02 Juni 2018
15:02 WIB
JAKARTA- Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) gencar menggelar pelatihan dan bimbingan teknis untuk mengenali sistem bioflok. Hal ini diyakini bisa membantu berbagai kelompok pembudidaya perikanan untuk meningkatkan hasil produksi mereka.
"Penerima bantuan harus benar-benar tahu secara teknis, bagaimana budidaya bioflok. Oleh sebab itu, kami fasilitasi mereka berlatih," kata Dirjen Perikanan Budidaya KKP Slamet Soebjakto dalam keterangan tertulis, Sabtu (2/6).
Slamet menyampaikan hal tersebut saat memberikan arahan kepada peserta bimbingan teknis bantuan pemerintah budidaya ikan lele sistem bioflok di Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar Sukabumi pada akhir Mei 2018.
Asal tahu saja, Bioflok berasal dari kata Bios yang artinya kehidupan dan Floc atau Flock yang artinya gumpalan. Pengertian bioflok adalah kumpulan dari berbagai organisme (bakteri, jamur, algae, protozoa, cacing dan lain-lain) yang tergabung dalam gumpalan (flok). Teknologi ini awalnya merupakan adopsi dari teknologi pengolahan limbah lumpur aktif secara biologi dengan melibatkan aktivitas mikroorganisme (bakteri).
Beberapa keuntungan dari penerapan teknologi bioflok antara lain adalah memerlukan sedikit pergantian air, tidak tergantung sinar matahari, produktifitas tinggi dan ramah lingkungan. Beberapa persyaratan umum yang diperlukan dalam penerapan teknologi ini diantaranya adalah konstruksi kolam harus kuat, perlu keuletan dan pemahaman terhadap teknologi budidaya.
Menurut Slamet, bimbingan teknis tersebut diselenggarakan dalam rangka persiapan pelaksanaan kegiatan budidaya lele bioflok bagi penerima bantuan tahun 2018. "Dengan begitu, kesuksesan program ini dapat tercapai serta kelemahan di tahun lalu dapat diantisipasi sedini mungkin," ujarnya.
Sebanyak 120 orang peserta berasal dari pondok pesantren, seminari, pura, serta kelompok masyarakat penerima bantuan. Selain itu ada juga perwakilan dinas kelautan dan perikanan kabupaten dan penyuluh perikanan dari 8 provinsi yaitu Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur.
Selain itu, para peserta juga mendapat materi tentang akses permodalan, membangun jejaring bisnis, serta aturan terkait bantuan budidaya lele sistem bioflok. Sebagaimana dilaporkan, sejumlah daerah pada saat ini sedang menggencarkan program bantuan pengembangan budi daya dengan mengembangkan teknologi bioflok bagi para pembudidaya ikan Nusantara.
Misalnya, Dinas Kelautan dan Perikanan pemerintah Kabupaten Mukomuko, Provinsi Bengkulu, akan memberikan bantuan peralatan pengembangan budidaya ikan dengan teknologi bioflok kepada lima kelompok pembudidaya ikan (pokdakan) di daerah itu.
"Penyaluran bantuan peralatan untuk pengembangan budi daya ikan dengan teknologi bioflok setelah Idul Fitri atau sekitar bulan Juli tahun ini," kata Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Mukomuko Eddy Aprianto di Mukomuko, Sabtu (19/5).
Seafood. Health Magazine.com
Konsumsi Ikan
Di sisi lain, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengharapkan tingkat konsumsi ikan di tengah masyarakat terus meningkat, seiring dengan upaya pemerintah meningkatkan hasil produksi perikanan Nusantara.
"KKP memproyeksikan tingkat konsumsi ikan masyarakat akan terus meningkat dari sebelumnya 43 kg pada tahun 2017 dan diharapkan kembali meningkat menjadi 46 kg pada tahun 2018 ini," kata Slamet.
Menurut Slamet, tingkat konsumsi ikan pada tahun 2019 diharapkan dapat menjadi sebesar 54 kg per kapita per tahun.
Dengan target tersebut, setidaknya dibutuhkan suplai ikan sebanyak 14,6 juta ton pada tahun 2019, namun hanya 6,18 juta ton di antaranya yang diperkirakan berasal dari hasil perikanan tangkap, sedangkan sisanya atau sekitar 60 persennya akan bergantung pada hasil produksi budidaya.
Ketua Harian Ikatan Sarjana Kelautan Indonesia Moh Abdi Suhufan menyatakan, pemerintah dinilai perlu lebih menggairahkan sektor perikanan tangkap terutama mengingat stok perikanan di kawasan perairan nasional telah meningkat pesat selama ini.
"Pemerintah perlu menggairahkan kembali usaha perikanan tangkap dengan mendorong sektor pembiayaan dari perbankan mendukung permodalan usaha perikanan tangkap nasional," kata Suhufan.
Menurutnya, langkah kebijakan yang dapat mendorong tersedianya skema asuransi kapal ikan dinilai bakal mendorong pihak perbankan di berbagai daerah untuk dapat mendukung permodalan usaha perikanan tangkap di Tanah Air.
Sementara LSM Destructive Fishing Watch berharap pemerintah mempercepat pembangunan industri perikanan nasional agar dapat benar-benar memanfaatkan stok kelautan dan perikanan yang berlebih setelah pemberantasan aktivitas pencurian ikan di perairan Nusantara.
Sebelumnya, Slamet juga mengatakan, stok ikan di sejumlah daerah telah mencukupi untuk memenuhi kebutuhan dari bulan Ramadhan hingga masa Lebaran 2018.
"Kami ingin pastikan bahwa stok ikan konsumsi bisa mencukupi kebutuhan dan tentunya memastikan harga stabil sesuai daya beli masyarakat," kata Slamet.
Menurut Slamet, selama berinteraksi langsung dengan pedagang ikan, memang ada kenaikan harga pada kisaran Rp2.000 sampai dengan Rp3.000 per kilogram khusus untuk ikan laut.
Namun demikian, lanjutnya, berdasarkan pengakuan pedagang, kenaikan tersebut masih wajar dan bisa terjangkau. "Stabilisasi pangan berbasis ikan, utamanya sepanjang Ramadhan, menjadi mutlak, oleh karenanya monitoring secara rutin harus dilakukan untuk memastikan sistem logistik berjalan efektif," tuturnya. (Dimas Satrio Sudewo, Faisal Rachman)