan Menkeu
Kilang minyak Pertamina, Balikpapan, Kalimantan Timur. Antara foto/Hafidz Mubarak.

DENPASAR- Kementerian BUMN memastikan proses pembentukan Holding BUMN Migas mendekati rampung. Saat ini bola berada di tangan Menteri terkait nilai saham pemerintah di PGN yang akan dialihkan ke Pertamina.

"Tidak terdapat masalah hukum maupun operasional, PP sudah di teken 28 Februari 2018. Pada 6 Maret kami bersurat ke Kementerian Keuangan. Sekarang tinggal menunggu KMK keluar, Insya Allah pekan ini (keluar), lalu Pertamina bisa gelar RUPS," kata Deputi Bidang Usaha Tambang, Industri Strategis dan Media Kementerian BUMN Fajar Harry Sampurno, di Denpasar, Selasa (21/3) seperti dilansir Antara,

Menurut Harry, sejak Januari 2018, Pertamina dan PGN juga sudah kompak memulai integrasi operasional. Dimulai dari pemetaan pengoperasian pipa-pipa gas. Kemudian, beriringan dengan itu, Kementerian BUMN terus melakukan pembenahan dan persiapan terhadap Pertamina yang akan bertindak sebagai induk holding nantinya.

"Perombakan nomenklatur Direksi Pertamina itu juga sebagai satu rangkaian dari keseluruhan proses ini. Menteri BUMN menginginkan ada direktur yang fokus pada pelayanan kepada masyarakat sekaligus menghadapi persaingan yang akan semakin meningkat," ujar Harry.

Untuk diketahui, holding BUMN Migas akan menyusul holding BUMN pertambangan yang telah terbentuk pada akhir 2017. Serta akan diikuti juga oleh pembentukan empat holding BUMN lainnya.

Menurut Harry, pembentukan holding memiliki banyak keuntungan. Selain terjadi sinergi, juga memperkuat BUMN untuk menghadapi persaingan.

"Begitu holding tambang terbentuk, untuk pertama kalinya dalam republik ini, tingkat kepercayaan kita naik tinggi sekali. Maksudnya apa? kita berani sampaikan pada Freeport bahwa kita siap beli, dan memang kita siap kok," tegas Harry.

Pembentukan holding sendiri sudah sesuai arahan Presiden Joko Widodo yang dilontarkan pada akhir Oktober 2015 dalam pertemuan dengan para Direktur Utama BUMN di Istana Negara. Presiden berkeinginan agar BUMN-BUMN bisa menjadi perusahaan yang besar, lincah dan kuat. Untuk mencapai hal itu, Ia pun mendorong BUMN agar diperkuat, baik melalui holdingisasi atau pun "joint venture".

Dalam prosesnya, pembentukan holding juga telah diawali dengan penyerahan Roadmap BUMN 2015-2019 ke Komisi VI DPR pada akhir tahun 2015.

 

“Bom Waktu”
Namun, Pengamat Kebijakan Publik dan Perlindungan Konsumen Agus Pambagio justru menilai pembentukan holding BUMN Migas hanya akan menciptakan "bom waktu" atau berpotensi menciptakan permasalahan yang tertunda.

Ia menjelaskan saat ini undang-Undang BUMN sedang di gugat di Mahkamah Konstitusi (MK) dan telah masuk masa persidangan. Menurut informasi yang diperoleh, Presiden Joko Widodo sendiri menyadari ada banyak pro dan kontra holding BUMN Migas yang membuatnya ragu untuk merestui pembentukannya.

Meskipun Peraturan Pemerintah (PP) mengenai pelaksanaan inbreng saham pemerintah di PGN ke Pertamina sebagai bentuk penambahan penyertaan modal pemerintah di Pertamina. Serta penegasan perubahan status PGN yang semula BUMN dengan Persero menjadi Perseroan Terbatas (PT) sudah final.

"PP tersebut sudah ditandatangani oleh Presiden Jokowi tetapi masih menunggu untuk diumumkan ke publik karena masih banyak permasalahan terkait holding BUMN Migas yang belum terselesaikan. Presiden minta supaya masalah hukum antara Pertamina dan PGN harus diselesaikan terlebih dahulu," kata Agus.

Beberapa masalah yang masih mengganjal menurut Agus antara lain dari aspek hukum pembentukan holding BUMN Migas. Ia mencatat, analisis yang dihasilkan oleh akademisi dari Fakultas Hukum (FH) dan Pusat Studi Energi (PSE) Universitas Gadjah Mada (UGM) menyatakan, mekanisme pembentukan holding BUMN Migas dengan mekanisme inbreng saham pemerintah dan hilangnya BUMN di sektor gas menjadi suatu langkah yang inkonstitusional.

"Penghapusan BUMN di sektor yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak, yaitu PGN yang semula adalah BUMN di sektor gas berubah menjadi PT akan menghilangkan penguasaan negara dengan tidak adanya kepemilikan secara langsung," kata Agus.

Aspek lain menurut Agus adalah adanya potensi konfilik kepentingan dalam tubuh holding Migas itu nantinya.Pasalnya, Pertamina yang selama ini merupakan perusahaan yang bisnis utamanya bergerak di sektor minyak masih menggantungkan 60% kebutuhan dalam negeri dari impor.

Sedangkan gas bumi yang menjadi inti bisnis PGN, sangat banyak dimiliki oleh bumi Indonesia namun belum dimanfaatkan optimum untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.

"Dengan penggabungan pengelolaannya di satu tempat, maka tidak akan optimum karena penambahan pemanfaatan gas bumi berarti pengurangan pemanfaatan minyak bumi, pengurangan market share dan penurunan kinerja pengelolaan minyak," keluhnya.

Ia juga menyoroti masih adanya perbedaan konsep holding BUMN Migas dengan Konsep kelembagaan yang sedang di finalisasi dalam Revisi UU Minyak dan Gas Bumi oleh DPR akan berpotensi menimbulkan konflik.

Karena dalam konsep kelembagaan dalam RUU Migas, struktur yang dibentuk jauh berbeda dengan adanya Badan Usaha Khusus (BUK) di bidang hulu minyak dan gas, hilir minyak dan hilir gas bumi.

"Dengan pembentukan holding BUMN Migas saat ini tanpa menunggu arah dari revisi UU Migas tersebut, dapat menyebabkan inefisiensi nasional karena diperlukan penyesuaian kelembagaan yang cukup rumit," katanya.

Hal terakhir yang menurut Agus juga perlu menjadi pertimbangan Jokowi dalam menentukan nasib holdingisasi Migas adalah, belum adanya Konsensus Nasional atas urgensi dari pembentukan holding BUMN migas ini. (Faisal Rachman)

 


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar