c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

EKONOMI

14 November 2018

07:32 WIB

Pada 2030, Gas Diprediksi Gantikan Batubara Sebagai Sumber Energi

IEA menyebut, permintaan gas global akan meningkat 1,6% per tahun hingga 2040 dan akan menjadi 45% lebih tinggi daripada hari ini

Editor: Agung Muhammad Fatwa

Pada 2030, Gas Diprediksi Gantikan Batubara Sebagai Sumber Energi
Pada 2030, Gas Diprediksi Gantikan Batubara Sebagai Sumber Energi
Ilustrasi. Fasilitas pengelolaan LNG milik Pertamina . ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay

LONDON – Komoditas gas alam diperkirakan akan menggantikan batu bara sebagai sumber energi terbesar kedua di dunia setelah minyak pada 2030. Badan Energi Internasional (IEA) menyebutkan, hal ini tak terlepas dari adanya dorongan mengurangi polusi udara dan kenaikan penggunaan gas alam cair (LNG).

IEA yang berbasis di Paris dalam World Energy Outlook 2018 mengatakan, permintaan energi akan tumbuh lebih dari seperempat kali antara 2017 dan 2040, dengan asumsi penggunaan energi yang lebih efisien. Namun, permintaan akan melonjak dua kali lipat tanpa perbaikan seperti itu.

“Permintaan gas global akan meningkat 1,6% per tahun hingga 2040 dan akan menjadi 45% lebih tinggi daripada hari ini,” tulis laporan tersebut seperti dilansir Antara, Selasa (13/11).

Perkiraan ini didasarkan pada "Skenario Kebijakan-kebijakan Baru IEA" yang memperhitungkan undang-undang dan kebijakan-kebijakan, untuk mengurangi emisi dan melawan perubahan iklim. IEA juga mengasumsikan lebih banyak energi efisiensi dalam penggunaan bahan bakar, gedung-gedung dan faktor-faktor lainnya.

"Gas alam adalah bahan bakar fosil yang paling cepat berkembang dalam Skenario Kebijakan-kebijakan Baru, menyalip batu bara pada 2030 untuk menjadi sumber energi terbesar kedua setelah minyak," kata laporan itu.

China yang sudah menjadi importir minyak dan batu bara terbesar dunia akan segera menjadi importir gas terbesar. Impor bersihnya akan mendekati tingkat Uni Eropa pada 2040, kata IEA. Menurut perhitungan Reuters, berdasarkan data Badan Umum Bea Cukai, China telah menyusul Jepang sebagai importir gas alam teratas dunia.

Untuk diketahui, meskipun China adalah pengguna gas alam terbesar ketiga di dunia, di belakang Amerika Serikat dan Rusia, China telah mengimpor 40% dari kebutuhannya karena produksi lokal tidak dapat mengimbangi.

Negara-negara berkembang di Asia juga akan mencapai sekitar setengah dari total pertumbuhan permintaan gas global. Pangsa impor LNG di kawasan tersebut juga akan berlipat ganda menjadi 60% pada 2040.

"Meskipun berbicara tentang pasar gas global mirip dengan minyak bersifat prematur, perdagangan LNG telah berkembang secara substansial dalam volume sejak 2010 dan telah mencapai pasar-pasar yang sebelumnya terisolasi," kata laporan tersebut.

Adapun Amerika Serikat, kata IEA, akan mencapai 40% dari total pertumbuhan produksi gas hingga 2025. Sementara sumber lainnya akan mengambil alih karena produksi gas serpih AS datar dan negara-negara lainnya, mulai beralih ke metode produksi gas yang tidak konvensional, seperti rekah hidrolik atau fracking.

Sementara itu, permintaan listrik global akan tumbuh 2,1% per tahun. Sebagian besar didorong oleh meningkatnya penggunaan di negara-negara berkembang.

Asal tahu saja, laporan tersebut juga menyebutkan, pangsa listrik akan mencapai seperempat dari energi yang digunakan oleh pengguna akhir, seperti konsumen dan industri pada 2040. Batubara dan energi terbarukan akan menukar posisi mereka dalam bauran pembangkit listrik.

Pangsa batubara diperkirakan turun dari sekitar 40% hari ini, menjadi seperempat pada 2040. Sedangkan energi terbarukan akan tumbuh menjadi lebih dari 40% dari seperempat sekarang.

Perlu diketahui, emisi karbon dioksida yang terkait dengan energi akan terus meningkat pada kecepatan lambat tapi stabil hingga 2040. Dari level 2017, IEA mengatakan emisi CO2 akan naik 10% menjadi 36 gigaton pada 2040, sebagian besar didorong oleh pertumbuhan minyak dan gas.

Kendala Pengiriman
Di pasar domestik Indonesia, sebelumnya, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mengaku tertantang memanfaatkan produksi LNG Indonesia untuk dipakai secara domestik dibanding diekspor ke luar negeri.

"Kita jadi eksportir terbesar LNG di dunia, tapi pemakaiannya di domestik tidak ada. Sekarang ada, tapi masih minim," tutur Amien Sunaryadi, Kepala SKK Migas beberapa waktu lalu.

Karena itu, SKK Migas, kata Amin, akan terus mendorong agar pelaku usaha domestik turut memanfaatkan produksi gas alam cair (liquified natural gas/LNG) dalam negeri. Namun, ia menyadari, harapan ini hanya bisa tercapai jika kendala infrastruktur terkait pengiriman gas dari hulu ke hilir dapat teratasi.

Dikisahkannya, sejak 1977 Indonesia sudah banyak mengekspor gas alam cair produksi Kilang Badak di Bontang, Kalimantan, ke Jepang. Namun, lanjutnya, pemakaian LNG di lingkup lokal sendiri masih sedikit sekali.

Baru pada 2012 kargo pertama untuk domestik dikirim dari Bontang ke FSRU (Floating Storage & Regasification Unit) Jawa Barat. “Artinya lama sekali kita baru bisa nikmati gas alam," serunya.

Menurut data SKK Migas, tren kenaikan kebutuhan gas bumi baru tumbuh pada periode 2000. Terutama saat harga minyak naik dan menjadi di atas US$100 per barel pada 2008.

"Seiring dengan itu, kebutuhan gas pipa jadi membesar. Bahkan 2013 pemanfaatan domestik lebih besar dari ekspor. Sekarang pemanfaatan domestik sekitar 60%," ujar dia.

Sayangnya, lanjut Amin, infrastruktur jadi kendala penyaluran LNG, khususnya dari Bontang menuju kawasan Indonesia bagian barat semisal Pulau Sumatera dan Jawa.

Karena alasan itu, ia pun mengajak pelaku usaha berkerja sama terkait pemanfaatan gas alam cair untuk sektor industri. Sehingga bisa meningkatkan pemakaiannya di dalam negeri.

Baru-baru ini, kargo kapal gas alam (LNG) dari hasil skema bagi hasil (gross split), untuk pertama kalinya terkirim dari Wilayah Kerja (WK) migas Sanga-Sanga yang dikelola oleh PT Pertamina Hulu Sanga Sanga (PHSS).

Sekadar informasi, PHSS merupakan anak usaha dari PT Pertamina Hulu Indonesia (PHI) yang juga Anak Perusahaan dari PT Pertamina (Persero). PHSS ditunjuk sebagai pengelola sekaligus operator di WK Sanga Sanga untuk periode kontrak 8 Agustus 2018 hingga 8 Agustus 2038.

WK Sanga Sanga dialihkelolakan kepada PHSS dengan konsep gross split dalam pengelolaannya, berdasarkan Kontrak Bagi Hasil (KBH) antara PHSS dengan SKK Migas. Pengalihkelolaan ini disetujui oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral pada 20 April 2018. (Faisal Rachman) 


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar