c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

EKONOMI

06 Maret 2018

08:06 WIB

DJP Sudah Terima 3,2 Juta SPT

Dari 3,2 juta SPT yang masuk, penyampaian secara elektronik mencapai 72% dan 28% lagi secara manual. Dari 72% penyampaian SPT secara elektronik, 70%-nya melalui e-filing, sedangkan 2% melalui e-SPT.

Editor: Agung Muhammad Fatwa

DJP Sudah Terima 3,2 Juta SPT
DJP Sudah Terima 3,2 Juta SPT
Wajib pajak memberikan laporan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan (SPT Tahunan PPh) di Kantor Pajak Pratama Menteng 2, Jakarta. ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay

JAKARTA- Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak Penghasilan (PPh) Tahun 2017 yang sudah masuk ke Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, per 5 Maret 2018 mencapai 3,2 juta SPT. Jumlah penyampaian SPT tersebut meningkat 51%, cukup signifikan dibandingkan periode yang sama pada 2017 lalu.

"Sekitar 3,2 juta SPT sudah masuk, dimana penyampaian secara elektronik mencapai 72% dan 28% lagi secara manual," kata Dirjen Pajak Robert Pakpahan di Kantor Pusat Ditjen Pajak, Jakarta, Senin (5/3) seperti dilansir Antara.

Dari 72% penyampaian SPT secara elektronik, 70%-nya melalui e-filing, sedangkan 2% melalui e-SPT. Untuk diketahui, e-filing dapat dilakukan dimana saja, asal terhubung dengan koneksi internet. Sedangkan e-SPT dilakukan dengan menyerahkan softcopy SPT langsung ke kantor pajak.

Robert menuturkan, pihaknya berupaya agar pelaksanaan pelaporan SPT dapat berjalan dengan baik. Karena itu, ia mengimbau masyarakat supaya sesegera mungkin untuk memenuhi kewajiban pelaporan SPT. Dengan begitu, tidak terjadi jammed atau sesaknya SPT yang masuk jelang tenggat waktu 31 Maret 2018 untuk WP Pribadi dan 30 April 2018 untuk WP Badan.

Selain mengimbau masyarakat untuk melapor SPT lebih awal, Ditjen Pajak juga telah membuat satuan tugas (Satgas) baik di pusat maupun di kantor wilayah untuk mengantisipasi masa-masa sibuk pelaporan SPT.

"Dua minggu terakhir kantor pajak juga akan buka setiap Sabtu. Kantor pelayanan pajak akan buka sehingga WP bisa menyampaikan SPT," kata Robert.

Sebelumnya Presiden Joko Widodo pada Senin (26/2) lalu telah melaporkan SPT Pajak Penghasilan (PPh) Wajib Pajak Orang Pribadi Tahun 2017 secara elektronik atau e-filling di Istana Merdeka, Jakarta. Presiden menilai, penyampaian SPT secara elektronik memberikan kemudahan kepada para pembayar pajak untuk melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya.

Presiden juga mengajak seluruh masyarakat Indonesia untuk ikut serta melaporkan SPT-nya masing-masing hingga batas waktu yang telah ditentukan. "Caranya mudah, tidak perlu ke kantor pajak, bisa di mana saja, kapan saja. Enggak pagi, enggak siang, enggak malam, bisa semuanya," kata Presiden.

 

Basis Data
Terpisah, pemerintah diminta perlu untuk benar-benar membenahi basis data perpajakan. Hal ini sebagai upaya untuk meningkatkan rasio pajak nasional sehingga dapat bermanfaat bagi keseluruhan pembangunan negara.

"Pemerintah semestinya lebih berkonsentrasi pada perbaikan database perpajakan nasional, termasuk rasio pajak," kata Anggota Komisi XI DPR Heri Gunawan dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Senin.

Menurut Heri, target yang ditetapkan pemerintah adalah tidak realistis, sehingga dapat menjadi indikasi terhadap lemahnya sistem basis data perpajakan nasional yang dimiliki pemerintah. Politisi Gerindra itu mengingatkan, rasio pajak nasional ada di sekitar angka 11%. Padahal negara yang termasuk kategori berpendapatan menengah-bawah idealnya 17%.

Ia berpendapat, lemahnya basis data perpajakan juga mengakibatkan menurunnya tingkat rasio pajak nasional. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sendiri mengatakan, realisasi penerimaan pajak pada Januari 2018 telah mencapai Rp78,94 triliun atau tumbuh 11,17% dibandingkan periode sama tahun lalu.

"Pertumbuhan ini merupakan yang tertinggi dan melanjutkan tren positif sejak 2015," kata Sri Mulyani.

Ia menuturkan, realisasi penerimaan ini berasal dari pendapatan PPh nonmigas sebesar Rp41,7 triliun, PPN dan PPnBM sebesar Rp32,3 triliun, PPh Migas sebesar Rp4,54 triliun dan pajak lainnya Rp480 miliar.

Di sisi lain, Robert pun mengharapkan lebih banyak lagi konsultan pajak di Indonesia karena jumlahnya dinilai masih relatif sedikit saat ini. "Jumlah konsultan pajak di Indonesia sekitar 3.500. Ini tergolong rendah dibandingkan Jepang. Mestinya lebih banyak lagi untuk membantu tax payer," ujar Robert.

Menurut Robert, keberadaan konsultan pajak akan semakin dibutuhkan terutama bagi WP yang memiliki tingkat kesibukan tinggi. Ditjen Pajak juga akan terus membantu konsultan pajak melalui reformasi kebijakan, melakukan komunikasi, dan juga memberikan pedoman bagi perkembangan perpajakan itu sendiri. (Faisal Rachman)

 

 


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar