c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

EKONOMI

12 September 2019

15:36 WIB

Ekonomi Afrika Lebih Cepat Berkembang jika Kerja Sama dengan Indonesia

Afrika memiliki perbedaan teknologi dengan negara-negara di Eropa

Editor: Agung Muhammad Fatwa

Ekonomi Afrika Lebih Cepat Berkembang jika Kerja Sama dengan Indonesia
Ekonomi Afrika Lebih Cepat Berkembang jika Kerja Sama dengan Indonesia
Ilustrasi pameran makanan dan minuman di di Pretoria, Afrika Selatan. aficabig7.com

JAKARTA – Ekonomi negara-negara di Afrika akan berkembang lebih cepat apabila menjalin kerja sama ekonomi dengan negara seperti Indonesia. Lantaran Benua Hitam dan Indonesia memiliki kedekatan atau kemiripan pembangunan dengan karakteristik geografis, ekonomi, dan politik yang tak jauh berbeda.

“Negara-negara Afrika itu kalau berhubungan sama negara-negara Eropa atau negara maju di barat, itu ada perbedaan teknologi. Tingkat perkembangan ekonominya bisa 20-30 tahun. Tapi kalau dengan Indonesia paling cuma 10-15 tahun,” ujar Pengamat perdagangan internasional dari Universitas Indonesia (UI) Fithra Faisal menilai, kepada Validnews, Kamis (12/9).

Ia menegaskan bahwa kedekatan atau kemiripan pembangunan itu bisa dimanfaatkan oleh Indonesia untuk menjalin kerja sama dengan ngeara-negara di Afrika. Di mana salah satu tujuannya dapat menumbuhkan ekspor Indonesia.

Fithra menceritakan, Indonesia pernah membantu Afrika untuk penyuluhan pertanian dan memberikan traktor buatan Indonesia untuk dipakai di Afrika. Hal itu kemudian membuat Afrika impor traktor dari Indonesia lantaran kondisi tanah yang digarap mirip dengan kondisi yang dimiliki Indonesia.

“Traktor yang dipakai bukan Jepang, Amerika, atau Eropa. Karena tipe tanahnya yang dikelola itu mirip-mirip (Indonesia),” jelas Fithra.

Dengan beberapa kondisi kesamaan itu, Indonesia bisa meningkatkan perdagangan internasional lebih tinggi lagi ke pasar Afrika. Apalagi, hambatan perdagangan nontarif di Afrika tidak terlalu besar.

“Mungkin tantangan terbesarnya adalah pertama dari sisi tarif. Di mana secara rata-rata cukup tinggi, tapi itu kan bisa kita turunkan dengan perjanjian-perjanjian kerja sama perdagangan internasional. Sementara hambatan nontarif nya saya rasa relatif tidak terlalu berat,” paparnya.

Peluang ini pun bisa dimanfaatkan Indonesia untuk turut menyalurkan minyak kelapa sawitnya ke negara-negara di Afrika sebagai pasar nontradisional Indonesia. Ini mengingat minyak kelapa sawit Indonesia tengah mengalami sejumlah hambatan perdagangan di beberapa negara pasar tradisional nya. Salah satunya Eropa.

Sinyal peluang kerja sama ekonomi dengan negara-negara di Afrika sudah ditangkap Pemerintah Indonesia sejak beberapa tahun lalu. Tahun ini, perjanjian dagang dengan salah satu negara di Afrika telah diresmikan melalui upaya Kementerian Perdagangan.

Sayangnya, Fithra menilai pengusaha-pengusaha Indonesia masih membatasi pemikiran mereka akan keberhasilan berdagang di negara-negara Eropa.

“Ya hanya saja sekali lagi kalau balik ke pengusaha kita itu ya masih ada mental block seperti itu,” imbuhnya.

Padahal, China sudah masuk pasar Afrika sebelum Indonesia mengukuhkan perjanjian dagang dengan negara di Afrika. Masuknya China pada pasar Afrika menandakan pasar Afrika memiliki potensi pertumbuhan yang besar. Belum lagi, langkah China ini turut diikuti Jepang, yang Fithra sebut dalam beberapa tahun terakhir ini telah menjadi pengikut (follower) China dalam konteks perdagangan internasional.  

"China sudah masuk berarti China sudah tentunya menghitung potensi dari Afrika. Jangan sampai kita ikut kehilangan momentum untuk menggali pasar di Afrika,” tegasnya.

Sebelumnya, Pemerintah Indonesia melalui Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita telah berhasil menandatangani perjanjian Preferential Trade Agreement (PTA) Indonesia-Mozambik (IM), Selasa (27/8). IM-PTA ditandatangani Enggar dengan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Mozambik Ragendra Berta de Sousa, di Maputo, Mozambik pada ela-sela pameran dagang terbesar di Mozambik, the 55th International Trade Fair–FACIM 2019.

“Saya sangat bangga Indonesia akhirnya memiliki sebuah perjanjian dagang pertama dengan negara di benua Afrika, yang sekaligus akan menjadi tonggak sejarah baru dalam memperluas akses pasar di benua yang disebut Benua Harapan," ujar Enggar saat itu.

Enggar menjelaskan, perjanjian ini merupakan salah satu yang paling cepat diselesaikan karena hanya membutuhkan waktu satu tahun. Hampir sama dengan perundingan Indonesia-Chile Comprehensif Economic Partnership Agreement (IC-CEPA), yang juga selesai dalam satu tahun.

“Ini menunjukkan komitmen, daya juang, dan kerja keras tim perunding bersama-sama perwakilan kementerian dan lembaga terkait,” tegasnya.

Untuk diketahui, di kawasan Benua Afrika, Mozambik merupakan negara tujuan ekspor ke-17 Indonesia di benua Afrika. Total perdagangan Indonesia-Mozambik tahun 2018 sebesar US$91,88 juta, dengan ekspor Indonesia tercatat senilai US$61,4 juta dan impor sebesar US$30,5 juta. Dengan demikian, Indonesia surplus US$30,9 juta.

Dengan ditandatanganinya IM-PTA, Pemerintah Indonesia berharap dapat mendorong minat pengusaha untuk lebih memanfaatkan potensi pasar nontradisional, termasuk investasi. Setelah ini, kedua negara akan mendorong interaksi bisnis melalui pertemuan regular bisnis forum dan penjajakan kesepakatan dagang (business matching). (Zsazya Senorita)


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar