10 April 2019
09:43 WIB
Editor: Agung Muhammad Fatwa
BANJAR – Dengan status negara kepulauan yang memiliki 2/3 wilayah lautan, mencari ikan mestinya tidaklah sulit di Indonesia. Sayangnya, komoditas laut ini belum jadi favorit di masyarakat. Jadi, untuk mendongkrak konsumsi ikan nasional Kampanye Gerakan Memasyarakatkan Makan Ikan (Gemarikan) dan Gerakan Masyarakat Sadar Mutu dan Karantina (Gemasatukata) terus dilancarkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Dalam rangka mendukung kebiasaan baik tersebut, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menyebut KKP siap memberikan bantuan sarana budidaya berupa teknologi budidaya sistem bioflok, benih ikan, pakan ikan, maupun mesin pakan ikan mandiri.
"Ini merupakan upaya pemerataan. Kita ingin setiap warga negara Indonesia dapat menikmati kandungan gizi dari ikan melalui bantuan budidaya maupun ikan konsumsi secara langsung. Oleh karena itu, KKP telah melakukan kunjungan ke berbagai daerah. Di Jawa Barat sendiri, dalam beberapa hari ke depan kita akan terus berkeliling," papar Menteri Susi, dalam rilisnya yang diterima di Jakarta, Rabu (10/4).
Tak hanya itu, KKP juga menyediakan bantuan permodalan melalui Badan Layanan Umum Lembaga Pengelola Modal Usaha Kelautan dan Perikanan (BLU LPMUKP). Bantuan ini akan diberikan untuk masyarakat yang tertarik membuka usaha budidaya maupun pengolahan hasil kelautan dan perikanan. Bantuan permodalan ini dalam bentuk pinjaman dengan bunga lunak sebesar 3%.
"Silakan bikin kelompok atau koperasi. Silakan daftarkan. Bisa bikin usaha budidaya atau pengolahan kerupuk ikan, bakso ikan, dan sebagainya," lanjutnya.
Sebelumnya, Menteri Susi bersama rombongan menyambangi Pondok Pesantren (Ponpes) Miftahurrohman dan Ponpes Miftahul Amanah di Kota Banjar, Jawa Barat.
Dalam kesempatan tersebut, Menteri Susi didampingi oleh Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Slamet Soebjakto dan Kepala Badan Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) Rina menyerahkan bantuan budidaya dan ikan segar. Turut hadir Walikota Banjar Ade Uu Sukaesih, Wakil Walikota Banjar Nana Suryana Mahesa, dan Ketua DPRD Kota Banjar Dadang R. Kalyubi.
Di Ponpes Miftahurrohman Susi menyerahkan bantuan 12 lubang budidaya nila sistem bioflok, 30.000 ekor benih nila, 1.000 kg pakan mandiri, dan 1 ton ikan konsumsi. Sedangkan di Ponpes Miftahul Amanah diserahkan 1 ton ikan segar konsumsi.
Kegiatan di Ponpes Miftahurrohman diawali dengan makan bersama menu masakan ikan oleh sekitar 500 santri dan 1.500 masyarakat umum yang hadir bersama Menteri Susi. Ia pun mengapresiasi kebiasaan membudidayakan ikan yang dilakukan masyarakat sekitar. Masyarakat disarankannya untuk belajar membuat pakan ikan sendiri agar lebih hemat biaya.
"Saya senang dengan budaya, kultur, tradisi orang Sunda yang senang budidaya ikan baik di kolam, saluran air, bak-bak rumah. Ini adalah sesuatu yang bagus dan tolong dilanjutkan," pujinya.
Ikan diharapkan menjadi salah satu sumber protein utama dalam pola konsumsi masyarakat. Pasalnya, berdasarkan Riset Kesehatan Dasar 2018, prevalensi stunting nasional masih berada di angka 30,8%.
Angka ini memang membaik dibandingkan 2013 di mana prevalensi stunting nasional mencapai 37,2%. Ini berarti pertumbuhan tak maksimal diderita oleh sekitar 8,9 juta anak Indonesia, atau satu dari tiga anak Indonesia. Prevalensi stunting di Indonesia lebih tinggi daripada negara-negara lain di Asia Tenggara, seperti Myanmar (35%), Vietnam (23%), dan Thailand (16%).
"Kalau kita cuma makan nasi, singkong, sayuran, nanti ngantuk saja terus bawaannya. Belajar jadi tidak semangat," cetus Menteri Susi.
Baca juga:
Jika melihat nilai gizinya, ikan memiliki kadar lemak yang jauh lebih rendah dibandingkan daging sapi. Lemak pada ikan pun lebih banyak mengandung omega 3. Yang mana merupakan jenis asam lemak tak jenuh ganda dan tidak diproduksi oleh tubuh.
Dengan demikian lemah baik yang sangat penting untuk perkembangan otak mata dan jaringan saraf ini harus banyak dipenuhi lewat makanan. Data World Health Seafood Congress mencatat dalam 100 gram ikan mengandung 210 miligram (mg) omega 3. Hasil laut lainnya pun juga memiliki kandungan omega yang tinggi misalnya, tiram (150 gram), udang (120 mg), dan lobster (105 mg). Sedangkan daging hanya 22 miligram saja.
Sebenarnya jika mengacu pada data FAO, rata-rata konsumsi ikan Indonesia pertahunnya masih terbilang tinggi yaitu dikisaran 30-50 kg per tahun. Mirisnya menelisik jauh ke dalam, konsumsi ikan nasional cenderung tidak merata. Sebagian besar wilayah Jawa dan selatan Sumatra konsumsi ikannya masih tergolong rendah yaitu dibawah 20 kg per kapita per tahun.
Tahun 2019 ini, pemerintah menargetkan peningkatan angka rata-rata konsumsi ikan nasional menjadi 54,49 kg per kapita per tahun. Meningkat 7,50% dari rata-rata konsumsi ikan nasional tahun 2018 yang mencapai 50,69 kg per kapita per tahun. Targetnya tahun ini wilayah dengan rata-rata konsumsi rendah bisa meningkat konsumsinya menjadi rata-rata sedang atau 20-31,4 kg per kapita per tahun. (Bernadette Aderi)