c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

EKONOMI

28 Januari 2021

20:29 WIB

Circular Economy Optimalkan Subtitusi Impor Industri

Konsep circular economy bukan hanya mendesain model industri dengan prinsip nir-limbah atau zero waste

Circular Economy Optimalkan Subtitusi Impor Industri
Circular Economy Optimalkan Subtitusi Impor Industri
Pekerja menunjukkan material sampah plastik di Rebricks, Pondok Pinang, Jakarta, Kamis (15/10/2020). Rebricks merupakan industri yang menyasar sampah-sampah plastik sebagai salah satu material utama pembuatan paving block dengan harga jual Rp95.000 per meter persegi. ANTARAFOTO/Aprillio Akbar

JAKARTA - Penerapan konsep circular economy dinilai berpotensi mendorong substitusi impor di sektor industri. Langkah ini diharapkan dapat mendongkrak pertumbuhan dan daya saing manufaktur nasional.

Dirjen Ketahanan, Perwilayahan dan Akses Industri Internasional Kemenperin Eko S A Cahyanto menjelaskan, konsep circular economy bukan hanya mendesain model industri dengan prinsip nir-limbah atau zero waste.

"Tapi juga fokus terhadap faktor sosial dan penyediaan sumber daya maupun energi yang berkelanjutan,” katanya di Jakarta, Kamis (28/1).

Circular economy dalam sektor industri dapat diaplikasikan dengan menggunakan pendekatan Reduce, Reuse, Recycle, Recovery, dan Repair alias 5R. Keberadaan konsep rekondisi dan remanufacturing pada barang modal, serta guna ulang pada bahan baku dan penolong diharapkan dapat mengurangi impor industri pengolahan.

Konsep circular economy berkaitan erat dengan salah satu kebijakan yang digulirkan oleh pemerintah, yakni industri hijau. Implementasi industri hijau mengupayakan efisiensi dan efektivitas terhadap penggunaan sumber daya secara berkelanjutan.

“Sehingga mampu menyeleraskan pembangunan industri dengan kelestarian fungsi lingkungan hidup serta dapat memberikan manfaat bagi masyarakat,” jelas Eko.

Pengembangan circular economy membawa peluang bagi sejumlah sektor manufaktur, antara lain industri elektronika, kemasan, kertas, tekstil, logam, peralatan rumah tangga, otomotif dan alat angkut lainnya, ban/karet, serta furnitur.

Eko mencontohkan, potensi circular economy di sektor industri elektronika, yakni pada timbulan e-waste global pada 2016 sebesar 44,7 juta ton dan akan mencapai sebanyak 52,2 juta ton pada 2021.

“Pada sampah elektronika, setidaknya terdapat 60 material berharga atas sampah barang elektronik kompleks, yang masih dapat didaur ulang dan digunakan kembali karena memiliki nilai ekonomis,” paparnya.

Sementara pada industri tekstil, potongan kain dan sisa benang dapat didaur ulang menjadi serat tekstil yang dapat dipintal untuk perajutan atau menjadi benang open end, benang ukuran besar, dan mop yarn.

Sedangkan, potensi circular economy di industri logam, yakni aluminium yang merupakan logam secara tidak terbatas dapat diproduksi dalam siklus daur ulang yang berulang. Saat ini, permintaan scrap aluminium di Indonesia sebesar 18.000 ton/bulan.

Dirjen KPAII menambahkan, konsep serupa juga berguna pada industri daur ulang, diantaranya untuk memenuhi kebutuhan bahan baku bagi sektor manufaktur dan menekan impor bahan baku. Potensi industri daur ulang plastik misalnya, memiliki kapasitas 1 juta ton/tahun dan menyerap tenaga kerja sebanyak 20.000 orang.

Selain itu, terdapat juga potensi di industri daur ulang kertas dari 48 perusahaan, dengan total kapasitas produksi mencapai 8,2 juta ton dan menyerap tenaga kerja sebanyak 125.000 orang. “Total kebutuhan kertas daur ulang sebesar 6,4 juta ton yang 50%-nya dipenuhi dari dalam negeri,” sebutnya.

Kemudian, untuk industri daur ulang tekstil, saat ini terdapat sembilan perusahaan dengan kapasitas sebesar 113.000 ton per tahun yang menggunakan bahan baku daur ulang sebanyak 76.700 ton, dengan 36%-nya berasal dari impor. Saat ini utilisisasi produksinya mencapai 70% dan total jumlah tenaga kerja sebanyak 3.529 orang.

“Untuk potensi industri daur ulang besi baja, saat ini ada 60 perusahaan yang menggunakan bahan baku sebagian besar impor sekitar 70-90% daur ulang (skrap) dengan kapasitas 9 juta ton/tahun. Utilitas produksi saat ini hanya 40% sehingga membutuhkan bahan baku daur ulang sebanyak 4 juta ton/tahun,” papar Eko. (Khairul Kahfi)


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar