12 November 2019
19:17 WIB
Editor: Agung Muhammad Fatwa
JAKARTA – PT Dahana (Persero) memperkirakan pendapatan perseroan tahun ini menurun menjadi Rp1,8 triliun. Nilai tersebut lebih kecil sekitar 9,09% dibandingkan pendapatan pada tahun 2018. Penurunan pendapatan dipicu tergerusnya pendapatan dari sektor tambang. Padahal, sektor tambang berkontribusi terhadap kurang lebih 64,44% dari pendapatan perusahaan.
Direktur Utama Dahana, Budi Antono mengungkapkan, pendapatan dari sektor tambang turun 14,48% (yoy) menjadi Rp991,8 miliar. Penurunan harga batu bara disebut jadi salah satu pemicu pelemahan pendapatan tersebut.
“Tambang batu baru selama 10 bulan turun harganya dari US$90 menjadi US$60 dolar per ton. Kalau sudah turun, owner batu bara ingin harganya murah (produksi.red). Jadi daripada lepas, mending profitnya dikit saja tidak masalah,” kata Direktur Utama Dahana, Budi Antono di Kementerian BUMN, Jakarta, Selasa (12/11).
Guna membuat penurunan pendapatan tidak terlalu dalam, pihaknya akan menggenjot pemasukan dari sektor konstruksi dan infrastruktur. Namun dari proyeksi, pendapatan dari sektor konstruksi pun tahun ini turun 39,39% menjadi hanya Rp324 miliar. Padahal tahun 2018 lalu, proyek infrastruktur bisa menyumbang 35–40% pendapatan di subsektor ini.
Untuk tahun ini, PT Dahana kata Budi sedang turut menggarap proyek kereta cepat Jakarta-Bandung. Di mana perseroan bertugas melakukan blasting untuk pembuatan 6 dari 20 terowongan dalam proyek infrastruktur tersebut.
Pihaknya juga masif melakukan ekspor ke negara lain untuk mengejar pendapatan. Ekspor yang dilakukan salah satunya ke Timor Leste, berbagai negara di Asia Tenggara, sampai Australia.
Setelah mengekspor 37.500 kilogram bahan peledak berjenis cartridge emulsion pada Maret lalu, PT Dahana kemudian melakukan shipment kedua pada tahun 2019 dengan mengirim 86.000 kg atau setara delapan kontainer cartridge rmulsion ke Johnex Explosives Australia.
Budi menilai, shipment kedua ini jadi bukti kepercayaan konsumen kepada perseroan. Ini berkaca dari pembelian yang dilakukan pihak Australia semakin meningkat. Pengiriman ekspor bahan peledak keluar negeri pun diharap dapat terus meningkatkan devisa negara sekaligus menjaga keseimbangan neraca antarnegara.
"Selain itu, bukti bahwa produk bahan peledak Dahana diakui kualitasnya oleh pengguna bahan peledak di Australia dan juga menunjukkan bahwa Dahana memiliki standar produk dan standar packaging yang memenuhi standar internasional untuk barang ekspor," ungkap Budi.
Pihaknya juga berencana akan melebarkan sayap bisnisnya di kawasan Asia Pasifik. Rencananya, perseroan melakukan ekspor ke negara seperti Fiji dan Jepang.
Capaian ekspor tahun 2019 disebut mencapai Rp9,6 miliar. Rinciannya antara lain, ekspor ke Australia dibukukan senilai Rp7,02 miliar, sedangkan ke Timor Leste Rp2,57 miliar. Sebagian bahan peledak tersebut terdiri dari Dayagel Extra sebanyak 209,5 ton kg serta Ammonium nitrate 180 ton.
Pada 2020 ekspor diperkirakan akan mencapai nilai Rp29,64 miliar dengan produk ekspor utama adalah Ammonium Nitrat dan Dayagel Extra. Untuk electric detonator sudah diminati oleh Thailand dan akan dimulai keran ekspornya pada tahun 2021.
"Selain ke Australia, kami ekspor juga ke Timor Leste untuk mendukung proyek pelabuhan Tibar Bay Port di Dili. Dan beberapa waktu ke depan kami sedang mempersiapkan ekspor ke Fiji dan Jepang," kata dia.
Selain itu, Budi membeberkan bahwa Dahana berniat membangun pabrik bahan peledak di Timor Leste. Rencana itu kata dia dibuat melihat adanya kesempatan untuk merebut pasar Timor Leste. Apalagi negara tetangga itu sedang melakukan pelabuhan internasional yang memerlukan bahan peledak yang besar dalam konstruksinya.
“Jadi, Dahana diundang untuk bikin bahan peledak dan melatih teman-teman di Timor Leste. Kami langsung Iya. Karena kalau Indonesia menolak pasti Australia datang merebut pasar,” kata dia.
Investasi yang dikucurkan untuk pabrik di Timor Leste sendiri diperkirakan mencapai Rp15 miliar. Rencananya yang bahan peledak anti air akan jadi produk awal yang dibuat di pabrik tersebut. Ini memperhatikan kondisi alam di Timor Leste sendiri. (Bernadette Aderi)