19 Februari 2020
08:51 WIB
Editor: Agung Muhammad Fatwa
JAKARTA – Operator seluler Smartfren memundurkan uji coba jaringan 5G untuk konsumen yang semula dijadwalkan pada awal tahun ini. Pasalnya, mereka menggunakan perangkat dari perusahaan China ZTE dan bertepatan dengan wabah virus corona (COVID-19) merebak.
“Kemarin kami sudah mau uji coba 5G, cuma karena peralatan kami dari ZTE. Karena ada virus corona, kami terpaksa jadwal ulang, supaya lebih aman,” ujar Chief Brand Officer Smartfren Roberto Saputra di Jakarta, Selasa (18/2).
Roberto mengatakan, uji coba 5G berikutnya akan lebih menyasar konsumen, setelah dilakukan di industri. Dari segi teknologi, menurut Roberto, Smartfren telah siap untuk menghadirkan 5G, ketika pemerintah nanti menggelar jaringan internet generasi kelima.
Telah menghadirkan 4G di seluruh jaringannya, Roberto melanjutkan, saat ini Smartfren terus meningkatkan kualitas jaringan, terutama di daerah-daerah tertinggal.
“Karena penambahannya cukup banyak makanya kita menyediakan pengalaman konsumen yang lebih baik,” kata Roberto.
Untuk diketahui, Smartfren melakukan uji coba jaringan 5G di sektor industri pada Agustus 2019. Operator seluler itu melakukan uji coba di pabrik pengolahan kelapa sawit di Marunda, Bekasi, milik Smart Tbk, yang masih satu grup dengan mereka.
Smartfren melakukan uji coba jaringan 5G menggunakan frekuensi 28GHz milimeter wave. Salah satu hasil uji coba menunjukkan jaringan berada di kecepatan maksimum untuk mengunduh 8,7 gigabita per detik.
Ilustrasi jaringan 5G pada telpon seluler. Shutterstock/dok.
Ponsel 5G
Sebelumnya, Lembaga riset pasar Strategy Analytics memprediksi penjualan ponsel pintar 5G tahun ini mengalami perlambatan menyusul merebaknya wabah virus corona.
“Model 5G yang akan datang dari Apple iPhone dan merek besar lainnya, hal ini berarti 5G akan menjadi bagian terpanas dari pasar ponsel pintar di seluruh dunia tahun ini," kata direktur eksekutif Strategy Analytics, Neil Mawston, seperti dikutip Antara beberapa waktu lalu.
Namun, lanjutnya, virus corona saat ini membatasi perdagangan di beberapa bagian di China. Ujungnya, hal ini dapat menyebabkan perlambatan pasokan atau permintaan 5G di seluruh Asia atau di seluruh dunia selama paruh pertama 2020.
“Para pemain industri harus siap menghadapi gelombang penjualan 5G di beberapa pasar,” serunya.
Sementara itu, Samsung menjadi pemain nomor dua di pasar ponsel pintar 5G secara global pada 2019 dalam hal pengiriman. Raksasa teknologi asal Korea Selatan itu berhadapan dengan rivalnya dari China, Huawei, yang berada di posisi pertama.
“Persaingan vendor yang sengit di China dan subsidi yang besar dari operator di Korea Selatan menjadi pendorong utama permintaan 5G," kata direktur Strategy Analytics Ken Hyers.
“Wilayah lain, seperti AS dan Eropa, tertinggal di belakang Asia, namun kami berharap wilayah tersebut akan menutup kesenjangan angka akhir tahun ini,” lanjutnya.
Sekadar informasi, Samsung memiliki 35,8% pangsa pasar smartphone 5G global tahun lalu, dengan pengiriman 6,7 juta smartphone 5G di seluruh dunia. Sementara Huawei menempati urutan pertama dengan mengirimkan 6,9 juta smartphone 5G untuk pangsa pasar 36,9%.
Terlepas dari perang dagang AS-China, posisi teratas Huawei, sebagian besar dibantu oleh penjualan di negara asalnya. Namun, pengiriman smartphone 5G Samsung menjangkau berbagai negara, dari Inggris hingga Amerika Serikat.
Produsen smartphone asal China lainnya, Vivo, mengambil tempat ketiga, dengan pangsa pasar 10,7%, diikuti oleh Xiaomi dengan 6,4%. Selanjutnya, perusahaan teknologi asal Korea Selatan, LG, berada di peringkat 5 dengan 4,8%.
Menurut Strategy Analytics, pengiriman global smartphone 5G mencapai 18,7 juta perangkat pada 2019, lebih tinggi dari ekspektasi industri. Penjualan smartphone 5G di seluruh dunia sebenarnya diproyeksikan meningkat tahun ini, karena pembuat ponsel akan merilis lebih banyak perangkat yang mendukung 5G. Lembaga riset pasar yang berbasis di AS, Gartner, bahkan memprediksi penjualan smartphone 5G tahun ini dapat melampaui 221 juta perangkat. (Faisal Rachman)